ᴠ. can i?

37 8 0
                                    


𖤛𖤛𖤛

"Nilainya anjlok banget. Ini emang gurunya yang pelit atau Joe yang kurang berusaha sih?" Joe memajang ekspresi murungnya saat menyaksikan nilai ulangannya yang ditulis dengan tinta merah menyala.

Seraya menghembuskan nafas, Joe meremat kertas putih ulangannya sampai membentuk kepalan bola, lalu ia lemparkan kertas itu ke tong sampah terdekat. Nilai serendah itu tidak pantas untuk dipamerkan. Buruk dan menyedihkan. Hasil ulangannya terlihat tanpa usaha.

"Bodoamat ah, nggak peduli juga sama nilai."

Tringg

Tringg

Joe berdecak sembari merogoh saku almamaternya. Ia menggeser ikon hijau pada handphone dan mendekatkan benda pipih itu ke telinga.

"Apa, Raka?" tanya Joe malas.

"Bisa pulang sekarang, nggak?" Ucapan Raksa dari seberang sana terdengar kalut.

Joe bingung. "Emang kenapa sih?"

"Kakek nggak ada. Ini Ayah sama Bunda udah ke sana. Kamu Raka jemput, ya? Bentar lagi Rasa ke kelas kamu, dia udah Raka telepon tadi," jelasnya buru-buru.

Pandangan Joe datar tanpa ekspresi. Tidak merasa senang, pun tidak merasa sedih dengan informasi yang diterimanya barusan.

"Iya," balas Joe singkat sebelum menutup teleponnya sepihak.

Joe berjalan berbalik dari arah lakunya tadi. Ketukan sepatu usangnya tidak terdengar begitu berisik, sebab sol sepatunya sudah sangat tipis dan tak kuat mengetuk lantai.

Baru saja sampai di depan kelas, Rasa keluar dari kelasnya dengan mengangkut dua tas. Raut pemuda itu panik sekali, bahkan langsung menggeret Joe yang sedang mencerna semuanya.

"Ayo, Nda! Nanti gue nggak bisa lihat mayatnya!"

Plakk

Ucapan asbun Rasa mendapatkan geplakan dan tatap sinis dari Joe.

"Mulut kamu busuk," sarkas Joe tajam.

"Yunda marahnya nanti aja. Penting kita buru-buru dulu. Nih." Rasa menyerahkan tas maroon Joe kepada pemiliknya.

"Emang udah izin? Jangan main nyelonong aja kamu." Joe melirik sepupunya dengan mata menyipit.

"Ck, udah, Nda. Udah, ayo!" Tanpa aba-aba Rasa menarik Yundanya yang pasrah saja.

𖤛𖤛𖤛

Banyak karangan kembang disekeliling Joe yang baru turun dari dalam mobil milik keluarga Mama Evi. Aromanya wangi, menusuk tajam ke indra penciuman.

Tampilan Joe sekarang mengenakan celana bahan dan kemeja berwarna hitam. Di lehernya tersampir kain panjang yang berwarna hitam juga. Tidak ada tangis di wajah manis Joe. Gadis itu terlihat seperti tak merasa kehilangan Kakeknya.

"Ayo." Mama Evi merangkulnya dan juga Esa. Wajahnya sembab, sehabis dilanda oleh tangis.

Mama Evi berjalan lebih dulu bersama dua putrinya, di belakangnya ada tiga laki-laki—Raksa, Rasa, dan Om Tio.

Ruang Kosong [Choi Hyunsuk x Kawai Ruka]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang