"Minum dulu,"
Roila mendongkak, kemudian tersenyum tipis mengambil botol air mineral yang disodorkan oleh pemuda yang seingatnya bernama Darwin ini.
"Trimsss."
Hening kemudian...
Teringat sesuatu Roila menepuk jidatnya dengan pelan. "Gue belom urus administrasi Mike," baru akan bangkit Darwin lebih dulu berkata. "Gue udah urus semua."
Hal yang membuat Roila tidak enak tentunya. "Oh gue agak linglung hari ini, gue ganti berapa tadi? Gue minta nomor rekening lu juga."
Roila mengeluarkan ponsel disakunya, baru membuka dan memencet aplikasi M-banking di ponselnya, ponselnya itu tiba-tiba saja mati. Dirinya kehabisan baterai ponsel, kebiasaan buruk Roila yang memang sering sekali mencharger ponselnya.
Darwin terkekeh melihatnya. "Udah santai aja, lu bisa ganti kapan-kapan."
Roila meringis. "Gue malu banget."
"Lu udah ngabarin anak kost belum?"
Dan roila lagi-lagi menepuk jidatnya. "Gue kenapa teledor banget ya hari ini? Boleh pinjem hp lu gak? Eh lu ada kenalaan anak kost gue sama Mike gak?" Roila bertanya dengan cepat.
Darwin mengangguk kemudian mengeluarkan ponselnya. "Gue kenal sama Jayden, kita pernah hangout beberapa kali."
Darwin menyerahkan ponselnya, Roila mengangguk kemudian mencoba menelpon Jayden, namun nihil. Empat kali dirinya mencoba menghubungi Jayden tapi pemuda itu tidak mengangkatnya, akhirnya dia memilih menyerah.
"Lagi pacaran deh dia, emang salah sih ngehubungin jayden." Gerutunya kesal.
Tak lama seorang dokter keluar, dokter itu tersenyum dan menjelaskan keadaan Mike secara singkat. Setelahnya Roila masuk terlebih dahulu, dilihatnya Mike yang sedang terdiam dengan kaki yang menggunakan gips.
"Jangan liat kaya gitu, kaki gue gak patah kok." Mike berkata dengan lempeng dan berniat bercanda tapi Roila malah memasang wajah bersalah. Melihatnya Mike menghela nafas.
"Beneran gapapa, gue gak lumpuh la. Masih bisa jalan, walau sebulan kedepan butuh tongkat."
"Gue bakal lakuin semuanya, tenang aja. Cucian lu biar gue yang laundry, kamar lu biar gue yang beresin. Dan oh, gue bakal masak tiap hari. Walau rasanya masih gak sebanding sama semuanya. Berangkat kuliah juga biar nanti gue yang anter, sampe depan kelasnya kalo perlu." Roila berkata dengan mengebu-gebu.
"Gue gak maksa, tapi itu kedengeran semua waktu lu bakal buat gue nantinya. Sekedar mengingatkan aja kalo lu punya pacar." Mike berkata dengan lempeng. "Tolong ambilin buku itu, gue mau baca."
Roila dengan cepat meraih buku yang dimaksud, dalam hari merenung. Dirinya bahkan tidak ingat sedang mengalami patah hati karena pikirannya keburu teralihkan pada Mike yang tidak sengaja dia tabrak.
"Darwin udah balik ya?"
"Eh??" Roila tidak sadar dirinya melamun, bahkan dia juga tidak sadar jika Darwin tidak ada di ruangan ini. Melihat respon gadis itu Mike menggelengkan kepalanya pelan.
"Lu keliatan banyak pikiran banget la."
Roila mengangguk. "Sorry,"
Tak lama pintu ruangan kembali terbuka, Darwin masuk membawa beberapa papper bag berisi makanan. "Gue tadi beli makan malem buat kita, kalian berdua belom makan juga kan?"
Roila dengan cepat membantu Darwin menyusun makanan dan membuka kotak makan untuk Mike. "Eh ini gapapa Mike makan ini?" Roila memastikan.
"Yang sakit Kakinya, gak ada pantangan soal makanan sih. Gue tadi udah nanya juga ke dokternya." Roila mengangguk.
