The Soebandono Twins: Fame & Family

22 20 0
                                    


Di meja makan keluarga Soebandono, Vicky dan Ricky Soebandono sedang sarapan sambil cekcok kecil, seperti biasa. Mereka ini kembar yang terkenal di kampus, anak crazy rich dari James Soebandono. Pagi itu, mereka sudah mulai saling ledek soal acara penting yang bakal mereka datangi nanti malam.

“Rik, fix banget kamu mau pake baju itu ke acara charity Papa?” tanya Vicky sambil melirik outfit adiknya, cengengesan. “Ngerti nggak sih, itu acara, bukan mau cabut ke lapangan basket.”

Ricky mendengus, sambil ngunyah roti sambil ngegas, “Halah, nyantai kali, Kak. Nggak semua orang peduli penampilan kayak kamu, ya.”

Vicky menaikkan alis, tersenyum mengejek, “Yakin nih mau kayak gitu? Kamu tuh sahabatnya Ben, Rik. Masa tampil kayak gitu, malu-maluin dia dong?”

Ricky langsung nyengir sambil balas tatapan Vicky. “Halah, ini tuh nggak ada hubungannya sama Ben. Lagian, Kakak dari kapan jago fashion sih, cuma gara-gara pacaran sama Ben?” ucapnya sambil ngakak.

James, yang duduk di ujung meja, cuma geleng-geleng kepala sambil nahan ketawa. Perdebatan kayak gini udah jadi sarapan biasa di keluarga mereka, dan meski anak-anaknya sering ribut, ia tahu mereka selalu saling peduli.

“Eh, eh, udah, udah…” ujar James, mencoba mediasi. “Nggak usah pada ribut soal baju. Yang penting, kalian nyaman tapi tetep sopan buat acaranya, oke?”

Vicky mengangguk tapi masih melirik Ricky dengan gaya sinis. “Yah, asalkan adik saya ini nggak dateng pakai celana olahraga, kayaknya aman-aman aja.”

Ricky langsung pasang wajah mencibir. “Udahlah, Kak, santai. Aku ini bukan kamu yang harus kelihatan wah di depan Ben, ye kan?”

Vicky langsung blushing, nggak nyangka Ricky bawa-bawa Ben lagi. “Alaah, kamu tuh sebutin Ben mulu dari tadi. Cemburu ya, pacarku tuh sahabat kamu?”

Ricky ngegas, sambil ngelirik ke piringnya. “Bukan gitu kali… cuma nggak mau kamu bikin hidup dia makin repot aja!”

Vicky ngakak kecil, merasa menang. James, yang nyimak sambil senyum-senyum sendiri, ikut ketawa. Debat kecil ini udah kayak rutinitas di rumah, dan buatnya, ngeliat anak-anaknya gini bikin suasana rumah makin hidup.

Tiba-tiba, Ben muncul di ambang pintu ruang makan. “Eh, pada ngumpul nih!” Ben menyapa sambil nyengir ke semua orang, dan langsung bikin Ricky berdiri sambil melambai. “Bro, masuk aja sini!”

Ben, udah biasa sama suasana ribut keluarga Soebandono, nyantai aja masuk. “Hai, Om James, Vick, Rik…” katanya sambil melirik Vicky dan Ricky. “Duh, ribut apaan pagi-pagi?”

“Ini, Ricky nggak ngerti soal outfit yang pantes,” jawab Vicky cepat-cepat sambil ngegas ke Ricky. “Ben, tolong deh ajarin dia gaya yang bener!”

Ben ngakak, ngelirik Ricky yang udah ketawa juga. “Tenang aja, sayang. Ricky udah keren kok, dengan gayanya sendiri. Yang penting, dia orangnya baik hati.”

Ricky tepuk bahu Ben sambil ketawa lebar. “Tuh, Kak, denger! Sahabat gue aja bilang gitu.”

Vicky cuma mengangkat bahu sambil nyengir tipis. Meskipun debat kecil nggak ada habisnya, dia tahu Ricky emang punya pesona yang nggak bisa diremehin, bahkan kalau gaya outfit-nya nggak kayak yang dia mau.

James, yang ngeliat ketiganya bercanda, merasa terharu. Meski kadang beda pendapat, anak-anaknya tetep dekat, dan punya lingkaran pertemanan yang solid. Baginya, kekayaan terbesar adalah melihat si kembar tumbuh dengan orang-orang yang mereka sayangi.

Setelah semua ledekan dan ketawa itu, mereka bertiga siap berangkat bareng ke acara. Sepanjang jalan, Ricky dan Vicky terus saling ledek, Ben cuma ketawa aja liat tingkah mereka. Di dalam mobil, suasana keluarga Soebandono tetap hangat dan rame, penuh keakraban dan cinta yang selalu jadi kekuatan mereka.

S E L E S A I

SNAPSHOTS IN TIME • JANGKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang