𖤛𖤛𖤛"Joe nggak mau ke paviliun aja?" Sosok lansia bertanya pada Joe yang tengah mengenakan jaket, bersiap-siap keluar.
"Nggak, Oma. Joe di sini aja, nggak mau ke mana-mana," sahut Joe sopan.
"Udah ya, Oma, Joe keliling dulu," pamit Joe langsung berlari keluar rumah.
Oma hanya geleng-geleng kepala saat melihat Joe yang berlari keluar. Oma tahu, gadis itu berusaha menghindar dari semua pertanyaan dan tawarannya.
Sedangakan Joe, dia memasang senyum tipisnya dan menghirup udara dalam-dalam. Hari ini, ia keluar rumah dengan tujuan untuk self-healing dan melakukan pengamatan pada sekitarnya. Tidak jauh-jauh kok, hanya disekitar gang komplek sampai halte depan gang komplek.
Begitu sampai di halte, Joe duduk, memandangi jalan raya di saat senja hari. Lirikan matanya mengarah kepada kedua kakinya yang terasa lelah. Memang, semakin lama, kaki Joe semakin kaku saat digunakan berjalan sebab ia tidak pernah berolahraga.
Beberapa detik setelahnya, Joe merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Joe hanya melirik, ia memilih tak peduli.
Joe merasa aneh sebenarnya. Seorang lelaki dengan celana sobek-sobek berwarna hitam dan jaket hitam dengan dalaman berwarna putih. Paling nyentrik adalah rambutnya, warnanya hijau. Mengherankan, bukan? Jika dilihat-lihat sih .... lelaki itu lebih tua dari Joe.
"Nggak usah lirik-lirik, naksir sama gue, lo?" Laki-laki itu menyeletuk karena merasa Joe beberapa kali meliriknya penasaran.
Joe melengoskan kepalanya dan tidak menyahuti ucapan lelaki barusan.
"Cih, bisu, lo? Orang tanya nggak dibales, sombong amat." Lelaki itu mendengus dan bersuara lagi.
"Nggak penting juga balesin kamu, nggak bikin Joe kaya," tutur Joe berani tanpa menatap ke arah si pemuda.
"Joe?" gumam si lelaki mengernyit.
Setelah itu, lelaki tersebut melihat Joe bangkit dan berjalan pergi. Laki-laki itu menatap punggung Joe yang perlahan menjauh tanpa kedipan. Tepat selepas ia berkedip, pandangannya jatuh pada gelang manik-manik berbandul kupu-kupu yang ada di depan sepatu putihnya. Dia ambil gelang itu dan menatap arah kepergian Joe tadi.
"Lucu, ya," katanya diiringi oleh tersenyum.
𖤛𖤛𖤛
"Raka, tolong bilangin ke Ayah sama Bunda kalau Joe nginep di apartemen." Suara Joe menyapa sosok yang dipanggil dengan sebutan Raka dari telepon.
"Are you ok? Ngapain nginep di apartemen? Ayah sama Bunda habis apa-apain kamu lagi?" Yang dipanggil Raka menyahut dengan heran.
"Joe nggak apa-apa kok, Raka. Joe emang lagi pengen ke apartemen," balas Joe menenangkan.
"Kamu nggak ke paviliun aja? Di sana lebih nyaman buat kamu."
"Nggak mau, banyak bodyguard, Joe risih."
Terdengar hembusan nafas dari seberang sana. "Ya udah terserah kamu. Tapi janji jangan kenapa-kenapa, ya?"
"Emang Joe kenapa?"
"Nggak ada, lupain aja. Jaga diri di sana, Joe."
"Pasti kok, Raka."
Tanpa segan, jemari telunjuk Joe menekan tombol merah di layar ponselnya untuk memutus sambungan teleponnya dengan orang yang ia panggil dengan Raka. Sebenarnya namanya bukan Raka, tapi Raksa—kakak laki-lakinya. Raka merupakan panggilan dari Joe untuk Raksa. Raka berasal dari bahasa Jawa dan Sansekerta yang artinya kakak laki-laki, bulan purnama, kristal, dan kekayaan. Singkatnya, Raka adalah kata ganti dari kakak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Kosong [Choi Hyunsuk x Kawai Ruka]
Teen FictionNOT A HORROR STORY!!! Joe adalah seorang introvert yang memiliki banyak trauma karena perlakuan tak manusiawi dari kedua orang tuanya dan juga karena kehilangan sahabat terbaiknya. Joe bisa mengubah auranya tergantung tempat yang tengah ia pijaki. M...