Sebelumnya aku mau say Thanks sama temen-temen yang ikut meramaikan story aku. Dengan cara vote, komen, atau apapun itu. Silent reader too. Aku selalu semangat nulis berkat kalian yang selalu komen menghibur atau sekedar jadi penambah list viewer ku.
Jangan lupa tinggalkan jejak di Part ini yaaa. Karena Next part sepertinya kita say bye bye. Dan jangan bosen bosen mampir di lapak aku. Aku bakal update selalu cerita-cerita Baru💜
Thank you cintaaaa💜
.
.Mendung menyelimuti ibu kota siang itu. Namun tidak ada air yang turun membasahi bumi dalam bentuk hujan. Mungkin sebentar lagi. Sebab awan hitam sudah terlihat bertekat untuk menggeser matahari yang cantik. Atau mungkin, ia memang sengaja datang agar matahari dapat istirahat dari tugasnya? Entahlah hanya para penghuni angkasa dan sang pencipta yang tahu alasannya.
Shayne Pattynama, dengan seluruh kegilaannya hari itu bertandang di kediaman Aruna. Ia tidak sendiri melainkan dengan tiga anggota keluarganya. Sang ibu, paman, serta Shawnee adiknya. Laki-laki itu duduk dengan tenang sambil memperhatikan interaksi sang ibu dan Bapak Aruna yang tengah mengobrol dengan Rehan sebagai penerjemah.
Kakak Aruna itu dengan sangat amat serius juga ikut menimpali obrolan kedua orang tua itu. Sesekali mereka saling bersitatap berbicara lewat tatapan masing-masing.
Sedangkan Aruna? Jangan tanya bagaimana kesalnya wanita itu sekarang. Kesal karena tiba-tiba ia mendapati sang kekasih sudah berada di rumahnya di hari Minggu nya yang berharga. Bukan cuma itu, laki-laki itu bahkan tanpa aba-aba membawa sekaligus tiga anggota keluarganya.Dia yang duduk di sofa singel tepatnya didepan sang kekasih menajamkan kedua matanya menatap Shayne pattynama.
"Semua rencana sudah baik. Namun tetap, untuk semuanya kita kembalikan lagi pada Shayne dan Aruna karena mereka yang menjalani"
Aruna yang sejak tadi fokus memplototi Shayne kini menoleh. Menatap wajah-wajah yang tengah duduk di sofa dan menatapnya serius. Lebih tepatnya menatap Ibu dari kekasihnya itu.
"Tante Astrid?"
"Ya sayang?"
"Jujur saja, Aruna nggak punya persiapan apapun atau pikiran apapun untuk ini semua. Bukannya Aruna menolak, tapi Aruna masih banyak yang harus dipersiapkan. Aruna juga belum berdiskusi dengan Shayne terkait ini semua. Bahkan Shayne sendiri nggak bilang kalau mau kesini dan melamar Aruna"
Sempat terjadi keheningan beberapa saat. Mama Shayne dan putra sulungnya itu terlihat berbicara dengan bahasa asal mereka. Tidak lama kemudian, mama Shayne kembali menatapnya. Wanita yang seumuran dengan ibunya itu tersenyum kecil, "Sayang Sorry ya kalau Shayne seenaknya sendiri. But believe me, Shayne has thought this through well"
"....."
"Tante juga nggak akan maksa kalian buat married cepet. Semuanya Tante serahkan sama kamu dan Shayne. And whatever your decision, I think it's the best"
"Thank you tante"
"Yasudah kalau gitu kita makan siang dulu aja ya. Bu, tolong siapkan makan siangnya ya. Biar kita makan sama-sama"
.
.
.
.
."Kamu udah sinting ya!"
"Kenapa sih Run. Kenapa kamu seperti nolak lamaran aku"