Entah angin apa yang berhembus malam ini. Ed datang berkunjung ke rumah setelah menghilang sekian lama dan pertemuan kami yang tak sengaja minggu lalu. Sendirian, dan entah untuk tujuan apa.
Daddy menyesap kopi panasnya tanpa mengalihkan pandangan dari Ed. Namun sepertinya tidak ada ketakutan dalam diri pria itu. Ia malah memberikan senyum tipis.
"Lalu apa?" Daddy membuka suara setelah beberapa menit hanya mengintimidasi dalam diam.
Ed tersenyum sekilas sebelum menjawab. "Bukti seperti apa yang Om inginkan?" tantangnya.
Daddy mengangkat kedua bahu dan memutar bola matanya. "Apapun yang kamu miliki. Kurasa satu saja tidak cukup untuk meyakinkanku. Kau tau, dia putriku satu-satunya."
Tunggu! Sebenarnya ini pembahasan tentang apa?
Revan yang sedang melintas terkekeh geli. Aku malah mengerucutkan bibir ke arahnya. Tapi sesaat kemudian dia melambaikan tangan, memintaku untuk mendekat padanya.
Dengan wajah malas, aku bangkit. "Ada apa?"
Dia mendekatkan mulut ke telingaku dan berbisik, "Sepertinya sedang ada wawancara calon menantu." Ia menutup mulutnya dengan tangan saat menahan tawa. "Tapi nggak terasa yah, kalau sebentar lagi daddy dan mommy akan punya menantu. Lalu punya cucu. Dan aku akan punya kep...Auch!" Belum selesai dia mengoceh, aku sudah mencubit perut ratanya.
"Berkhayal saja sana! Kamu pikir gampang." Aku meninggalkan Revan sendiri. Berjalan cepat ke kamarku.
Tubuhku kuhempas di atas kasur empuk dengan posisi tengkurap. Memejamkan mata dan menarik nafas dalam-dalam.
Tapi kalau dipikir-pikir, mungkin ada benarnya juga ocehan Revan tadi. Mengingat umurku yang sekarang. Kata mommy, di umur segini lah dulu daddy melamarnya.
Tidak! Tidak!
Kugelengkan kepala mengusir khayalan-khayalan aneh. Tidak ingin membayangkan seperti apa jadinya hidupku jika bersama dengan pria itu. Satu hal yang paling kuingat tentang dia adalah mesum.
"Kenapa melamun saja?"
Aku menoleh. Sosok Ed yang muncul. Ia memberikan senyum terbaik yang pernah kulihat.
"Ngelamunin apa sih, Sayang?"
Aku mengerjap tak percaya. Ada apa ini? Mengapa dia bisa ada di sini? Dan apa katanya tadi? Sayang?
Dia tertawa saat aku belum juga membalas pertanyaannya. Dia duduk di sebelahku setelah mengacak rambutku sesaat.
"Tidak mau cerita denganku, huh?" Ia menatapku lekat.
Aku mengernyit bingung. Malah dibalasnya dengan tawa kecil. "Pasti bingung ya, kenapa aku bisa sampai kesini," katanya dan hanya kuangguki. "Om sudah merestui hubungan kita. Dan calon mertuaku yang mengijinkan aku masuk ke sini. Dan ya, itu sebabnya aku sampai ke kamarmu yang ternyata sangat rapi." Ia mengoceh.
Aku mengerjap tidak percaya. Daddy memberikan restu pada Ed untuk mendapatkanku? Semudah itu? Apa daddy yakin dengan keputusan itu? Atau, jampi-jampi apa yang telah dibacakan oleh pria ini hingga meluluhkan daddy?
Ed tertawa lagi entah keberapa kalinya. "Tidak perlu memasang wajah seperti itu. Sangat tidak cocok untuk wajah manismu." Ia menyentuh daguku. "Asal kamu tau, itulah hebatnya seorang Edsel Leif Ericson. Bukan hanya dalam kata-kata saja. Tetapi langsung pembuktian. Dan kamu lihat, om telah menyetujui." Ia terdengar sedang membanggakan diri di depanku sekarang.
Tangannya terangkat, dan mendarat di atas tanganku yang ada di pangkuan. "Sekarang tinggal kamunya saja. Kamu mau kan menjadi milikku untuk selamanya?" Tatapan matanya penuh pengharapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Backless Dress (COMPLETED)
RomanceTidak ada sinopsis. Sequel dari Perfect Two dan Sexy Dad. Edsel Leif Ericson dan Raynelle Zevanna Avshalom. Warning! adult content 18+