32 : Merajuk

232 36 2
                                    

Setibanya di mansion, Shisui langsung memanggil bantuan dari klan Uchiha. Dengan sigap, beberapa ninja medis Uchiha datang untuk memeriksa kondisi Sakura. Mereka membawa Sakura ke kamar dan mulai melakukan pemeriksaan mendetail, memastikan kondisi fisiknya, terutama dengan kehamilannya yang sudah memasuki trimester kedua.

Shisui berdiri di pintu kamar, dengan wajah tegang dan cemas. Ia merasa bersalah atas apa yang terjadi, terutama karena Sakura sempat berlari dan terlalu bersemangat selama perayaan. Beberapa menit yang terasa seperti berjam-jam pun berlalu, sampai akhirnya seorang tabib keluar dari kamar dengan ekspresi yang lebih tenang.

"Keadaannya stabil sekarang. Sakura-san hanya mengalami kelelahan berat, dan emosinya juga sangat labil, mungkin karena pengaruh kehamilan. Tapi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan soal bayinya." ucap ninja medis itu dengan tenang.

Shisui menghela napas lega, “Terima kasih,” ucapnya singkat sebelum masuk ke kamar untuk melihat Sakura.

Di dalam, Sakura berbaring di atas kasur dengan wajah pucat, tapi napasnya sudah lebih stabil. Shisui duduk di samping tempat tidurnya, menggenggam tangan Sakura yang terasa dingin. Ia menatap wajah istrinya dengan penuh penyesalan.

Sakura perlahan membuka matanya, merasa lemah dan sedikit pusing. Cahaya lembut dari lentera di kamar mereka membuat matanya berkedip-kedip, dan perlahan-lahan kesadarannya kembali. Ia merasa tubuhnya sedikit lebih ringan, tetapi emosinya masih membara. Ia ingat kejadian sebelumnya dengan jelas, bagaimana perasaannya terluka dan cemburu ketika melihat Shisui berbicara dengan gadis Uchiha lain.

Shisui, yang duduk di samping tempat tidur dengan ekspresi penuh kekhawatiran, langsung meraih tangan Sakura begitu melihat istrinya sadar. "Sakura, kau sudah sadar? Syukurlah. Bagaimana perasaanmu? Apa kau merasa lebih baik? Apakah ada yang sakit?" suaranya penuh dengan kegelisahan dan ketakutan.

Namun, Sakura hanya menatap lurus ke depan, wajahnya kosong. Ia tidak merespons, bahkan tidak melirik Shisui. Tangannya perlahan ditarik dari genggaman Shisui, lalu ia memalingkan wajahnya ke arah lain, menatap dinding kamar.

"Sakura, kumohon... dengarkan aku. Aku tahu kau merasa kesal, tapi ini semua kesalahpahaman. Aku tidak melakukan apa-apa yang bisa menyakitimu, aku hanya membeli ice cream untukmu—"

Belum sempat Shisui melanjutkan, Sakura menutup matanya dan menarik selimutnya lebih tinggi, seolah memberi tanda bahwa ia tidak ingin mendengar apapun lagi. Tubuhnya bergeser sedikit, memberi jarak lebih jauh dari Shisui.

Shisui menatap Sakura dengan ekspresi penuh rasa bersalah. "Sakura, jangan seperti ini. Tolong bicara denganku. Aku... aku sangat khawatir padamu, apalagi dengan bayi kita. Aku mohon..." suaranya hampir berbisik, terdengar sangat putus asa.

Tetapi Sakura tidak menjawab, hanya menarik napas panjang dan berpura-pura tertidur kembali. Perasaannya masih terlalu campur aduk—antara marah, terluka, dan cemas dengan dirinya sendiri.

-----

Keesokan paginya, sinar matahari menyelinap masuk melalui celah-celah jendela kamar mereka. Suasana di dalam ruangan terasa sunyi, bahkan lebih sunyi daripada biasanya. Sakura sudah terbangun lebih awal dari Shisui, dan meski tubuhnya masih terasa lelah, emosinya masih menguasai hatinya. Ia duduk di tepi ranjang, menatap keluar jendela dengan tatapan kosong.

Shisui yang masih tertidur di sampingnya, perlahan mulai terbangun. Saat ia membuka matanya dan melihat Sakura sudah bangun, perasaan lega dan khawatir menyelimuti dirinya. "Sakura... bagaimana perasaanmu pagi ini?" tanya Shisui dengan suara serak, mencoba memulai percakapan.

Namun, Sakura tetap diam, tidak menoleh ke arahnya. Ia bangkit dari tempat tidur dengan tenang, berjalan menuju lemari pakaian. Shisui memperhatikannya dengan penuh kekhawatiran, menyadari bahwa Sakura masih belum ingin berbicara dengannya.

Stupefy (Shisui X Sakura)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang