Love Next Door

24 18 0
                                    


Wonyoung baru saja pindah ke sebuah perumahan di pinggiran kota, dan suasana barunya membuatnya bersemangat. Dia tersenyum, menatap rumah-rumah di sekitar, sambil menggenggam kotak kue yang ingin diberikan kepada tetangga baru. Dengan riang, Wonyoung melangkah ke rumah di sebelahnya, mengetuk pintu perlahan.

Pintu terbuka, dan seorang pria muda dengan wajah dingin dan sorot mata tajam berdiri di hadapannya. Wonyoung tertegun. Lelaki itu tampan, dengan rambut hitam yang sedikit berantakan dan tatapan yang seperti ingin menusuk siapa pun yang berani mendekat.

"Annyeonghaseyo! Aku Wonyoung, aku baru pindah ke sebelah. Ini untukmu," ucap Wonyoung ceria sambil menyodorkan kotak kue.

Pria itu memandang kotak kue tersebut dengan ekspresi datar, lalu bergumam, "Aku nggak butuh."

Wonyoung sedikit terkejut, tapi dia mencoba tetap tersenyum. "Oh, ini cuma kue, nggak apa-apa kok kalau nggak suka."

Laki-laki itu menghela napas, tampak terganggu. "Aku lagi sibuk. Jangan ganggu."

Pintu rumahnya pun ditutup begitu saja. Wonyoung terdiam di depan pintu, merasa kikuk. Namun, ketampanan pria itu justru membuatnya makin penasaran.

---

Hari-hari berlalu, dan Wonyoung semakin sering melihat pria itu. Dia akhirnya tahu namanya, Sunghoon, dari ibu pemilik toko dekat rumah. Setiap kali melihat Sunghoon, Wonyoung berusaha menyapa atau mengajaknya ngobrol, tapi Sunghoon selalu terlihat tak tertarik, bahkan kadang memasang ekspresi bosan.

Suatu hari, ketika Wonyoung mencoba menyapanya lagi saat Sunghoon sedang duduk di taman, Sunghoon mendesah dengan kesal.

"Kamu itu nggak punya urusan lain ya? Jangan terlalu dekat-dekat aku. Aku nggak suka sama orang yang terlalu banyak bicara," kata Sunghoon tajam.

Wonyoung terpaku. Kalimat itu bagaikan tamparan baginya. Selama ini dia hanya ingin berteman, tapi Sunghoon benar-benar tak peduli. Matanya mulai berkaca-kaca, namun dia menahan air matanya dan tersenyum kecil, lalu berbalik pergi.

---

Setelah itu, Wonyoung benar-benar menjaga jarak. Dia tidak lagi menyapa Sunghoon atau menunggunya di taman seperti biasanya. Setiap kali bertemu di jalan, Wonyoung hanya tersenyum sopan tanpa mendekati Sunghoon. Di balik senyumnya, hatinya masih terasa sakit.

Sunghoon merasakan perubahan itu. Biasanya, Wonyoung yang selalu menyapanya setiap pagi kini tak lagi terlihat. Dia berpikir awalnya dia akan merasa lebih lega tanpa kehadiran gadis itu. Namun, lama-kelamaan, Sunghoon merasakan sesuatu yang aneh; dia merasa sepi.

Satu malam, saat Sunghoon melihat Wonyoung duduk di bangku taman sendirian, dia menghampirinya tanpa sadar.

"Wonyoung," panggilnya pelan.

Wonyoung menoleh, sedikit terkejut melihat Sunghoon. "Oh, hai," ucapnya singkat.

Sunghoon menggaruk tengkuknya, tampak canggung. "Tentang waktu itu... Aku... maaf."

Wonyoung menatapnya, terdiam sejenak. "Kenapa kamu minta maaf?"

"Karena aku tahu aku bersikap kasar. Aku nggak bermaksud begitu, aku cuma... nggak biasa didekati orang," jawab Sunghoon pelan. "Dan, aku sadar sejak kamu nggak sering datang... rasanya ada yang kurang."

Wonyoung tersenyum kecil, hatinya bergetar mendengar kalimat itu. "Aku cuma ingin berteman, Sunghoon. Aku cuma ingin kita saling menyapa, itu saja."

Sunghoon mengangguk pelan. "Aku mengerti. Dan aku... ingin memperbaikinya, kalau kamu masih mau."

Wonyoung tersenyum lebih lebar, menatap Sunghoon dengan mata berbinar. "Tentu saja. Kita bisa mulai lagi, dari awal."

Sunghoon menatapnya dalam, dan untuk pertama kalinya, dia membalas senyum Wonyoung dengan tulus. Sejak saat itu, hubungan mereka perlahan berubah. Sunghoon yang dingin mulai membuka hatinya, dan Wonyoung tak pernah menyangka bahwa di balik sikap dingin Sunghoon, tersimpan perasaan yang hangat-perasaan yang lambat laun berubah menjadi cinta.

S E L E S A I

SNAPSHOTS IN TIME • JANGKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang