xxɪɪɪ. sekuat sesakit

21 5 0
                                    


𖤛𖤛𖤛

"Sumpah ya, Kak. Dari tadi gue lihatin lo mulu sampai eneg. Percuma nggak sih, Kak? Kita video call tapi lo-nya lagi belajar gitu," celoteh Joe melihat Harta yang sibuk dengan buku-buku lewat handphonenya.

"Gue niatnya kan pengen memotivasi elo biar semangat belajar. Emang lo nggak belajar?" sahut Harta tanpa mengalihkan perhatiannya.

"Ya—Enggak lah woi. Ngapain juga belajar. Belajar tuh bikin otak panas," tolak Joe keras.

Harta menggeleng-geleng. "Gue makin yakin kalau nilai lo nggak bakal nyampe KKM."

"Jangan ngeremehin gitu ya, Kak! Gue pites juga, lo," dengus Joe setengah melotot.

Dari seberang sana, Harta tertawa mendengar nada marah yang Joe tujukan padanya.

Akhirnya Joe menghela nafas dan kembali menyangga kepalanya seraya memandangi Harta yang sibuk sendiri. Tapi lama-kelamaan memandangi Harta, Joe menjadi bosan juga. Ia melihat ke sekitar kamarnya, sekilas rungunya mendengar suara perdebatan. Merasa ada sesuatu yang tak benar, Joe segera bangkit dan berlari keluar kamar tanpa memedulikan sambungan video callnya dengan Harta.

Tap

Tap

Tap

Langkah Joe cepat menuruni tangga. Sampai di anak tangga terakhir, badannya menegang. Di sana, ada Raksa yang sedang memegangi keningnya yang bercucuran darah. Bundanya memegang kedua lengan Ayah dengan sekuat tenaga. Serta Ayah dengan bahunya yang naik-turun emosi.

"Mas .... Kemarin kamu janji apa sama aku?" Suara lembut Bunda terdengar lemah.

"Argh!" Ayah berteriak dan menghempas tangan Bunda dan benda yang sedari tadi dipegangnya. Setelah itu, Ayah pergi meninggalkan ruang tersebut.

Vas kaca. Benda yang digenggam dan dilempar oleh Ayah adalah vas kaca. Joe menelan ludahnya payah ketika melihat vas kaca yang terlempar membentur tembok dan pecah menjadi bagian-bagian kecil.

Bunda beranjak mendekati Raksa yang masih terdiam. Tangan bergetar wanita itu menyentuh kedua pipi anak sulungnya dengan tatapan nanar. Beberapa jemarinya mengusap darah yang mengalir di wajah tampan putra sulungnya.

"Bunda ....." bisik Joe lirih. Dirinya tak kuasa melihat tatapan penuh kasih sayang Bundanya kepada Rakanya.

"Yunda!" Ano dari arah dapur datang dan menggoyangkan tangan Joe kencang.

Joe meliriknya sekilas dan melepaskan cekalan Ano. Dirinya berlalu begitu saja menuju kamarnya.

Sesampainya di kamar, ia meraih ponselnya yang tersandar di meja belajar dan mematikan sambungan video callnya dengan Harta tanpa pikir panjang. Bahkan saat Harta hendak bertanya, Joe lebih dulu bergerak cepat mematikannya.

Helaan nafas dalam-dalam Joe hembuskan. Dilemparnya ponselnya ke sembarang arah dan membanting daksanya ke kasur. Netranya menerawang jauh pada langit-langit kamarnya.

"Gue nggak tahu apa gue sekuat dan sesakit itu," monolognya.

𖤛𖤛𖤛

Yasha Dewangga : Lo nggak masuk hari ini?
Yasha Dewangga : Absensi lo alpa. Lo kenapa? Ada masalah?

Sudah lama semenjak 10 menit yang lalu Joe duduk dan memandangi pesan dari Yasha. Pikirannya tak sepenuhnya memikirkan jawaban yang tepat untuk membalas pesan Yasha, masih banyak hal lainnya yang lebih rumit yang bersemayam dalam otaknya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ruang Kosong [Choi Hyunsuk x Kawai Ruka]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang