BAB 25

64 5 5
                                    

"Bu, kalau adik saya, di tes urine anak  Ibu juga harus di tes Urine! Biar kita sama-sama tahu siapa yang salah! Modal cctv burem kayak gitu juga nggak akan mampu dijadiin bukti!"

Aruna bersungut-sungut. Demi Tuhan ... Ia sudah lelah dengan drama wanita tua disampingnya ini. Sejak tadi dia dipojokkan dengan dua orang wanita ini. Yang satunya gadis muda seumurannya dengan rambut panjangnya. Cantik sih tapi kayak wanita nggak berpendidikan cara bicaranya.

"Heh! Adik kamu yang salah kok anak saya yang harus diseret! Adik kamu itu kalau nggak bisa bawa mobil nggak usah sok-sokan! Biasa bawa motor aja begaya!"

"Udah deh mbak! Terima aja hukumannya biar nggak panjang-panjang "

Kini Aruna menoleh. Menatap gadis muda itu. Matanya kembali melotot. Kini lebih membulat, "Gue bukan mbak Lo! Jangan panggil gue mbak!"

"Ya terus Lo maunya dipanggil apa?! Babu?!"

"Mulut Lo emang ngga pernah di sekolahin ya?!! Dasar goblok!"

"Gue S2 sarjana ya. Yang goblok itu--"

"CUKUP!! INI KANTOR POLISI BUKAN PASAR!!"

Suara keras itu sontak membuat semua orang disana berhenti berdebat. Hening pun mendominasi.Namun lain dengan Aruna, gadis itu menatap anggota Polsek didepannya yang ia ketahui bernama Barata itu dari name tag seragamnya, "Sebelumnya saya mohon maaf pak sudah membuat kegaduhan. Tapi pak, dengan segala rasa hormat saya dan peraturan yang adil, alangkah baiknya kalau kedua belah pihak ini diperlakukan secara adil. Maksud saya kalau yang satu melalui proses ini ya satunya juga harus sama pak. Lagipula sudah jelas kan pak di cctv ini nih cunguk satu yang nabrak duluan meskipun adik saya dalam pengaruh alkohol. Tapi kan adik saya masih sadar pak"

"Heh! Adikmu itu seratus persen salah! Ya tetap harus dihukum. Kalau mau minta keadilan nanti di pengadilan!"

"Justru sebelum di pengadilan, semuanya harus di urus dengan adil!"

"Nggak usah pak! Saya tetap menuntut anak nakal ini. Penjarakan saja dia!"

"Ibu tenang dulu ya. Kita akan tetap melakukan hukuman sesuai prosedur Bu. Dan yang dibilang mbak ini benar. Kita memang harus melalui proses hukum yang adil. Dan bukti CCTV juga nggak terlalu banyak membantu Bu" Barata menjelaskan dengan lugas. Anggota Polsek itu mencoba memberi pengertian.

"Saya nggak setuju! Pokoknya dia harus dihukum dengan adil! Saya tetap tuntut dia!"

"Kalau gitu saya juga akan tuntut ibu! Karena ibu sudah mencoba menghalangi proses hukum!!"

Semakin berapi-api, Aruna bahkan maju satu langkah untuk lebih dekat dengan wanita paruh baya itu. Nafasnya tertahan kuat diujung kerongkongan. Percayalah kalau saat ini emosinya sudah berada di puncak ubun-ubun.

"Mohon tenang ya Mbak, ibu. Kita akan tetap prose secara hukum dengan adil. Jadi silahkan para wali terdakwa menunggu sebentar dan silahkan isi formulir yang sudah disediakan. Dan untuk para terdakwa ikut saya ke ruang interogasi!!"

"Mbak gue pergi ya. Lo tetep disini kan?"

"Iya. Biar gue urus yang penting Lo nggak salah "

"Iya mbak"

Setelah kepergian Vano, barulah Aruna menghembuskan nafasnya kasar beberapa kali. Ia mendadak pening sesaat sebelum sebuah rasa sakit dan panas itu ia rasakan di pipinya.

PLAK!
.
.
.
.
.

"Bajingan emang tuh orang! Dasar sundal!"

"Sabar mbak"

"Sabar pantatmu! Lo enak meskipun di interogasi nggak bonyok. Lah gue ni lihat dapat cap lima jari di pipi!!"

Aruna yang menyetir mobil milik Vano bersungut-sungut sambil mengumpat tanpa hentinya. Yap, setelah beberapa proses panjang yang dilalui Vano beberapa saat lalu akhirnya laki-laki disampingnya ini dinyatakan tidak bersalah. Dan pria tengil yang mengaku menjadi korban tadi dinyatakan sebagai terdakwa.

LOVELY LIAR (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang