Wonyoung berdiri di balik meja kasir cafe kecil tempatnya bekerja paruh waktu. Aroma kopi yang baru diseduh memenuhi udara, memberikan kenyamanan di tengah kesibukan hari itu. Di antara pelanggan yang datang dan pergi, satu sosok selalu menarik perhatiannya: Sunghoon, pelanggan tetap yang selalu memesan cappuccino.Suatu hari, saat cafe tidak terlalu ramai, Wonyoung melihat Sunghoon memasuki cafe. Senyum manisnya muncul ketika melihat Wonyoung di balik meja.
"Hey, Wonyoung! Cappuccino seperti biasa, ya?" tanya Sunghoon sambil melangkah mendekat.
"Ya, Sunghoon. Tunggu sebentar, ya?" Wonyoung menjawab dengan hati berdebar, berusaha menampilkan senyuman terbaiknya.
Ketika Wonyoung menyiapkan pesanan, dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Sunghoon. Pria itu terlihat santai, mengenakan jaket denim dan membawa buku. Dia sering menghabiskan waktu di cafe itu, dan Wonyoung selalu merasa ada ketertarikan yang lebih dari sekadar pelanggan dan barista.
"Ini cappuccinomu," kata Wonyoung sambil memberikan gelas kepada Sunghoon. "Selamat menikmati!"
"Terima kasih, Wonyoung. Kamu tahu, aku selalu merasa nyaman di sini. Selain kopinya yang enak, tentu saja ada kamu," Sunghoon tersenyum.
Wonyoung merasa pipinya memanas. "Oh, terima kasih. Itu... sangat berarti."
Setelah beberapa minggu, Sunghoon mulai sering mengobrol lebih banyak dengan Wonyoung. Mereka berbagi cerita tentang hobi dan impian masing-masing.
"Jadi, Wonyoung, apa yang ingin kamu lakukan setelah lulus sekolah?" tanya Sunghoon suatu hari.
"Aku ingin melanjutkan kuliah di bidang desain grafis. Aku suka menggambar dan berkreasi," jawab Wonyoung dengan semangat.
"Itu luar biasa! Aku yakin kamu akan sukses," puji Sunghoon, membuat Wonyoung merasa lebih percaya diri.
Suatu sore, ketika cafe sudah sepi, Sunghoon mengajak Wonyoung untuk duduk bersamanya. "Wonyoung, aku ingin tanya sesuatu," katanya dengan nada serius.
Jantung Wonyoung berdebar. "Apa itu?"
"Aku tahu kita sudah cukup dekat, dan aku selalu menikmati waktu bersamamu. Bagaimana jika kita bertemu di luar cafe suatu hari? Mungkin nonton film atau pergi makan?" tanya Sunghoon.
Wonyoung terkejut dan bahagia sekaligus. "Kamu... mau mengajakku?"
"Ya, aku ingin lebih mengenalmu," jawab Sunghoon sambil tersenyum. "Jadi, bagaimana?"
"Baik! Aku mau!" Wonyoung tidak bisa menyembunyikan senyumnya. "Kapan kita bisa pergi?"
"Bagaimana kalau akhir pekan ini?" Sunghoon mengusulkan.
"Sounds perfect!" Wonyoung menjawab, merasa seperti terbang di awan.
Akhir pekan itu, mereka bertemu dan menikmati waktu bersama. Dari menonton film hingga berbagi makanan, kedekatan mereka semakin terasa. Wonyoung tidak pernah merasa sebahagia itu sebelumnya.
Ketika malam tiba dan mereka duduk di taman, Sunghoon menatap Wonyoung dengan serius. "Wonyoung, aku suka kamu. Lebih dari sekadar teman."
Wonyoung merasa jantungnya berdegup kencang. "Aku juga suka kamu, Sunghoon."
Mereka berbagi senyum, dan Sunghoon meraih tangan Wonyoung. "Kalau begitu, kita akan melakukan banyak hal bersama ke depannya, kan?"
"Ya, aku ingin sekali," jawab Wonyoung dengan penuh harapan.
Di bawah sinar bulan, di antara tawa dan cerita, mereka berdua menyadari bahwa cinta bisa tumbuh di tempat yang tak terduga, seperti di sebuah cafe sederhana. Cinta mereka adalah perpaduan antara kopi hangat dan senyuman manis, yang akan selalu menghangatkan hati.
S E L E S A I
KAMU SEDANG MEMBACA
SNAPSHOTS IN TIME • JANGKKU
Novela Juvenil"Bayangkan setiap bab seperti satu foto, masing-masing dengan cerita, warna, dan emosinya sendiri. 'Snapshots in Time' menghadirkan kisah-kisah yang berdiri sendiri, namun masing-masing meninggalkan gema, mengingatkan kita akan momen berharga dalam...