Primadona Yonsei

26 16 0
                                    

Di Yonsei University, Jang Wonyoung adalah sosok yang selalu dibicarakan. Putri keluarga konglomerat yang menguasai bisnis teknologi, Wonyoung tumbuh sebagai wanita yang mempesona—kaya, cantik, dan pintar. Semua orang mengenalnya sebagai primadona kampus, bahkan jauh sebelum dia menjejakkan kaki di universitas ini. Satu hal yang membuat namanya lebih terkenal lagi: reputasinya sebagai playgirl yang suka bergonta-ganti pasangan. Tak terhitung berapa banyak lelaki yang datang dan pergi dalam hidupnya, tapi satu hal yang pasti, tak ada yang bertahan lama di sisinya.

---

Suatu siang yang cerah, Wonyoung berjalan santai di koridor gedung kampus sambil memeriksa ponselnya, tak menyadari seseorang berjalan cepat dari arah berlawanan.

Bruak!

Wonyoung menabrak sosok tinggi yang membawa tumpukan buku tebal. Buku-buku itu berserakan di lantai, membuat beberapa mahasiswa di sekitar mereka menoleh.

“Oh, maaf! Aku nggak lihat kamu,” ujar Wonyoung sambil buru-buru berjongkok, membantu mengumpulkan buku-buku yang jatuh.

Pria itu mengangkat kepalanya, sekilas menatap Wonyoung dengan ekspresi datar. "Nggak apa-apa," jawabnya singkat.

Wonyoung merasa terkejut dengan tatapannya. Bukannya merasa gugup atau tersipu seperti kebanyakan lelaki yang dia temui, pria ini hanya terlihat... dingin. Setelah mengumpulkan buku-bukunya, pria itu bangkit dan berbalik tanpa sepatah kata pun.

"Hey, tunggu," panggil Wonyoung.

Pria itu berhenti, berbalik dengan ekspresi yang tak berubah. "Ada apa?"

Wonyoung tersenyum tipis. "Namaku Jang Wonyoung. Kamu siapa?"

Pria itu terlihat tak terkesan. "Park Sunghoon," jawabnya sebelum kembali berbalik dan pergi tanpa melihat ke belakang.

Wonyoung terpana, tidak terbiasa diabaikan begitu saja. Park Sunghoon, ya? pikirnya. Wonyoung tak tahu kenapa, tapi ada sesuatu yang membuatnya penasaran dengan Sunghoon, mahasiswa baru yang tak terpesona sama sekali padanya.

---

Beberapa hari kemudian, Wonyoung sengaja mencari informasi tentang Sunghoon. Dia mengetahui bahwa Sunghoon adalah mahasiswa baru jurusan Ekonomi dan berasal dari keluarga biasa, jauh dari gemerlap kehidupan elit seperti dirinya. Dia terkenal sebagai sosok pendiam dan serius, menghabiskan sebagian besar waktunya di perpustakaan atau menghadiri kelas tanpa banyak interaksi sosial.

Keesokan harinya, Wonyoung memutuskan untuk mendekati Sunghoon lagi. Dia menemukannya di perpustakaan, duduk sendirian dengan buku-buku ekonomi terbuka di depannya. Dengan penuh percaya diri, Wonyoung berjalan mendekat dan duduk di kursi sebelahnya.

"Hai, Park Sunghoon," sapa Wonyoung sambil menyeringai.

Sunghoon mengangkat wajahnya dan menatapnya tanpa ekspresi. "Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Kamu tidak senang bertemu denganku?" Wonyoung tersenyum ramah, mencoba memancing respons. "Aku cuma mau kenal kamu lebih baik. Kamu mahasiswa baru, kan? Gimana rasanya di Yonsei?"

Sunghoon melirik sebentar sebelum menunduk kembali ke bukunya. "Rasanya biasa saja. Aku di sini untuk belajar, bukan untuk bersosialisasi."

Wonyoung terkejut. "Wah, serius amat, sih! Kamu nggak tertarik buat punya teman?"

Sunghoon menghela napas, sedikit terganggu. "Aku nggak butuh teman. Dan maaf, aku lagi sibuk sekarang."

Wonyoung merasa ditantang. Bukannya merasa terhina, dia malah semakin penasaran. "Bolehkah aku ikut belajar sama kamu?" tanyanya tanpa ragu.

Sunghoon hanya diam sejenak, lalu mengangguk setuju, meski terlihat enggan.

---

Hari demi hari berlalu, Wonyoung mulai sering duduk bersama Sunghoon di perpustakaan. Awalnya, Sunghoon menunjukkan ketidakpedulian, tetap sibuk dengan bacaannya tanpa banyak menghiraukan Wonyoung. Tapi perlahan, mereka mulai mengobrol tentang topik-topik ringan, dari mata kuliah hingga tempat makan favorit di sekitar kampus. Wonyoung, yang biasanya selalu penuh canda dan menggoda, kali ini merasa nyaman menjadi dirinya yang lebih tenang saat bersama Sunghoon.

Namun, tak lama kemudian, rumor mulai menyebar di kampus tentang kedekatan mereka. Salah satu teman Wonyoung, Jiho, memperingatkannya.

"Wonyoung, kamu serius deket sama Sunghoon?" tanya Jiho saat mereka duduk di kafe kampus.

"Kenapa memangnya?" jawab Wonyoung acuh tak acuh.

"Dia beda dari cowok-cowok yang biasanya kamu kencani. Serius, Wonyoung, kamu yakin mau dekat sama dia?"

Wonyoung menghela napas. "Aku cuma mau berteman sama dia, kok."

Jiho tersenyum sinis. "Jangan bohong. Kamu nggak pernah cuma berteman sama cowok."

Perkataan Jiho terngiang di kepala Wonyoung. Malam itu, dia duduk merenung di kamarnya. Kenapa aku merasa berbeda saat bersama Sunghoon? Apa aku benar-benar hanya ingin berteman?

---

Di sisi lain, Sunghoon juga mulai merasakan perbedaan. Kehadiran Wonyoung, meski tak pernah dia akui, membuatnya merasa sedikit lebih hidup. Tetapi dia tetap mempertahankan sikap dinginnya, tak ingin terjebak dalam permainan yang biasa Wonyoung lakukan pada pria-pria lain.

Suatu malam, Wonyoung dan Sunghoon bertemu di depan gedung fakultas setelah kelas malam selesai. Wonyoung tampak ragu sebelum akhirnya mengumpulkan keberanian untuk bicara.

"Sunghoon, boleh aku tanya sesuatu?"

Sunghoon menatapnya sejenak, lalu mengangguk.

"Kamu tahu reputasiku, kan? Tentang... pacarku yang sering berganti," kata Wonyoung dengan suara pelan.

Sunghoon mengangguk. "Iya, aku dengar."

"Apa itu membuatmu menjauhiku?" Wonyoung menatapnya dengan cemas. "Aku tahu, kamu mungkin berpikir aku cuma main-main. Tapi… kali ini, aku ingin serius."

Sunghoon terdiam, merenung sebelum menjawab, "Kamu jujur, itu hal yang sulit dilakukan. Tapi menurutku, yang lebih penting adalah bagaimana kamu menunjukkan perubahan."

Wonyoung menunduk. "Aku takut sendirian, Sunghoon. Aku terbiasa berada di sekitar orang-orang, meski aku tahu hubungan itu nggak akan bertahan lama."

Sunghoon menarik napas dalam. "Kamu nggak perlu membuktikan apa-apa ke orang lain. Jika kamu memang ingin dekat dengan seseorang, jadilah dirimu sendiri. Kalau kamu cuma berpura-pura, hubungan apa pun nggak akan berarti."

Wonyoung tersenyum tipis. "Dan kamu… nggak terpesona dengan semua ini?"

Sunghoon menggelengkan kepala, tersenyum simpul. "Kalau aku hanya melihatmu dari luar, mungkin iya. Tapi aku lebih ingin tahu siapa Jang Wonyoung yang sebenarnya."

Mendengar itu, Wonyoung merasa hatinya berdebar. Kali ini, dia merasakan sesuatu yang nyata—tanpa topeng dan tanpa permainan.

“Jadi, aku masih punya kesempatan untuk membuat kamu melihatku lebih dari sekadar playgirl?” tanyanya pelan, namun penuh harap.

Sunghoon menatapnya dalam-dalam, lalu menjawab dengan tenang, "Kalau kamu siap untuk menjadi dirimu yang sesungguhnya, aku di sini untuk mengenal kamu lebih dalam."

---

Setelah percakapan itu, hubungan Wonyoung dan Sunghoon semakin dalam. Tak ada lagi permainan atau tipuan. Mereka saling mendukung dalam studi dan menghabiskan waktu bersama. Sunghoon menjadi seseorang yang mengisi kekosongan dalam diri Wonyoung, dan Wonyoung menemukan kenyamanan dan ketulusan yang selama ini dia cari.

Pada akhirnya, Jang Wonyoung menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya—bukan dari status, kekayaan, atau penampilan, tapi dari kehangatan dan ketulusan yang Sunghoon tawarkan. Mereka berdua menjadi sosok yang saling melengkapi, meninggalkan dunia permainan yang pernah membelenggu Wonyoung, untuk menemukan cinta yang lebih sejati dan bermakna.

————S E L E S A I————

SNAPSHOTS IN TIME • JANGKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang