part 24

3.5K 280 157
                                    


23. Difitnah


"Sesuatu yang salah pun terkadang di wajarkan hanya karena sebuah rasa suka yang berubah jadi cinta "
-arkan habib-


Asya!"

Deg!

Seketika jantung asya berpacu cepat, saat namanya di panggil oleh sang gus. Hawa dingin dan perasaan tak enak mulai menyerangnya.

"Iya gus?" Asya menyahut dengan suara bergetar.

Bukan, bukan karena dia takut ketahuan. Tapi karena dia takut pada nada gus arkan, sejatinya bukan dia yang mengambil cincin itu.

Kini semua mata tertuju pada gadis itu. Tatapan tajam dan menjijikan, asya yang tak sengaja melirik seketika tertegun.

Dadanya langsung sesak serta tubuhnya mulai bergetar. Kini semua orang menatapnya dengan penuh intimidasi, asya merasakan tekanan tak terlihat yang hampir menusuknya.

"Bisa kamu jelaskan, kenapa cincin umi saya berada di dalam lemari kamu?" Tanya gus arkan dengan sarkas.

Meletakan cincin di atas meja yang tersedia, lalu memutar tubuhnya. Bersandar pada tepian nya, jarinya mengetuk ngetuk meja tersebut.

Mulai terdengar suara riuh dan bisik bisik dari banyak orang. Dapat asya dengar jelas, perkataan menyakitkan mereka serta lemparan tatapan penuh kebencian.

Asya semakin ketakutan, malu dan banyak hal. Tubuhnya panas dingin serta telinga nya memanas.

Jelas asya menggeleng, bukan dia pelakunya dan dia tak tahu sama sekali bagaimana cincin itu bisa ada di lemari nya.

"Bukan saya gus" Cicit asya pelan. Nada bicara nya bergetar, dia ketakutan.

"Saya gak tahu kenapa cincin itu ada di sana" Lanjutnya.

Dengan tatapan datarnya, gus arkan menilik asya dari bawah sampai ke atas. Gadis itu menunduk penuh takut, dia sendiri tak percaya bahwa asya lah yang mengambilnya.

"Bukti apa yang bisa kamu kasih untuk menyelamatkan diri kamu?" Tanya gus arkan tajam.

Tak menyangka jika asya akan berbuat hal demikian. Meski awalnya dia tak suka atas sikap santriwati itu yang nakal, tetapi semakin kesini justru rasa kagum yang asya berikan.

Gadis itu pintar, meski nakal dan suka mencuri jambu belakang tetapi akhlak nya sangat diperhatikan. Ya mungkin, kecuali saat menggosob sendal ustadzah limah.

Asya menggeleng pelan, tidak ada bukti yang bisa dia berikan. Hanya ucapan pembelaan yang bisa dia lakukan.

"Bukan saya pelakunya gus. Demi allah bukan saya gus" asya kembali berucap.

Memberanikan diri mendongak, mencoba menatap wajah gus arkan. Namun hanya tatapan tajam penuh kemarahan yang dapat di lihatnya.

Tak sengaja, asya melirik orang orang di depannya. Seketika mata gadis itu berkaca kaca, dadanya sesak dan dia hampir menangis.

Tatapan mereka, seolah olah dirinya menjijikan. Penuh kebencian, intimidasi dan cemoohan. Asya mengeratkan tautan tangannya.

Air matanya jatuh namun segera dia usap. Dirinya takut sekarang, sekelebat nama haikal terlintas dalam pikirannya.

Sekarang apa kata haikal? Apakah suaminya itu juga akan menuduhnya mencuri? Tak mempercayai nya dan lebih percaya pada fitnah itu?

Dada asya berdenyut nyeri membayangkan hal itu terjadi. Dimana haikal sekarang? Asya sangat membutuhkannya.

nyantri bareng suami Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang