Pagi itu, Felix berlari di sepanjang jalan setapak taman yang sejuk, dengan niat mengalihkan pikirannya dari kerinduan yang terus mengganggu hatinya.
Suara kicau burung dan gemerisik dedaunan di antara pohon-pohon tinggi sedikit membantu menenangkan pikirannya, meskipun tetap saja, bayang-bayang Hyunjin masih membayang dalam pikirannya.
Setelah beberapa putaran, Felix berhenti, napasnya tersenggal-senggal. Dia menemukan bangku kosong di dekat kolam kecil, lalu duduk sambil mengelap keringat di dahinya dengan handuk kecil.
Felix mengambil botol minumnya, lalu meneguknya perlahan, menikmati kesegaran air yang mengalir di tenggorokannya.
Namun, tiba-tiba sebuah tepukan di punggungnya membuatnya tersedak. Air yang diminumnya hampir keluar dari hidung, dan dia mulai batuk hebat. Orang yang menepuknya terdengar kaget.
"Maaf, maaf! Astaga, Felix! Aku tidak bermaksud membuatmu tersedak!" Suara familiar itu terdengar penuh penyesalan.
Felix mengangkat wajahnya, sambil terus batuk-batuk kecil. Dia melihat sosok pria yang menepuk-nepuk punggungnya untuk membantu meredakan batuknya. Mata Felix melebar saat mengenali pria itu.
"Bangchan?" Felix berusaha berbicara meski masih tersengal-sengal.
Bangchan, yang juga tampak habis berolahraga dengan kaos olahraga dan wajah berkeringat, tersenyum kikuk. "Ya, maafkan aku. Aku tadi tidak sengaja menepukmu terlalu keras. Kau baik-baik saja?"
Felix mengangguk, meski masih berusaha menenangkan napasnya yang belum sepenuhnya stabil. "Aku... baik-baik saja. Kau di sini juga?"
Bangchan menggaruk tengkuknya dan duduk di samping Felix di bangku yang sama. "Ya, aku sering jogging di sini. Taman ini cukup dekat dengan apartemenku. Kau sendiri?"
"Aku juga sering ke sini," jawab Felix, meneguk sisa air di botolnya lebih hati-hati kali ini.
Mereka terdiam sejenak, hanya mendengar suara alam dan langkah-langkah para pelari lainnya yang lewat.
Felix menatap ke depan, merasakan sedikit ketegangan di antara mereka, meskipun sudah cukup lama sejak terakhir kali mereka berbicara dengan suasana seakrab ini.
"Kau... kelihatan lebih tenang," kata Bangchan tiba-tiba, memecah keheningan. "Bagaimana kabarmu? Apa semuanya baik-baik saja?"
Felix mengangguk, mengusap sisa keringat di lehernya dengan handuk kecil. "Ya, semuanya baik. Hyunjin sedang keluar kota, jadi aku hanya berusaha... menenangkan diri. Menunggu dia kembali."
Bangchan mengangguk, meskipun ada kilatan di matanya yang tidak bisa disembunyikan saat nama Hyunjin disebut. Namun, dia berusaha tetap tersenyum. "Itu bagus. Kau beruntung memiliki seseorang sepertinya."
Felix menatap Bangchan sejenak, mencoba mencari sesuatu di balik kata-katanya. "Bagaimana denganmu? Aku dengar pertunanganmu... selesai?"
Bangchan terdiam sesaat, lalu mengangguk perlahan. "Ya, aku dan Jisoo... kami memutuskan untuk mengakhirinya. Rasanya tidak adil untuk dia kalau aku tidak bisa memberinya yang seharusnya."
Felix merasa sedikit terkejut mendengar itu. Dia tahu Bangchan berusaha keras untuk menjalin hubungan dengan Jisoo, tapi tidak pernah menduga bahwa akhirnya mereka akan berpisah. "Maaf mendengarnya, Chan."
Bangchan tersenyum kecil, meski matanya menunjukkan sedikit kelelahan. "Tidak apa-apa. Ini keputusan yang tepat. Aku hanya butuh waktu untuk... memperbaiki diriku sendiri."
Felix menatapnya dengan simpati, dan tiba-tiba perasaan nostalgia muncul di hatinya. Bangchan, meskipun mereka sudah lama tidak sedekat dulu, selalu menjadi sosok yang penting baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dibawah Cahaya yang Sama
Hombres LoboBangchan, pemuda pengusaha elektronik yang sukses, ia adalah sosok werewolf dan seorang alpha. Felix, seorang fotografer. Ia adalah sosok vampir, raut wajahnya yang dingin, dia tidak peka terhadap perasaannya karena telah lama mati. Mereka sepert...