22 | Bait

175 51 37
                                    

Setelah kepergian sang nenek, Sugyon sedikit murung. Ia juga menjadi lebih dingin dari biasanya. Damaya pun melihat perubahan yang signifikan dari pria itu. Beberapa hari ini Sugyon tidak menemui Damaya sama sekali, ia hanya sibuk mengurus beberapa perihal kepentingan negara.

Bahkan kabar muntah-muntah Damaya pun diabaikan oleh Sugyon, pria itu menjadi lebih sibuk. Tak seperti biasanya yang jika mendapatkan laporan sakit dari gadisnya itu Sugyon langsung meninggalkan apapun kesibukannya, tetapi kali ini berbeda.

"Damaya, kenapa ya yang mulia raja tampak berbeda akhir-akhir ini. Semenjak kepergian nenek suri, yang mulia jadi jarang makan dan jarang tidur" cicit Mung Woo sembari menyisir rambut Damaya.

"Aku juga tidak tau, kalau kau penasaran kenapa tidak tanya padanya saja!" balas Damaya kesal. Pasalnya ia juga merasa gelisah, apakah Sugyon menaruh rasa curiga padanya? Tapi tidak mungkin rencananya diketahui oleh Sugyon karena ia sudah menyiapkan dengan sangat baik malam itu.

"Atau jangan-jangan yang mulia sudah bosan padamu, itulah kenapa kau di campakkan!" Mung Woo semakin menyulut api dalam hati Damaya.

"Dia tidak akan bisa berpaling dariku Mung Woo, dia itu cinta mati padaku"

"Cih, kau itu siapa, ingat posisimu sama denganku, hanya seorang pelayan. Tidak mungkin raja akan terus membersamai seorang pelayan. Cih, sisirlah sendiri rambutmu. Kalau kau tidak jadi permaisuri kerajaan ini aku pun akan tetap jadi kacung yang tidak beruntung" ucap Mung Woo sembari menyingkir, meninggalkan Damaya seorang diri yang kini pikirannya semakin berkecamuk.

Kenapa jeonha menghindariku? Tidak mungkin kalau tidak ada sebabnya. Batin Damaya bergejolak mencari-cari sendiri alasan Sugyon menjauhinya.

Tak mau semakin lama berprasangka, Damaya mendatangi kamar raja malam itu, berusaha mengais alasan yang menjadi penyebab renggangnya komunikasi diantara mereka.

"Jeonha, pelayan Damaya ada di sini" ucap pelayan yang berada di depan kamar raja.

"Beri izin masuk"

"Ye, jeonha" sang pelayan membukakan pintu, Damaya pun langsung nyelonong masuk begitu saja.

Langkah Damaya pelan seiring dengan matanya yang mulai berkaca-kaca sebab rasa kerinduan tak bersua beberapa hari ini. Tidak dipungkiri Damaya teramat merindukan Sugyon walaupun ia mencoba meyakinkan diri untuk baik-baik saja tanpanya. Namun, saat melihat pria itu lagi, air matanya turun sebagai lampiasan rasa sesak dalam rongga dadanya. 

Sugyon tidak bereaksi apapun, melainkan masih sibuk dengan lembaran-lembaran kertas dan tinta yang berada di atas mejanya.

"Jeonha" panggil Damaya lirih setelah ia berhenti di jarak yang cukup jauh, Damaya berada di posisi dimana orang-orang duduk ketika menemui raja di kamarnya.

Sugyon berusaha mengabaikan panggilan gadisnya walaupun dalam batinnya tak kalah menyakitkan.

"Aku sedang sibuk beberapa hari ini, setelah perdana menteri menghilang aku kewalahan mengurus kerajaan" ucap Sugyon dingin, sehingga Damaya hanya bisa menunduk paham.

"Mau ku ambilkan teh jahe atau sesuatu yang mungkin bisa membuatmu merasa lebih baik?" tawar Damaya dengan nada canggung. Selama ini ia terbiasa dengan pujaan, perlakuan manis, dan terus disirami dengan cinta sebanyak-banyaknya dari raja. Sehingga situasi ini menjadi terasa sedikit melukai hatinya.

"Aku bisa memintanya pada pelayan kalau aku ingin, tidak perlu repot untuk mengurusku. Tidurlah ini sudah malam, pekerjaanku masih banyak, tidak baik wanita hamil tidur terlalu larut" balas Sugyon yang masih saja terdengar dingin.

Damaya tak bergeming, masih berusaha menerima ketidaknyamanan dalam hatinya atas perlakuan raja padanya. Sugyon sedikitpun tak melirik gadis itu, matanya menatap lembaran kertas walaupun ujung pensilnya sama sekali tidak menyentuh lembaran kertas sedikitpun.

MajestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang