Malam minggu ini aku harus menghadiri undangan dari salah satu teman lama. Undangan ulang tahun. Dia seorang gadis cantik yang bisa berteman dengan siapa saja. Dan malam ini aku yakin kalau pesta itu akan meriah dan penuh dengan gadis cantik seperti dia. Itulah yang membuatku semakin bersemangat untuk menghadirinya.
Jangan menilai secepat itu. Aku bukan pria-pria kesepian yang sedang mencari mangsa. Aku hanya berharap bisa menemukan bidadari di antara puluhan gadis yang akan datang di sana. Bukankah bidadari akan selalu lebih indah dibanding gadis biasa? Dan mungkin berada di tempat yang aku yakini akan seheboh klub malam itu bisa menghilangkan sedikit kepenatan di dalam kepala setelah seminggu ini bekerja full.
Bersiap secepat mungkin, aku harus tiba di sana secepat yang aku bisa. Tempatnya agak jauh dari rumah, jadi harus lebih awal berangkat.
"Abang mau kemana? Kondangan?" Suara adikku Kay menginterupsi kegiatan menata rambutku. Kebiasaan buruknya tidak pernah mengetuk pintu sebelum masuk ke ruang orang lain, sekalipun itu ruang privasi. Dan kebiasaan burukku yang sering lupa mengunci pintu kamar selalu saja bertemu di saat-saat seperti ini.
"Iya. Kamu mau ikut?"
"Ah, palingan juga pesta playboy kayak Abang." Dia duduk di tepi kasurku dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Tapi rapi amat, Bang?" Dia berkomentar lagi.
"Namanya juga kondangan, Kay," balasku masih bingung harus menata rambut seperti apa. Sudah mencoba ke samping, terlalu alim dan itu bukan diriku sama sekali. Membuatnya ke belakang, malah jadi tua. Haruskah acak-acakan seperti biasanya?
"Ck! Mengatur rambut saja susah. Memangnya Abang berharap dapat bidadari jatuh dari surga di sana?"
Huh, dia seringkali menebak dengan sangat tepat.
"Yap. Dan kalau kamu mau mendapat pria tampan seperti Abang, maka kamu akan mendapatkannya juga di sana. Jadi, kamu mau ikut?"
"Tidak, terima kasih. Aku masih sayang sama pacarku. Dia saja jauh lebih tampan dari Abang."
Ya, aku ingat kalau dia telah mengalahkanku untuk mendapatkan pacar dalam waktu dekat. Tapi aku janjikan kalau malam ini aku akan mendapatkannya. Akan aku buat Kay gigit jari saat melihat bidadariku nanti.
"Dan tujuan kamu tadi ke sini untuk apa?" Tidak mungkin dia masuk ke kamarku tanpa tujuan yang jelas.
"Tujuanku?" Dia menggaruk kepala yang aku yakini tak berketombe apalagi berkutu itu. Kebiasaan saat dia berpikir. Sungguh dia mempunyai banyak kebiasaan aneh.
"Ah, iya." Kay menjentikkan jemarinya. "Papa minta laporan yang katanya Abang urus hari ini. Abang dikasih pekerjaan bukannya diselesaikan sampai laporannya, malah berdandan di depan kaca."
Aku meninggalkan cermin, berjalan menuju meja yang ada di sudut ruangan. Setumpuk map ada di sana yang merupakan laporan perkembangan dari cabang cafe milik papa yang belakangan ini semakin meluas. Aku baru saja menangani cabang yang ada di Bali, sekaligus memantau perkembangan hotel yang katanya adalah warisan kakek untukku.
"Nih," kataku sambil meletakkan map-map itu di pangkuan Kay.
Bukannya membawa map-map itu kepada papa, dia malah meletakkannya di atas kasur. Kemudian berdiri di hadapanku dengan kedua tangannya yang memaksaku untuk melihat ke arahnya.
"Sepertinya begini lebih bagus," gumamnya sambil mengambil sisir yang tadi aku letakkan di depan cermin. Memulai kegiatannya untuk merapikan rambutku. Aku tidak tau model seperti apa yang dia buatkan untukku, tapi biasanya tidak buruk.
"Sudah," katanya dengan nada puas.
Aku memutar tubuhku menghadap cermin untuk melihat seperti apa penampilanku sekarang. "Kay!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Backless Dress (COMPLETED)
RomanceTidak ada sinopsis. Sequel dari Perfect Two dan Sexy Dad. Edsel Leif Ericson dan Raynelle Zevanna Avshalom. Warning! adult content 18+