Hari-hari berlalu, hubungan Bangchan dan Jisoo perlahan menunjukkan kemajuan yang positif. Meskipun Bangchan belum sepenuhnya membuka hatinya, ia berusaha keras untuk bersikap lebih terbuka dan hangat terhadap Jisoo.
Setiap kali mereka bertemu, ada sedikit kehangatan yang mulai tumbuh, dan meskipun kecil, itu adalah langkah yang berarti bagi keduanya.
Suatu malam, di apartemen Bangchan, Jisoo datang untuk makan malam. Mereka berbicara ringan, tertawa bersama, dan mulai merasa lebih nyaman satu sama lain.
Setelah makan malam, Jisoo duduk di sofa, sementara Bangchan membereskan meja. Saat Bangchan kembali ke ruang tamu, Jisoo memanggilnya, meminta Bangchan untuk duduk di sampingnya.
Bangchan menurut, duduk di sebelah Jisoo dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Ada keheningan sejenak di antara mereka, namun itu bukan keheningan yang canggung.
Perlahan, Jisoo mendekat, dan dengan lembut mencium bibir Bangchan. Ciuman itu tidak terburu-buru, hanya sentuhan lembut yang menunjukkan perasaan Jisoo padanya.
Bangchan, yang masih berada di tengah kebingungan dengan perasaannya, membalas ciuman itu—meskipun hanya sesaat. Dia menarik diri setelahnya, tidak ingin berlebihan atau memberikan harapan yang lebih pada Jisoo.
Matanya menatap Jisoo dengan raut sedikit ragu, namun Jisoo hanya tersenyum dengan pengertian.
"Aku mengerti, Chan," kata Jisoo lembut. "Kita tidak perlu terburu-buru. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku siap menunggumu, berapa lama pun itu."
Bangchan merasa lega, meskipun di satu sisi ia merasa bersalah karena belum bisa memberikan segalanya untuk Jisoo.
Namun, kesabaran Jisoo—sikapnya yang lembut dan pengertian—membuat Bangchan sedikit demi sedikit merasa lebih nyaman bersamanya. Dia beruntung memiliki seseorang seperti Jisoo yang begitu sabar dan memahami dirinya.
Meski hubungan mereka belum sempurna, Bangchan mulai menghargai kehadiran Jisoo dalam hidupnya. Setiap hari, ia berusaha lebih keras untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa perasaannya bisa berubah.
Dan meskipun perasaannya tidak akan tumbuh dalam sekejap, ada harapan bahwa suatu hari ia bisa benar-benar menerima Jisoo dengan sepenuh hati.
Waktu berlalu, dan hubungan mereka berjalan perlahan namun stabil. Setiap interaksi kecil, setiap momen bersama, sedikit demi sedikit mulai mengikis dinding yang dibangun Bangchan di sekeliling hatinya.
Jisoo, dengan kesabarannya, tetap bertahan di sisinya, menghargai setiap langkah kecil yang diambil oleh Bangchan.
***
Hari-hari berlalu dengan lambat, dan meskipun hubungan Bangchan dan Jisoo semakin membaik, ada sesuatu yang masih mengganjal di hati Bangchan.
Setiap kali dia bersama Jisoo, perasaan itu selalu datang—sebuah rasa bersalah yang tak bisa dia hindari. Meskipun dia mencoba untuk lebih terbuka dan menerima Jisoo, ada bagian dari dirinya yang tidak bisa melepaskan bayangan Felix.
Suatu malam, setelah mereka menghabiskan waktu bersama di restoran kecil di pinggir kota, Jisoo mengantarkan Bangchan kembali ke apartemennya.
Di sepanjang perjalanan, Jisoo terus berbicara tentang masa depan mereka, tentang harapan dan impian yang ingin dia capai bersama Bangchan.
Tetapi Bangchan hanya mendengarkan dengan diam, pikirannya melayang jauh.
Saat mereka tiba di depan pintu apartemen Bangchan, Jisoo berbalik, menatapnya dengan mata penuh harapan.
"Chan, aku tahu ini sulit untukmu," katanya dengan suara lembut, namun ada ketegangan yang terselip di balik kata-katanya. "Tapi aku ingin kita berhasil. Aku ingin kita benar-benar bisa bahagia bersama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Cahaya yang Sama
WerewolfBangchan, pemuda pengusaha elektronik yang sukses, ia adalah sosok werewolf dan seorang alpha. Felix, seorang fotografer. Ia adalah sosok vampir, raut wajahnya yang dingin, dia tidak peka terhadap perasaannya karena telah lama mati. Mereka sepert...