Hari ini Gracia telah kembali ke kost dan tentu saja di jemput oleh Shani. Kini mereka duduk di ruang makan dengan Olla, Azizi dan Lulu. Mereka mengobrol ringan hingga masuk ke pembahasan yang sedikit sensitif yaitu alasan Shani dan Gracia wisuda di semester 9.
"Aku dulunya Presiden Mahasiswa jadinya agak diundur untuk lulus, dan ternyata perusahaan tempat penelitian aku itu susah untuk dihubungi atau untuk ditemui. Tapi aku tetep ngejar. Sampe akhirnya skripsi aku udah jadi tapi aku menunda sidang karna satu dan lain hal."tutur Shani menceritakan tentang alasan mengapa dirinya sangat lambat dalam kelulusan.
"Aku bulan kemarin mulai bimbingan lagi untuk mematengkan aja."
"Tapi aku mau nyinggung Presma deh, kok Cici bisa naik? Bukannya gimana-gimana sih tapi di kampus tuh anti banget gak sih sama pemimpin perempuan?"tanya Lulu.
Shani mengangguk, "Bener, itu aku pas ajuin juga banyak yang gak setuju tapi karna aku ikut Bem dari awal, dan diamanahin untuk jadi Menteri Koordinator. Sampe akhirnya ada temen aku ajuin untuk jadiin aku Presma. Sempet nolak tapi ya sebenernya aku juga pengen sih."
"Sebelum aku mengajukan untuk naik, aku minta pendapat temen BEM dulu. Yah ada lah yang gak setuju karna aku perempuan yang sehebat apapun tentu punya keterbatasan. Tapi, aku bisa yakinin mereka kalo aku bisa setara sama pemimpin laki-laki."
Lulu dan Olla bertepuk tangan dengan riang, "Hidup perempuan melawan!!!"seru Olla dengan tangan yang mengepal dengan erat.
Shani tertawa kecil, "Alhamdulillah banget selama satu periode menjabat, aku dapat banyak apresiasi atas kinerja aku dan temen-temen aku di BEM sangat memuaskan."
Gracia mencibir, "Tapi dibalik itu semua, awal-awal kamu naik banyak yang hujat kamu. Kamu lupa kalo kamu sampe nangis seharian di kamar?"ejek Gracia yang membuat Shani tertawa.
"Ya itukan termasuk ke konsekuensi aku terpilih—"
Shani menatap lekat ke arah Lulu, Olla dan melirik sekilas ke arah Azizi yang sedang mengelus kucing yang ada di atas meja, "Seminggu setelah aku resmi jadi Presma, instagram aku rame banget yang hujat. Tapi, daripada menghujat, lebih ke mempertanyakan kemampuan aku apakah bisa atau engga."
"Dan setiap malem juga aku selalu nangis hahaha."
"Iyaa! Dia dari pagi di luar gitu kan sama BEM trus pulang jam dua belas malem misalnya, tuh nanti dia langsung nangis di kamar sampe ketiduran."sahut Gracia dengan wajah tengilnya.
"Yah gimana, aku selalu diremehin. Selalu dianggap perempuan engga bisa memimpin. Padahal sama aja antara laki-laki dan perempuan ketika memimpin. Laki-laki memang punya kekuatan untuk angkat beban berat, bisa masuk ke segala obrolan, bisa berpikir objektif tanpa melibatkan perasaan. Tapi apa perempuan engga bisa melakukan hal yang sama?"
Olla tersenyum dan mengangguk, "Berasa lagi denger orasi gue."celetuk Olla dan menyuruh Shani untuk melanjutkan pembicaraannya.
"Menurut aku, apa yang laki-laki lakukan juga bisa dilakukan sama perempuan. Begitu juga sebaliknya, perempuan juga bisa melakukan apapun tanpa melibatkan perasaan. Bahkan cara berpikir perempuan lebih kompleks ketimbang laki-laki karna lebih kritis perempuan."
"Sebenernya kalo kita melibatkan perasaan itu ada baiknya gak sih Ci?"tanya Azizi menatap ke arah Shani.
"Ada, menurut aku perlu sedikit ya tapi harus tau mana yang harus pake perasaan sama engga. Contohnya, kalo mau lebih dekat ya gunain perasaan. Kita harus jadiin perasaan itu jembatan kita agar semakin dekat. Dengan perasaan, kita tau selama dia kerja tuh apa aja yang jadi keresahan dia, apa yang buat dia gak nyaman. Hingga kita bisa cari solusinya serta jadi pembuka kedekatan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kost Anggori
FanfictionBerawal dari saling senyum kini saling bertukar cerita. Semula hanya sebatas teman kost kini telah bermetamorfosis menjadi teman dekat. Yang kesepian kini mulai memiliki rasa nyaman, yang setiap hari nangis perlahan mulai tertawa, yang semula selalu...