Di sebuah perumahan baru, Wonyoung berdiri di depan rumah barunya dengan senyum lebar. Ia adalah gadis yang periang dan mudah bergaul. Ketika ia tengah mengangkat kardus-kardus ke dalam rumah, sebuah sosok muncul di sudut mata. Di rumah sebelah, seorang pria tampan dengan wajah serius terlihat membawa beberapa barang keluar."Ah! Tetangga baru!" seru Wonyoung antusias sambil melambai ke arah pria itu. "Halo, aku Wonyoung!"
Pria itu menoleh, hanya menatap sekilas lalu mengangguk singkat tanpa senyum, sebelum kembali ke kegiatannya. Wonyoung merasa sedikit bingung, tapi ia tidak menyerah. Dia tertarik pada sosok dingin itu, terutama karena wajahnya yang tampan dan aura misteriusnya.
---
Keesokan harinya, Wonyoung yang penasaran mencoba mendekati pria itu, yang akhirnya diketahui bernama Sunghoon. Ia berusaha menyapa setiap kali bertemu, tapi respons Sunghoon selalu sama: singkat dan dingin.
Suatu hari, Wonyoung memberanikan diri menghampirinya di taman.
"Sunghoon-ssi, mau jalan-jalan sore bersama? Aku ingin mengenal tetangga lebih dekat," ucap Wonyoung dengan ceria.
Sunghoon mendesah, terlihat kesal. "Dengar, aku tidak suka orang yang terlalu berisik dan sok akrab," jawabnya dengan nada tajam.
Wonyoung terdiam, matanya berkaca-kaca mendengar kata-kata itu. Ia tak menyangka Sunghoon akan seketus itu padanya. Tanpa berkata lagi, ia berbalik dan berjalan menjauh, menahan air matanya agar tak jatuh.
---
Sejak saat itu, Wonyoung mulai menghindari Sunghoon. Ia tak lagi menyapa atau tersenyum setiap kali mereka bertemu. Sunghoon merasa ada sesuatu yang hilang, meski tak diakuinya pada diri sendiri.
Suatu malam, Sunghoon duduk di balkon rumahnya, menatap ke arah jendela kamar Wonyoung. Ia merasa sepi. Diam-diam, ia mulai merindukan senyum ceria Wonyoung yang selalu menyambutnya setiap pagi.
"Kenapa aku malah merasa kehilangan...?" gumam Sunghoon, menghela napas panjang.
---
Keesokan harinya, Sunghoon mencoba menunggu Wonyoung di taman kecil dekat rumah mereka. Ketika melihat Wonyoung berjalan keluar, ia segera mendekat, mencoba berbicara.
"Wonyoung," panggil Sunghoon pelan.
Wonyoung menoleh, tapi tidak memberikan senyum seperti biasanya. "Ada apa, Sunghoon-ssi?"
Sunghoon terdiam sejenak, merasa bersalah. "Aku... minta maaf soal waktu itu. Seharusnya aku tidak berkata kasar padamu."
Wonyoung tersenyum kecil, meski matanya masih menyiratkan kesedihan. "Tidak apa-apa, Sunghoon-ssi. Mungkin memang aku yang terlalu berisik bagimu."
"Tidak... sebenarnya aku senang dengan keberadaanmu. Mungkin awalnya aku tidak menyadarinya, tapi... saat kau menjauh, aku merasa ada yang hilang," ujar Sunghoon, suaranya pelan namun jujur.
Wonyoung menatapnya, terkejut. "Benarkah?"
Sunghoon mengangguk, menatap matanya dalam-dalam. "Iya. Aku... aku merindukanmu, Wonyoung."
Wonyoung tersenyum, dan kali ini senyumnya penuh kebahagiaan. "Kalau begitu, apa mulai sekarang kita bisa berteman, Sunghoon-ssi?"
Sunghoon tersenyum tipis, kali ini lebih hangat. "Bukan hanya teman, tapi... mungkin lebih dari itu, jika kau mengizinkan."
Wonyoung tertawa kecil, dan mengangguk. Sejak hari itu, hubungan mereka berubah dari sekedar tetangga menjadi sesuatu yang lebih berarti. Sunghoon menemukan kebahagiaannya di balik senyum ceria Wonyoung, dan Wonyoung pun bahagia telah berhasil membuka hati Sunghoon yang dulu dingin.
S E L E S A I
KAMU SEDANG MEMBACA
SNAPSHOTS IN TIME • JANGKKU
Teen Fiction"Bayangkan setiap bab seperti satu foto, masing-masing dengan cerita, warna, dan emosinya sendiri. 'Snapshots in Time' menghadirkan kisah-kisah yang berdiri sendiri, namun masing-masing meninggalkan gema, mengingatkan kita akan momen berharga dalam...