41 : Tears

359 34 0
                                    

Wajahnya yang begitu tenang seakan bercahaya akibat sinar matahari pagi perlahan mulai menyinari wajah polosnya. Dia masih menikmati indahnya alam bawah sadar yang begitu damai dan jauh dari kata kehancuran. Hanya ingatannya yang menghilang, tetapi kesempuraan hati dan fisiknya tidak akan pernah sedikitpun menghilang dari dirinya. Rasanya ingin sekali aku memeluk wanita disampingku itu dan mengatakan seberapa menyesalnya aku sudah membuatnya begitu hancur seperti ini.

'Akankah dia mengingat semuanya seperti semula?'

Aku ragu pada diriku sendiri. Aku ingin membantu Rosa untuk mengingat kembali masa lalunya, tetapi kurasa jika dia mengingat semuanya, dia tidak akan pernah memaafkan diriku. Dia pasti sudah terlanjur membenciku, setelah apa yang telah aku katakan pada dirinya tempo hari yang lalu.

"Biarlah jika memang benar kau sangat membenciku, aku pasti menerimanya. Karena ini semua memang salahku, aku pun tidak memaafkan diriku sendiri karena membiarkan dirimu seperti ini lagi karenaku, aku pernah berjanji sebagai Edward ataupun Harry bahwa aku bersumpah tidak akan membiarkan seseorang pun menyakitimu lagi, karena aku sangat mencintaimu, tetapi kenyataannya akulah yang selalu menyakiti perasaanmu. Maafkan aku Rosa, aku memang pria yang bodoh. Aku tidak pantas untuk wanita yang begitu tulus sepertimu," air mataku perlahan-lahan mulai menetes tanpa kusadari. Aku menangisinya-- menangisi semua rasa sakitnya yang tercipta karena kebodohanku. Tanpa kusadari, akulah yang selalu menancapkan satu persatu pisau dijantungnya. Aku yang selalu membunuh perasaannya yang selama ini tumbuh dengan sabar menghadapi diriku yang selalu berubah-ubah setiap saat. Aku selalu menyia-nyiakan keberadaannya, dan kecerobohanku selalu membahayakan dirinya. Haruskah aku benar-benar pergi setelah dia kembali mengingat semuanya?

Aku merasakan tubuh Rosa mulai bergerak setelah semalaman dia tertidur dengan tenang dan menikmati mimpinya yang panjang. Perlahan dia mulai membuka matanya. Dengan segera aku menghapus jejak air mataku dan mencoba untuk tersenyum untuk menyambut dirinya.

Mata hazelnya yang indah mengerjap beberapa kali, dia mulai melihat sekelilingnya. Dan kemudian dia melihat kearahku, aku pun tersenyum pada dirinya yang menatapku aneh.

"Dimana aku? Dan siapa kau?" dia kelihatan was-was saat mendapati hanya ada aku yang ada diruangan ini bersamanya.

"Kau di rumah sakit," ujarku. Dia bangkit dan menyandarkan dirinya pada headboard tempat tidur. "Apa yang sudah terjadi padaku?"

"Semalam kau mencoba menolong kakakku, dan seseorang memukul kepalamu dengan keras. Dokter bilang, kau mengalami amnesia permanen karena kejadian itu," ujarku.

"AMNESIA?!?!" dia berteriak terkejut. Dan tiba-tiba saja dia memegangi kepalanya. Dia mulai merintih kesakitan dan raut wajahnya pun seketika berubah menjadi pucat sekali. Aku mulai panik dan segera memanggil dokter untuk memeriksa bagaimana keadaannya.

Friday, 23 January 2014. 02:57 P.M. at Hospital.

"Ingat kata-kataku, jangan terlalu memaksanya untuk mengingat masa lalunya. Tulang kepalanya retak cukup parah hingga mengganggu kerja pada jaringan otaknya, hanya ada kemungkinan kecil untuk dia bisa mengingat kembali. Kuharap kau mengerti Mr.Styles," ujar dokter yang sudah beberapa hari ini memeriksa keadaan Rosa. Sudah selama satu minggu aku melewati hari yang menurutku sangat buruk. Selama dia dirawat, aku sudah menceritakan banyak hal kepadanya. Semua hal yang menyangkut tentang masa lalunya, tapi usahaku selalu gagal. Rosa selalu merasa kesakitan dibagian kepalanya saat aku menceritakan semua hal yang terjadi di masa lalunya. Aku hampir putus asa ketika dokter selalu mengatakan hanya ada kemungkinan kecil untuk Rosa bisa mengingat kembali. Tapi aku tidak percaya dengan omong kosong itu, aku yakin Rosa bisa mengingat semuanya, aku tidak akan pernah menyerah untuk membuat Rosie-ku yang dulu kembali lagi.

TOGETHER | H.S [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang