xɪ. let's fly higher!

31 6 0
                                    


𖤛𖤛𖤛

Belum apa-apa, kedua telinga Joe sudah panas terlebih dahulu mendengar suara-suara yang menggunjingkannya di sepanjang lorong sekolah. Dari Joe turun dari motor kecenya, di perjalanannya menuju kelas, dan masuk ke kelas, suara-suara bagaikan lalat mengerumuni sampah itu tak kunjung reda juga. Jika dibiarkan, mereka semua melunjak. Tapi jika Joe turun tangan, nanti yang ada malah ada pemakaman massal mendadak. Duh, haduh, pusinggg.

Saat di parkiran, Joe masih oke-oke saja. Sebab hanya ada satu-dua orang yang membicarakannya. Tapi lama-kelamaan kok semakin banyak. Semuanya tampak seperti bisik-bisik, namun sengaja dikeraskan agar Joe bisa mendengar.

Awalnya sih, Joe bodoamat. Makin ke sini .... perasaan Joe menjadi semakin gonjang-ganjing. Boleh-boleh saja ekspresinya cuek-bebek. Tetapi aslinya di dalam hati ia menanyakan, apa lagi yang menjadi permasalahan orang-orang kali ini?

Orang-orang menyebut Joe sebagai sosok yang tak kasat rasa. Padahal, satu kesalahan yang Joe lakukan bisa gadis itu ingat sampai 5 tahun ke depan. Overtinker. Sebut saja Joe dengan sebutan itu. Ya gimana ya .... Soalnya memang cocok sekali dengan kepribadian Joe yang satu ini.

"Sumpah ya, anjir. Mulut netizen bacot mulu nggak pegel apa? Nggak takut gitu kalau nanti mati azabnya kuburannya penuh sampah? Heran gue. Masih pagi gini udah gosip. Gue belum ada apa-apa malah capek duluan," dumel Joe mengikat rambut merahnya yang terurai. Mendadak dirinya merasa panas karena digosipi secara terang-terangan oleh banyak orang.

"Gue sumpahin tuh orang-orang yang ngomongin gue giginya kelap-kelip kayak lampu rumah tetangga pas malem takbiran," dengus Joe muak.

"Hadohhh, di luar banyak banget orang, ngapain sih mereka? Capek banget gue teriak-teriak sambil nyempil-nyempil." Haru mode bacot datang. Wajah Joe bertambah menekuk kusut.

"Heh, Sel! Ditanyain juga. Diem-diem bae kayak limbad lo mah," nyinyir Haru menarik rambut Joe yang terjuntai ke depan.

Joe mendelik kepada sepupunya. "Nggak usah bacot! Berisik tahu nggak!" sahutnya galak.

Haru bergidik ngeri. Tidak ingin lagi merusuhi Joe yang sedang mode maung.

"Busyetttt, serasa dikepung zombie gue, Nu! Agh, pegel banget tangan gue." Starla yang baru saja datang dengan Janu memegangi dan menggerakan salah satu bahunya yang terasa kebas.

"Lagian orang-orang pada kenapa sih? Heran banget gue sama mereka. Sehari nggak heboh, mati kayaknya," julid Janu membenarkan letak kacamata beningnya yang sedikit melorot.

"Lagi gosipin berita yang kemarin panas di sosmed tuh. Lagian ada-ada aja akun lambe turah sekolah. Jeli banget mata adminnya. Eh, adminnya siapa sih? Mending sekalian kuburin aja nggak sih biar nih sekolah adem?" celoteh Starla berjalan pelan.

Dengan sengaja, Haru menyodorkan kaki panjangnya ke jalan yang akan dilewati oleh Starla dan Janu. Dirinya bersiul seolah tidak akan ada apa-apa.

"Si anak kelas sebelas kalau nggak salah. Sebelas enam keknya. Tuh kelas isinya kan satwa liar semua, najis dah pokoknya. Hawanya pengen wudhu terus kalau lo udah masuk ke kelas itu," balas Janu tidak bisa tidak nyinyir.

"Oalah, kelas yang kemarin katanya—Anjing! Bangsat, Haru!" Ucapan Starla terpotong oleh umpatan sekaligus tatapan mautnya yang ditujukan kepada Haru yang cengengesan dan membentuk peace menggunakan jarinya.

Ruang Kosong [Choi Hyunsuk x Kawai Ruka]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang