Di salah satu sudut kota Seoul, tepatnya di restoran kecil bernuansa vintage di daerah Gangnam, sekelompok teman sedang memantau dari jauh dua orang yang duduk di meja paling ujung. Mereka adalah Park Sunghoon dan Jang Wonyoung-dua orang yang, menurut semua orang, paling anti dengan segala urusan asmara.Sunghoon dikenal di kampus sebagai pria yang dingin dan terkesan tak tersentuh, lebih sering terlihat membaca buku atau sibuk dengan kegiatannya di klub skating daripada bergaul. Dalam urusan hati, dia sama sekali tak menunjukkan ketertarikan. Beberapa teman dekatnya bahkan bercanda, "Kalau kamu bisa buat Park Sunghoon tertarik soal cinta, kamu layak dapat penghargaan."
Sementara itu, Wonyoung adalah model muda yang namanya sedang naik daun, lebih suka tenggelam dalam dunia modeling-nya daripada berpikir soal cinta. Sejak kecil dia sudah terjun ke dunia fashion, dan di usia mudanya, dia bahkan telah tampil di berbagai fashion show ternama.
Teman-teman mereka-yang sudah lelah mendengar keluhan betapa anti asmara keduanya-akhirnya memutuskan untuk menjebak mereka dalam kencan buta. Dengan alasan sederhana bahwa keduanya "cocok" karena sama-sama tak tertarik pada cinta, mereka berharap kencan ini akan jadi pengalaman tak terlupakan untuk Sunghoon dan Wonyoung, apapun hasilnya.
---
Sunghoon tiba di restoran lebih dulu. Sambil melirik arlojinya, dia bertanya-tanya, untuk apa sebenarnya dia datang ke sini. Namun, rasa penasaran membuatnya bertahan, meskipun seluruh dirinya berteriak bahwa ini mungkin buang-buang waktu.
Tak lama, pintu restoran terbuka, dan seorang wanita jangkung berambut hitam masuk. Mata Sunghoon menangkap sosok itu, dan dia mengenalinya dari foto yang pernah dilihat di sosial media teman-temannya. Jang Wonyoung, sang model.
Dengan langkah percaya diri, Wonyoung berjalan mendekat dan duduk di depannya. Dia menghela napas panjang, seolah sudah siap dengan berbagai alasan mengapa dia harus ada di sana.
"Park Sunghoon, kan?" tanyanya tanpa basa-basi.
Sunghoon mengangguk, senyum kecil tersungging di bibirnya. "Dan kamu Jang Wonyoung."
Wonyoung tersenyum singkat, tampak menilai sosok di depannya. "Kurasa teman-teman kita punya selera humor yang aneh. Mereka pikir menjodohkan dua orang yang tak tertarik dengan kencan adalah ide yang bagus."
Sunghoon mengangguk setuju, tak tertawa, tapi ada kilatan geli di matanya. "Mungkin mereka bosan mendengar keluhan kita soal betapa kita tak suka hal-hal seperti ini."
Keduanya terdiam sebentar, tak tahu harus memulai dari mana. Wonyoung menatap menu di tangannya, kemudian melirik Sunghoon. "Jadi... gimana kalau kita pesan makanan dulu saja?"
Sunghoon setuju, dan mereka memesan beberapa hidangan sederhana. Ketika makanan tiba, suasana mulai mencair. Wonyoung menyadari Sunghoon tipe orang yang lebih suka mendengarkan daripada berbicara, tapi setelah beberapa usaha, akhirnya dia berhasil mengajak Sunghoon sedikit lebih terbuka.
"Jadi," kata Wonyoung sambil mengaduk minumannya, "kenapa kamu nggak tertarik sama kencan atau asmara?"
Sunghoon tersenyum tipis, menatap ke arah lain sejenak. "Bukannya nggak tertarik, tapi kurasa aku belum menemukan alasan yang tepat untuk mengorbankan waktuku untuk itu. Ada banyak hal yang lebih penting dalam hidupku saat ini."
Wonyoung mengangguk, mengerti. "Sama. Aku juga selalu sibuk dengan jadwal modeling, dan aku belum merasa perlu menjalin hubungan. Lagipula, aku lebih suka menghabiskan waktuku untuk hal-hal yang benar-benar kuinginkan."
Sunghoon menatapnya lebih dalam kali ini, merasa ada sedikit kesamaan di antara mereka. "Kamu sudah lama di dunia modeling, kan?"
"Yup, sejak aku masih remaja," jawab Wonyoung. "Dunia modeling itu keras. Kadang, aku nggak punya banyak waktu untuk hal lain selain pekerjaan. Tapi, aku mencintai apa yang aku lakukan."
Sunghoon terkesan mendengar nada tekad dalam suaranya. "Kedengarannya seperti hidup yang penuh dedikasi. Nggak mudah bagi seseorang untuk bisa begitu fokus."
Wonyoung tersenyum. "Aku bisa bilang hal yang sama padamu. Kulihat kamu cukup serius dengan dunia akademikmu dan ice skating."
Sunghoon sedikit terkejut mendengar itu. "Kamu tahu tentang ice skating?"
"Aku pernah melihatmu di kompetisi kampus beberapa waktu lalu," jawab Wonyoung. "Aku tahu betapa sulitnya menjaga keseimbangan antara kuliah dan olahraga."
Percakapan mereka semakin mengalir. Obrolan yang semula terasa kaku berubah menjadi nyaman, dan mereka mulai saling berbagi cerita tentang kesibukan dan tantangan yang masing-masing hadapi.
---
Setelah beberapa jam berbincang, mereka keluar dari restoran bersama. Malam sudah larut, dan jalanan Gangnam tampak lengang. Mereka berjalan beriringan, menikmati hembusan angin malam yang sejuk.
"Jadi, apa yang akan kamu katakan ke teman-teman kita besok?" tanya Wonyoung sambil tersenyum.
Sunghoon berpikir sejenak, lalu tertawa. "Mungkin aku akan bilang bahwa kencan ini lebih baik dari yang kukira. Meskipun ini bukan kencan yang sesungguhnya."
Wonyoung tertawa, kemudian menatap Sunghoon. "Iya, aku setuju. Aku kira awalnya ini akan sangat membosankan. Tapi ternyata, kamu lebih menyenangkan dari yang kubayangkan."
Sunghoon merasa sedikit tersipu, namun tetap menjaga ekspresi datarnya. "Dan kamu juga tidak seperti yang aku bayangkan. Lebih... realistis dan berdedikasi."
Mereka terdiam lagi, tapi kali ini keheningan itu terasa hangat. Masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri, mungkin sedikit heran mengapa pertemuan singkat ini terasa begitu nyaman.
"Sunghoon," panggil Wonyoung pelan. "Menurutmu, kalau kita punya kesempatan lagi, maukah kamu menghabiskan waktu bersama?"
Sunghoon menatapnya dalam-dalam, mencoba membaca maksud dari pertanyaan itu. "Kalau itu bukan untuk kencan, aku akan dengan senang hati setuju."
Wonyoung tertawa kecil, mengangguk setuju. "Deal. Jadi teman dulu, oke?"
"Oke," jawab Sunghoon sambil tersenyum. "Teman."
Mereka berdua berjalan bersama sampai di perempatan jalan, di mana mereka harus berpisah arah untuk pulang. Sebelum berpisah, Wonyoung melambaikan tangan. "Sampai jumpa, Sunghoon. Terima kasih untuk malam ini."
Sunghoon hanya mengangguk, senyum kecil menghiasi wajahnya. "Sampai jumpa, Wonyoung."
Ketika mereka berjalan menjauh, masing-masing merasa ada sesuatu yang berbeda di dalam hati mereka. Mereka tidak tahu apakah itu cinta atau sekadar kehangatan dari pertemuan singkat, tapi yang pasti, malam itu mengubah pandangan mereka tentang asmara.
Mungkin bukan cinta di balik kencan buta itu, tapi benih dari sebuah persahabatan yang tulus-dan siapa yang tahu ke mana arah persahabatan itu akan membawa mereka?
————S E L E S A I————
KAMU SEDANG MEMBACA
SNAPSHOTS IN TIME • JANGKKU
Teen Fiction"Bayangkan setiap bab seperti satu foto, masing-masing dengan cerita, warna, dan emosinya sendiri. 'Snapshots in Time' menghadirkan kisah-kisah yang berdiri sendiri, namun masing-masing meninggalkan gema, mengingatkan kita akan momen berharga dalam...