Bangchan duduk di tepi tempat tidur hotel, matanya memandang kosong ke arah jendela yang gelap, sedangkan Jisoo tertidur dengan tenang di sebelahnya.
Bayangan Felix dan Hyunjin terus menghantui pikirannya sejak dia mengetahui bahwa mereka sudah terikat, baik secara supernatural maupun emosional.
Sakit hati yang Bangchan rasakan begitu mendalam, meski dia tahu bahwa perasaannya tidaklah benar. Felix bukan miliknya, dan sekarang, Felix sudah menemukan kebahagiaan bersama Hyunjin. Itu seharusnya cukup baginya untuk melepaskan.
Namun, di dalam hatinya, perasaan cinta yang selama ini dia pendam untuk Felix tak mudah hilang begitu saja. Meskipun dia berusaha keras untuk menerima kenyataan, bayang-bayang Felix selalu hadir di benaknya, membuatnya semakin sulit untuk merangkul masa depannya bersama Jisoo.
Bangchan menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan debaran hatinya yang resah. Dia melirik ke arah Jisoo, yang tertidur lelap di bawah selimut. Wanita yang kini menjadi tunangannya itu tidak bersalah.
Jisoo adalah pilihan keluarganya, dan Bangchan tahu dia harus bertanggung jawab atas keputusan yang sudah dia buat.
Rasa bersalah mulai merayap di hatinya, semakin kuat seiring waktu. Dia telah setuju dengan pertunangan ini, berharap bisa mengalihkan perasaannya terhadap Felix, namun kenyataannya malah membuat segalanya lebih rumit.
Jisoo selalu berusaha mendekatinya, mencoba menjadi pasangan yang baik dan pengertian. Namun, seberapa keras pun Bangchan mencoba, dia belum bisa membuka hatinya sepenuhnya untuk Jisoo.
Dia berdiri perlahan dari tempat tidur, berjalan ke jendela dan memandang ke luar. Dalam kesunyian malam, Bangchan merenung, berusaha keras untuk mengendalikan perasaannya.
Dia tahu ini tidak adil bagi Jisoo. Wanita itu berhak mendapatkan pria yang bisa mencintainya dengan tulus, bukan seseorang yang masih terjebak dengan bayang-bayang cinta yang tak bisa ia miliki.
Bangchan mengepalkan tangan, merasakan frustasi yang tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata. Dia tahu, pada akhirnya dia harus mengambil keputusan.
Apakah dia akan terus hidup dengan perasaan bersalah ini, atau mencoba membuka hatinya untuk Jisoo, meskipun itu berarti dia harus mengubur perasaannya terhadap Felix selamanya?
Saat pagi tiba, Bangchan merasa semakin bimbang. Jisoo terbangun dan tersenyum hangat kepadanya, tidak menyadari pergolakan batin yang Bangchan rasakan. Mereka berbicara dengan sopan, tetapi dalam hati, Bangchan merasa ada jarak yang sulit ia jembatani.
Hari-hari ke depan mungkin akan menjadi lebih sulit, tetapi Bangchan tahu dia harus menemukan caranya sendiri untuk melepaskan Felix dan menerima kenyataan bahwa hidupnya kini berbeda.
Jisoo pantas mendapatkan seseorang yang bisa mencintainya dengan sepenuh hati, dan Bangchan hanya bisa berharap bahwa suatu hari, dia akan mampu memberi Jisoo cinta yang dia layak terima.
Namun, saat ini, dia hanya bisa terus berjuang untuk menerima kenyataan dan mencari cara untuk berdamai dengan perasaannya sendiri.
Suatu malam, setelah beberapa bulan bertunangan, Jisoo duduk di tepi tempat tidur mereka, memandang Bangchan dengan tatapan yang penuh harap.
Di antara mereka berdua, ada ketegangan yang tidak terucap, sesuatu yang terus saja hadir di antara mereka meski tidak pernah dibicarakan.
Jisoo menginginkan lebih dari sekadar hubungan yang formal, dia ingin merasa dicintai, dihargai. Dia ingin merasakan keintiman yang seharusnya hadir antara dua orang yang bertunangan.
"Chan..." Jisoo mulai berbicara lembut, suaranya dipenuhi keinginan dan kejujuran yang telah lama dipendam. "Aku... ingin kita lebih dekat."
Bangchan menatapnya, hatinya merasa semakin berat. Dia tahu apa yang Jisoo inginkan, tapi perasaan di dalam dirinya membuatnya terpecah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Cahaya yang Sama
Lupi mannariBangchan, pemuda pengusaha elektronik yang sukses, ia adalah sosok werewolf dan seorang alpha. Felix, seorang fotografer. Ia adalah sosok vampir, raut wajahnya yang dingin, dia tidak peka terhadap perasaannya karena telah lama mati. Mereka sepert...