Hutan Karunji sunyi, hanya desir angin dan dedaunan yang bergesekan di antara pohon-pohon raksasa. Aku, Grace, berdiri di depan seorang pendekar Gryffindor Crews, Erine, yang memegang pedang panjang dengan aura gelap menyelimuti bilahnya. Matanya tajam, penuh kebencian, seolah aku adalah mangsa berikutnya.
Erine: (dingin) "Kau seharusnya tidak ada di sini. Orang seperti kau hanya akan mempermalukan nama 48Hogwarts."
Aku menelan ludah, mencoba menenangkan detak jantungku yang memacu. Aku tahu Erine bukan lawan yang mudah. Sejak awal, aku sudah mendengar cerita tentang kekuatan pedangnya yang bisa membelah tanah hanya dengan satu tebasan.
Grace: (menantang) "Kalau begitu, kau salah. Aku di sini untuk menghentikan kalian. Dan aku tidak akan mundur."
Erine tersenyum sinis sebelum mengangkat pedangnya. "Baiklah. Aku akan memastikan kau menyesali keberanian bodohmu."
Sebelum aku sempat merapal mantra, Erine sudah bergerak. Dalam sekejap, dia melompat dengan kecepatan luar biasa, pedangnya mengarah lurus ke dadaku. Aku hanya bisa menghindar, nyaris kehilangan keseimbangan.
Tanah tempat dia mendarat langsung retak, menciptakan kawah kecil. Gelombang kejutnya membuat tubuhku terdorong mundur.
Erine: (mengejek) "Apa kau hanya bisa menghindar? Mana keberanianmu tadi?"
Aku menggertakkan gigi, mengangkat tongkat sihirku. “Kau belum melihat apa yang bisa kulakukan!”
Aku merapal mantra, menciptakan bola api besar yang melesat ke arahnya. Tapi dengan mudah, dia mengayunkan pedangnya, membelah bola api itu menjadi dua sebelum lenyap di udara.
Grace: (berbisik pada diri sendiri) "Dia jauh lebih kuat dari yang kuduga..."
Kebangkitan Kekuatan Grace
Aku tahu aku tidak bisa menghadapinya hanya dengan serangan biasa. Aku menutup mataku, menarik napas dalam-dalam, mencoba merasakan energi sihir di sekitarku. Dalam hati, aku memikirkan semua latihan yang telah kulalui bersama Christy dan yang lainnya.
Erine, yang melihatku diam, langsung meluncur ke arahku lagi, mencoba menghabisiku dengan satu serangan tebasan horizontal. Tapi kali ini, aku membuka mata dan memblokir serangannya dengan perisai sihir bercahaya biru.
Erine: (terkejut) "Hah?!"
Aku memanfaatkan momen itu untuk menyerang balik. Dengan mantra sihir angin, aku menciptakan pusaran besar yang mendorongnya mundur. Tanah bergemuruh saat angin kencang menghantam Erine, membuatnya terpaksa melompat ke belakang untuk menghindar.
Grace: (tersenyum tipis) "Kau pikir aku hanya seorang amatir? Kau salah besar."
Pertarungan kami semakin intens. Aku meluncurkan berbagai serangan api, es, dan petir—sementara Erine membalas dengan tebasan pedangnya yang menghasilkan gelombang energi gelap. Setiap kali aku berhasil menyerangnya, dia selalu bangkit kembali dengan kekuatan yang seolah tidak habis-habisnya.
Erine: (berteriak) "Kekuatanmu memang mengesankan. Tapi itu tidak cukup untuk mengalahkanku!"
Dia melompat ke udara, mengayunkan pedangnya ke bawah. Gelombang energi besar meluncur ke arahku, membelah tanah dan menciptakan jurang kecil di tempat aku berdiri. Aku melompat ke samping, nyaris terjatuh.
Aku tahu aku tidak bisa bertahan lama. Kekuatan sihirku mulai melemah, dan luka-luka kecil di tubuhku semakin membuatku sulit bergerak. Tapi aku tidak bisa menyerah.
Grace: (dalam hati) "Aku tidak bisa kalah di sini. Semua orang bergantung padaku."
Aku mengangkat tongkatku, mengerahkan seluruh kekuatanku untuk menciptakan mantra terakhir.
Namun, sebelum aku bisa menyelesaikan mantraku, Erine muncul di depanku dengan kecepatan luar biasa. Dia menendang tongkat sihirku, membuatnya terlempar jauh.
Erine: (dingin) "Sudah kubilang, kau tidak bisa menang."
Dia mengangkat pedangnya, bersiap untuk memberikan serangan terakhir. Aku hanya bisa menatapnya, tubuhku tidak mampu bergerak lagi.
Tepat saat pedangnya hampir menyentuhku, sebuah cakram bercahaya biru meluncur, menangkis serangan itu. Aku menoleh dan melihat Oline berdiri di samping Hillary, wajahnya penuh determinasi.
Oline: (tegas) "Cukup, Erine! Ini sudah berakhir."
Erine mundur beberapa langkah, menatap Oline dengan ekspresi campur aduk.
Erine: (terkejut) "Oline... Kenapa kau ada di sini?"
Oline: (lembut) "Aku ada di sini untuk menghentikanmu. Ini bukan jalan yang seharusnya kau pilih, Erine."
Aku terdiam, memperhatikan mereka berdua. Ada sesuatu yang berbeda dalam cara mereka berbicara, seolah ada hubungan mendalam di antara mereka.
Erine: (menggeram) "Kau tidak mengerti! Aku melakukan ini untuk melindungimu, Oline! Callista memberiku kekuatan untuk melindungi apa yang tersisa dari kerajaan kita."
Oline: (menahan emosi) "Tidak ada yang tersisa, Erine! Callista menghancurkan kerajaan kita, keluarga kita. Kau hanya dimanfaatkan olehnya."
Erine menatap Oline dengan penuh rasa sakit. "Aku tidak peduli siapa yang menghancurkan kerajaan kita. Yang aku tahu, aku tidak bisa kehilanganmu lagi."
Oline: (tegas) "Kalau begitu, berhentilah bertarung untuk Callista. Berhenti melawan kami. Kita bisa memperbaiki semuanya bersama."
Erine akhirnya menurunkan pedangnya. "Aku tidak tahu lagi apa yang benar atau salah... Tapi aku akan percaya padamu, Oline."
Hillary dan aku mendekati mereka. Aku bisa melihat rasa lega di wajah Oline, tapi juga kepedihan atas apa yang telah mereka lalui.
Grace: "Kita tidak punya waktu. Christy sedang melawan Callista, dan dia membutuhkan kita."
Kami semua saling bertukar pandang, lalu berlari bersama menuju medan perang berikutnya. Pertempuran yang lebih besar masih menunggu kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic Hour
FantasyThe Magic Hour adalah kisah fantasi tentang Angelina Christy, seorang gadis dengan potensi sihir besar, yang menjelajahi dunia magis penuh misteri dan bahaya. Bersama teman-temannya, ia menghadapi ujian berat, mengungkap rahasia besar, dan melawan k...