39 : Harapan

118 20 3
                                    

Shisui berdiri di ruang bayi, matanya terpaku pada putri kecilnya yang terbaring dalam inkubator. Melihat bayinya yang begitu lemah namun penuh harapan membuat hatinya terasa hangat dan berat sekaligus. Namun, tiba-tiba suara alarm dari ruang perawatan Sakura membuat jantungnya berhenti sesaat. Tanpa berpikir panjang, Shisui berlari meninggalkan ruang bayi dan menuju kamar Sakura, dengan napas yang tercekat karena takut terjadi hal buruk.

Begitu sampai, Shisui melihat Tsunade dan beberapa perawat mengelilingi Sakura yang masih terbaring lemah. Namun, berbeda dengan dugaannya, Tsunade menatap monitor dengan raut yang tampak sedikit… lega?

"Tsunade-sama!" panggil Shisui panik, suaranya bergetar. "Apa yang terjadi? Kenapa alat-alat ini berbunyi? Bagaimana keadaan Sakura?"

Tsunade menoleh, tersenyum samar pada Shisui untuk menenangkannya. "Tenang, Shisui," ucapnya lembut. "Bukan kabar buruk. Malah sebaliknya — ini kemajuan."

Shisui terpaku, sejenak tidak yakin apa yang ia dengar. “Kemajuan…?” tanyanya, dengan sorot mata penuh harapan namun sedikit bingung.

Tsunade mengangguk pelan, lalu mengarahkan pandangan ke Sakura yang tampak sedikit lebih tenang dari sebelumnya.

“Alat ini mendeteksi perubahan pada pola aktivitas otak Sakura. Sepertinya… ia mulai menunjukkan tanda-tanda kesadaran,” jelas Tsunade, matanya mengisyaratkan bahwa ini adalah perkembangan yang signifikan. “Sakura mungkin belum sepenuhnya sadar, tapi tubuhnya mulai merespons perlahan. Tekanan darahnya juga mulai stabil… Ini pertanda sangat baik.”

Shisui tak bisa menahan senyumnya yang mulai muncul, campuran lega, syukur, dan kebahagiaan. Ia mendekati ranjang, menggenggam tangan Sakura dengan hati-hati, seolah takut mengganggunya tapi juga ingin menguatkannya. Pandangannya tak lepas dari wajah Sakura, seakan mencari tanda-tanda kehidupan dari setiap helaan napas istrinya.

“Sakura…” bisiknya lirih, suaranya serak. “Aku tahu kau mendengarku. Kau sudah berjuang begitu keras. Aku akan terus di sini, menunggumu sampai kau bangun. Aku… kami semua di sini bersamamu.”

Tsunade menepuk bahu Shisui pelan, senyum lembutnya menunjukkan dukungan. "Kemajuan ini langkah kecil, tapi sangat berarti. Kalau Sakura terus merespons seperti ini, bisa jadi tak lama lagi ia akan benar-benar sadar."

Shisui mengangguk, memandang Tsunade dengan rasa terima kasih. "Terima kasih, Tsunade-sama. Terima kasih untuk segalanya."

-----

Satu bulan kemudian...

Shisui duduk di sisi ranjang rumah sakit itu, menggenggam tangan Sakura yang terasa dingin di telapak tangannya. Suasana ruang perawatan sunyi, hanya diiringi suara mesin-mesin yang terus bekerja menjaga hidup Sakura. Wajahnya yang tenang seolah tertidur, namun tanpa senyum dan tawa yang selalu menghiasi harinya.

Setiap hari, Shisui menghabiskan waktu di sini, menceritakan segala hal yang terjadi di luar. Tentang putri kecil mereka yang semakin kuat, yang meskipun masih dirawat, menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan yang baik. Tentang harapannya untuk masa depan mereka bersama. Tentang rindunya yang mendalam, yang semakin hari semakin sulit ia bendung.

Ia tahu Sakura mungkin belum bisa mendengarnya, namun keyakinan bahwa sang istri merasakan kehadirannya memberinya sedikit kekuatan untuk bertahan. Sekali lagi, ia menggenggam tangan Sakura lebih erat.

“Sakura…” suaranya serak, penuh dengan ketulusan yang tak terucapkan. “Bayi kita sehat, dia sangat kuat. Dia mengingatkan aku padamu. Kalian berdua adalah kekuatanku.”

Air mata menetes di pipinya, namun ia tak peduli. Hanya ada satu yang ia inginkan, satu yang selama ini menjadi pusat dunianya — kehadiran Sakura.

"Sakura… aku merindukanmu. Aku membutuhkanmu. Kembalilah kepadaku, kumohon… untukku, untuk putri kita," ucapnya lirih sambil menunduk, air matanya jatuh membasahi tangan Sakura yang ia genggam erat. "Aku… aku tidak bisa melakukannya tanpa kamu."

Stupefy (Shisui X Sakura)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang