BAB : IV

176 123 75
                                    

Klik bintangnya dulu yu teman!
Happy Reading!

•Color of Catur•
°Hujan tak bersalah°

Haacim!!

Sepanjang malam Zanayya demam tinggi. Mungkin karena hujan yang--

Jangan salahkan hujan, atau Zanayya akan marah.

Hujan tak bersalah, hanya saja hujan datang diwaktu yang salah.

Udara dingin yang begitu menusuk kulit, saat rintik air berjatuhan membuat Zanayya demam flu seusai pulang dari makam Rietta.

Mengambil sisi positif dari sakitnya Zanayya. Ia mampu mengeluarkan kata lebih banyak dari hari sebelumnya.

"Bi, uhuk uhuk dingin" ucap Zanayya sambil menarik selimut tebalnya.

Sudah dua lapis selimut tebal, tapi Zanayya masih merasakan dingin.

"Bibi udah telfon dokternya, sebentar lagi pasti dateng" ucap Bi Ratih sambil mengganti kompresan di dahi Zanayya.

Ting tong

"Nah itu pasti dokternya, bibi kebawah dulu ya" ucap Ratih.

Tak lama kemudian dokter dan Bi Ratih tiba di kamar Zanayya.

Dengan telaten dokter memeriksa keadaan tubuh Zanayya. Suhu tubuh Zanayya mencapai 39°, sangat panas memang.

"Ngerasa pusing engga?" tanya sang dokter namun Zanayya hanya menutup matanya.

"Mual muntah?"

"Engga dok" sahut bi Ratih.

"Baiklah, ini resepnya tolong dibeli. Habiskan obatnya, dan semoga cepat sembuh" ucap Dokter sambil memberikan resep pada Bi Ratih.

"Mari dok" ucap bi Ratih, mengantarkan dokter sampai depan pintu.

Belum sempat bi Ratih menutup pintu, Setya datang dengan tergesa-gesa.

"Zanayya gimana?"

"Sudah diperiksa dokter pak, itu dokternya baru pergi. Ini resep yang harus dibeli" jelas bi Ratih.

"Sini resepnya"

Setya mengambil resep itu dan memberikannya pada supirnya.

"Beliin ini, nanti kamu naik gaji" ucap Setya.

"Siap pak!" dengan semangat 45 supir itu langsung tancap gas.

Nikmat mana lagi yang kau dustakan, dengan mudah ia naik gaji hanya karena membelikan resep obat.

Setya langsung mendaratkan bokongnya di sofa ruang tamu.

"Bi maaf saya suruh, buatkan saya kopi ya" ucap Setya.

"Iya pak, gak perlu pakai maaf. Itu sudah tugas saya" ucap bi Ratih dan langsung ke dapur untuk membuatkan kopi.

Setelah kopi itu disajikan, Setya menyuruh bi Ratih untuk duduk.

"Gimana?, Ada perkembangan soal Zanayya?".

"Alhamduliah pak, non Zanayya sudah bisa lebih banyak bicara dan sudah berkurang juga nangisnya" jelas bi Ratih.

"Ohiya, saya belum cerita, soal meninggalnya Rietta. Dia meninggal karena ditembak oleh seseorang yang tidak dikenal" ucap Setya membuat bi Ratih terkejut bukan main.

Color of CaturTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang