31 : Gotta Be You

454 39 0
                                    

Dia melihat kearahku dan tatapannya seakan berkata bahwa dia merindukanku. Tapi bibirnya tetap terdiam, tidak mampu mengeluarkan sepatah katapun.

Sekarang semua ini seakan berbalik. Dulu dia yang membuatku kecewa, dan sekarang aku yang menjadi alasan dimana aku kehilangan semua perasaan yang pernah ia rasakan padaku. Semua ini membingungkan, bahkan diriku sendiri tidak pernah menyangka akan menjadi serumit ini.

Perasaan canggung diantara kami berdua, seakan menggiring kedua kakiku untuk berjalan mundur menjauhinya. Aku pun memutar badanku dan pergi darinya.

Namun, sesuatu yang erat menahanku untuk berhenti. Dan ternyata Harry mencoba memegang lenganku dan menatapku tajam.

"Jangan pergi, ikut aku" perintahnya dengan nada yang begitu dingin. Aku menurut dan mencoba membuntutinya dari belakang.

Dia menyuruhku untuk masuk ketika kami berhasil menemukan mobilnya yang terparkir tidak jauh dari toko kue Bibiku.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Sunyi. Sepanjang perjalanan kami berdua hanya terdiam, raut wajah Harry pun sama sekali tidak bisa ku baca. Dia menatap lurus kedepan dan ekspresinya benar-benar datar. Aku pun tidak berani menanyakan kemana dia akan membawaku pergi. Rasanya suasana diantara kami masih terlalu canggung dan aku yakin masalah kami berdua kemarin masih membuatnya kecewa padaku.

Aku merogoh saku celanaku dan mengambil ponselku disana. Aku mengetikkan sesuatu pada layar benda persegi panjang itu.

To : Kelly

"Bi, maaf aku tidak membantumu. Aku sedang pergi dengan teman lamaku, maaf aku tidak sempat memberitaumu. Aku menyayangimu, Bi"

Sent!

Aku kembali meletakkan ponselku disaku celanaku. Aku membuang pandanganku keluar jendela mobil Harry. Aku menatap jalanan pagi ini yang begitu lengang dan sepi. Dan sepertinya memang hanya ada kami berdua yang melewati jalanan ini.

Tidak lama kemudian, mobil Harry berhenti disebuah tempat yang dipenuhi dengan pepohonan. Ketika Harry sudah mematikan mesin mobilnya, dia mengisyaratkanku untuk turun dari mobilnya.

Kami berdua berjalan beriringan menelusuri jalanan bebatuan yang dipenuhi dengan dedaunan kering yang berjatuhan diantara kami. Harry masih terdiam sampai detik ini, dia masih sama seperti Harry beberapa menit yang lalu.

Setelah kami cukup lama berjalan menelusuri jalan tadi, akhirnya langkah Harry berhenti ketika kami berdua sampai didepan hamparan danau yang cukup luas. Danau itu terlihat indah, namun keindahan itu berbanding terbalik dengan perasaanku yang sampai saat ini masih mencoba untuk memecah kebingunganku terhadap Harry. Ingin sekali aku membuka mulutku dan bertanya padanya, kenapa dia bisa ada disini. Tapi aku takut jika nanti bicara kami melantur lalu aku malah akan salah bicara dan membuatnya kembali merasa kecewa. Mengingat bagaimana argumen diantara kami kemarin saat ditaman aku mendapati Harry yang menangis dibawah derai air hujan setelah memergoki aku dan Zayn berciuman.

Harry dan aku berjalan kesebuah jembatan yang tidak terlalu panjang yang terbentang ditengah danau itu. Harry menghentikan langkahnya dan menyandarkan tubuhnya ditepian jembatan itu. Dia masih saja terdiam dan raut wajahnya masih terlihat membingungkan.

Aku pun melakukan hal yang sama. Aku berdiri disebelahnya dan menyadarkan tubuhku ditepian jembatan. Aku membuang pandanganku dari Harry agar dia tidak menyadari betapa cemas dan kecewanya diriku saat ini karenanya.

Kami terdiam cukup lama, terlarut dalam pikiran kami masing masing. Aku pun sama sekali tidak berniat untuk membuka pembicaraan saat ini.

"Ada apa dengan tanganmu?" suara serak Harry agak mengaggetkanku setelah sekian detik kami terdiam. Akhirnya ada secercah suara yang mengisi keheningan kami.

Aku cukup panik ketika Harry melihat puluhan sayatan ditanganku yang terlihat jelas. Dengan cepat aku menyembunyikan sebelah tanganku kebelakang.

"Tidak ada apa-apa" jawabku gugup. Dan seketika itupun tatapan Harry justru mengintimidasiku. Dengan kasar dia menarik kembali tanganku yang dipenuhi luka sayatan. Persetan dengannya.

"Ini kau bilang tidak ada apa-apa?!!" Harry menaikkan suaranya satu oktaf. Ada sedikit nada terkejut bercampur marah disuaranya. Aku hanya bisa terdiam dan membuang pamdanganku. Rasanya air mataku mulai bergulir memenuhi pelupuk mataku. Aku mencoba menahan rasa sakit fisik dan juga hatiku yang entah kenapa tiba tiba datang. Intinya, aku tidak boleh menangis.

"Katakan padaku, kenapa kau melakukan semua ini? Apa kau sudah gila, huh?!!" Harry kembali membentakku dan itu membuat rasa sakitku makin menyakitkan.

"YA!! AKU SUDAH GILA! DAN INI SEMUA KARENAMU HARRY!!" Aku berteriak dihadapannya dan seketika itupun air mataku terpecah dihadapannya. Raut wajah Harry pun tiba-tiba berubah ketika melihat bulir-bulir air mata mulai berjatuhan dipipiku. Harry seakan merasa bersalah.

"AKU SUDAH CUKUP GILA SAAT KAU MENJAUHIKU BEBERAPA HARI LALU SAAT KAU BERKATA KAU MENCINTAIKU TETAPI KAU HARUS PERGI, DAN ITU SEMUA MENYAKITKAN UNTUKKU!!"

"AKU SUDAH MENGATAKAN SEMUANYA YANG AKU RASAKAN PADAMU TETAPI KAU TETAP PERGI! AKU MERINDUKANMU HARRY DAN INI SANGAT MENYAKITKAN UNTUKKU!!!"

Suaraku menyerak. Aku menangis tersedu didepannya. Ini sudah kesekian kalinya aku menangis dihadapannya. Aku mencintai Harry dan aku tidak pernah bisa untuk berhenti melakukannya.

Harry hanya terdiam dan terus menatap kearah manik mataku. Dia terus menatapku penuh penyesalan. Aku dan Harry sama sama kecewa. Tapi aku yakin Harry masih mencintaiku seperti yang aku rasakan terhadapnya sampai saat ini.

Dia mendekat selangkah kearahku dan membawa sebelah tangannya ke pipiku dan mengusapnya sembari menghapus jejak air mataku yang mengalir disana. Manik mata kami masih terus menatap satu sama lain. Dan kurasa aku tidak perlu lagi mengatakan apapun. Karena aku yakin Harry sudah bisa mengetahuinya dari manik mataku.

Aku masih terus menangis sesegukkan dihadapannya. Menahan rasa sakit ditangan dan juga hatiku ini. Tapi entah kenapa sampai saat ini aku sama sekali tidak membenci Harry. Justru aku makin menyayanginya dan semakin takut untuk kehilangannya.

Dia membawa satu tangannya yang lain untuk menangkup kedua pipiku. Dia menautkan kedua alisnya sembari meringkukan bibirnya menjadi sebuah senyuman yang begitu tipis.

"Aku juga merindukkanmu, Rosie"

Dengan cepat dia mendekatkan wajahnya dan menautkan bibir kami satu sama lain. Dia menciumku penuh hasrat dan kenyamanan, namun aku tau ini semua hanyalah rasa penyesalan yang bersatu padu dengan kerinduan yang sudah merasuki jiwanya. Aku sangat terkejut saat dia menciumku secara tiba-tiba.

...

Hello, guys.
Sorry for late update :)
-N

TOGETHER | H.S [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang