Chapter 16 - Rollercoaster

63 9 4
                                    

Halooo. Ketemu lagi sama Author.

Maaf telat update hehe Stuck nih... 😭 semoga chapter ini membalas kerinduan kalian sama Nayfa, Geraldi, dan Rezaldi. Doakan semoga proses nulisnya lancar yaaa 🤗🙏🏻

Happy reading

I hope you like it 💛💛💛

Jangan lupa klik love, komen, dan share ke temen-temen kalian yaaa 🤗💕💕💕💕

With love,

Awan Teduh

Tiktok @your.awanteduh23

🌻🌻🌻🌻

"Kamu udah siap buat cerita?" tanya Zia dengan kedua tangan yang ia taruh di bahu Nayfa. Ditatapnya sahabatnya itu lekat-lekat.

Mata Nayfa terlihat sembap dan masih berkaca-kaca, namun kini ia sudah bisa menguasai dirinya sendiri. Lantas ia pun menceritakan kegundahan hati yang dipendamnya selama akhir-akhir ini.

"Menurut kamu aku harus gimana, ya, Zi? Aku tuh ngerasa ada yang berubah di diri Rezaldi. Tiap aku ngeliat dia, nggak tahu kenapa aku tuh ngerasa kayak ada yang beda aja gitu. Apa ini 'sinyal', ya?"

"Emmm, gimana, ya. Kamu udah coba tanya langsung ke dia?" tanya Zia.

Nayfa menggelengkan kepala dan berkata,"Belum, Zi. Kasih aku saran, dong. Aku harus gimana?"

"Saran dari aku, sih mending kamu tanya langsung aja, deh... atau kamu chat dia duluan."

"Kamu, kan tahu aku nggak suka nge-chat duluan, Zi. Aku takut ganggu dia, jadinya aku lebih baik nunggu dia chat duluan. Ya, walaupun nunggu kabar itu nggak enak, sih."

"Ya ampun, Nayfaaa.... Nge-chat duluan itu gapapa banget, lho. Lagian kamu mau nunggu sampai kapan? Kan, biar jelas, lho, kamu juga bisa cari tahu dan tanya sebenarnya dia tuh kenapa."

"Oke, deh, Zia. Nanti aku coba saran dari kamu."

"Sip, Fa. Aku tuh sebenarnya nggak mau lihat kamu sedih-sedihan kayak gini, lho. Tapi, ya aku sadar kalo orang yang kita cintai adalah orang yang paling berpotensi melukai hati dan mengecewakan kita. Jadi, ya nggak bisa dihindari juga."

"Makasih banyak, ya, Zi kamu udah dengerin curhatan aku... ya walaupun tentang itu-itu lagi. Hehe. Kamu emang bestie ter-the best deh pokoknya. Lope-lope sekebon buat Zia."

"Sama-sama, Fa," ucap Zia sambil merangkul Nayfa. "Kamu ingat, kan? Ali bin Abi Thalib berkata, 'Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia.' Sebagai sahabat terdekat kamu aku mau kasih saran, kamu jangan terlalu berharap lebih sama Rezaldi, ya, Nayfa. Ini demi kebaikan dan ketenangan hati kamu juga. Karena semakin banyak kita berharap, semakin besar dan dalam lukanya. Dan kita tidak seharusnya menggantungkan harapan pada manusia karena bisa saja seseorang itulah yang paling berpotensi membuat kita sedih dan kecewa," lanjutnya.

"Iya, Zi, bahkan aku udah pernah merasakan pahitnya berharap lebih... yaitu saat berharap sama Cakra."

"Kamu masih ingat, ya?"

"Masih, dong, Zia. Karena sejak kecil, kita selalu diajarkan untuk mengingat dan menghapal tapi tidak untuk melupakan dan mengikhlaskan. Melupakan adalah hal yang mustahil dan mengikhlaskan itu tidak mudah. Perlu proses untuk melakukan dan melaluinya. But see, now I'm fine. Aku udah berdamai dengan semuanya termasuk serpihan luka dan sisa kenangannya. Lagian aku nggak amnesia, lho. Haha. Tentu aku ingat semuanya. Hanya karena aku mengingatnya bukan berarti aku gamon, lho."

"Hehe. Iya juga, ya, Fa. Aku, tuh takut kamu gamon sama Cakra karena kalian kenalnya udah lama banget, kan... sejak SMA. Pasti banyak banget tuh ceritanya."

NAYRALDITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang