11 | Openly

297 82 47
                                    

Damaya mulai mengedarkan pandangan, dan ia dibuat terkejut saat nenek suri dan permaisuri yang sudah berada di sana, memperhatikan dua manusia yang telah melakukan perzinahan itu.

"Daewang daebi mama!" Damaya panik bukan kepalang, ia langsung menekan erat kain yang melapisi tubuh polos keduanya, seraya menyalangkan tatapan ketakutan.

"Wanita kurang ajar, keluar kau!!!" Nenek suri berteriak, dan meremat hanbok zirah yang ia kenakan untuk meredam emosinya.

Namun Sugyon bukannya ikut panik, ia justru memeluk Damaya erat ditengah situasi yang menegangkan tersebut, ia bahkan mengecupi pundak Damaya, sehingga gadis itu berusaha menyingkirkan sang raja.

"Halmoni, kenapa berteriak sepagi ini, tidakkah kau harusnya menunggu diluar saja" katanya dengan suara serak-serak berat yang akan membuat para reader semakin berserakan saat membayangkannya.

Biasanya dalam silsilah panggilan bagi keluarga kerajaan, yang mulia raja seharusnya tidak di perbolehkan memanggil nenek suri dengan panggilan halmoni walaupun nenek suri merupakan neneknya sendiri, tetapi semenjak ibu raja meninggal dunia, yang pada saat itu Sugyon masih berumur sepuluh tahun, nenek suri memperbolehkan memanggil halmoni saat hanya berdua saja, lantaran nenek suri ingin lebih dekat dengan cucunya.

"Jusang!" Nenek suri benar-benar tidak habis pikir bagaimana bisa sang raja dengan santainya masih bermesrahan dengan seorang pelayan rendahan itu dan bahkan di depan permaisuri yang baru di nikahinya kemarin.

"Tolong keluarlah, kami harus berpakaian" sahut Sugyon lagi dengan wajah tanpa bersalah. Kim Hwara benar-benar kesal dibuatnya, sehingga tanpa mengeluarkan sepatah kata pun ia keluar dari kamar raja. Nenek suri langsung mengekor dengan wajah khawatir, sehingga kini hanya ada gadis yang ketakutan dan sang raja yang justru hanya tersenyum saja.

"Habislah aku yang mulia.. bagaimana ini!!!" Damaya semakin kalang kabut. Ia panik bukan kepalang.

"Hey, tidak akan terjadi apapun sayang, percayalah" Sugyon justru terlihat sangat tenang dan tidak menunjukkan kepanikan sama sekali. Ntah apa yang sudah ia rencanakan.

"Bagaimana bisa kau berucap demikian jeonha, kau tidak melihat bagaimana cara nenek suri dan permaisuri menatapku dengan penuh kemarahan? Bagaimana kalau setelah ini aku akan di berikan hukuman cambuk?!" Seru Damaya lagi dengan panik.

"Itu tidak akan terjadi!" Sugyon menangkap wajah kecil cantik sang gadis dan berusaha menenangkannya, lalu hendak mengecup bibir Damaya sekali lagi namun gadis itu memundurkan diri.

"Ini bukan waktunya bermain-main yang mulia, bagaimana kalau ini menjadi rumor yang bisa memakzulkan dirimu? Astaga, pasti aku akan di hukum cambuk sampai mati" tutur Damaya, dengan wajah tak tenang.

"Itu tidak akan pernah terjadi selama kau bersamaku" pria itu mengelusi surai Damaya selagi masih berusaha membuat gadisnya tidak panik.

"Sekarang kita harus mandi, dan setelah itu kita temui nenek suri"

"Tapi yang mulia, bagaimana kalau...!"

"Tidak ada tapi-tapi, di sini aku rajanya jadi kau harus patuh padaku, paham?" Sugyon langsung mengangkat tubuh Damaya dan membawanya ketempat pemandian miliknya.

"Turunkan aku yang mulia, ini bukan waktunya bermain-main, aku tidak mau mati disini!" Damaya memberontak dan memukuli pundak Sugyon, akan tetapi bukannya pria itu marah, ia justru melumat bibir kecil milik gadisnya penuh gairah.

"Jangan cerewet!" titah sang raja semakin menekan bibir Damaya. Sehingga gadis itu terdiam, ia benar-benar jatuh dalam kuasa sang raja.

Berbeda situasi dengan Kim Hwara yang kini tengah menangis tersedu-sedu sedangkan nenek Suri dalam suasana kemarahan yang memuncak, bisa-bisanya yang mulia raja tidur dengan pelayan di malam yang seharusnya adalah malam pertamanya dengan permaisuri.

MajestyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang