Pada akhirnya, kami tidak jadi kemana-mana. Hanya duduk di dalam mobil milik Ed. Lebih tepatnya di bagasi mobil dengan pintu dibiarkan terbuka. Beruntung sekali ada beberapa makanan yang tidak sengaja tertinggal disana. Roti dan beberapa cemilan. Jadi rasa lapar di perut bisa terobati.
Ed menatapku yang masih mencomot cemilan dari plastiknya. Sepertinya rasa laparku lebih parah dibanding dia.
"Kamu masih lapar, ya?"
Aku mengangguk cepat dan menoleh padanya. "Kelihatan sekali, ya?" Aku membalasnya dengan pertanyaan. Diakhiri dengan senyum tak berdosa.
Dia hanya tertawa kecil. Dan kuartikan kalau ia mengiyakan. Membuatku berhenti memasukkan makanan ke dalam mulutku. Beralih melihat jam yang melingkar di tangan kiriku. Jam istirahat makan siang akan segera habis.
Aku memilih untuk turun. Merapikan kembali pakaianku dan membersihkannya. "Aku harus bekerja lagi," kataku.
"Kamu yakin?" Ed bertanya tanpa mengubah posisinya. Ia masih duduk dengan tenang.
"Iya. Memangnya apa lagi yang bisa kulakukan sekarang selain bekerja. Dan lagi, daddy sepertinya tidak akan membiarkanku kabur lagi."
Ed tersenyum kecil. Bisa kupastikan kalau ia mengingat kembali kejadian dimana aku kabur dari pekerjaanku. Dia kemudian ikut turun.
"Baiklah kalau memang seperti itu. Aku pikir aku juga harus kembali sekarang. Aku dan papa masih harus menyelesaikan satu masalah kecil." Ia berkata sembari merapikan bagian bagasi mobilnya. Kemudian menutup pintu hanya dengan satu tangannya.
Aku teringat akan sosok papa Ed. Pria yang aku pikir sama tegasnya dengan daddy. Tapi sepertinya tidak se-protektif daddy.
Ed menatapku untuk sesaat. Tatapan yang membuatku bingung. Dengan jari telunjuk, dia menunjuk pipi kanannya sambil mendekatkan padaku.
Bukannya memberikan apa yang dia minta, aku malah memukul pinggangnya. "Berhentilah menggodaku!"
Jujur saja, godaannya mampu membuatku malu. Sekaligus panas di wajahku. Terlebih mengingat apa yang telah aku lakukan tadi. Rasanya ingin sekali bisa menghilang seketika dari hadapannya. Agar dia berhenti menggoda.
"Baiklah. Pergilah bekerja, tapi jangan hanya membayangkan diriku terus." Ed tertawa.
Aku malah memanyunkan bibir. Pria ini sepertinya tidak akan berhenti membuatku merasa malu.
Segera kulangkahkan kaki untuk masuk. Sesekali membalikkan wajah untuk melihatnya yang menyaksikan kepergianku dengan senyuman tipis. Dan tanganku melambai padanya. Meski hanya berbalas senyuman pemberi semangat.
Sial bagiku, karena ternyata Xander masih ada di sini. Entah apa yang dia lakukan sejak tadi. Saat aku akan masuk, dia sudah ada di hadapanku, masih dengan senyuman yang sepertinya tidak akan hilang dari wajahnya.
Aku mendengus kesal. Membuang pandangan darinya. Kehadirannya selalu saja membuatku malas.
"Hei, Ray. Tidak menyangka kalau kita bertemu lagi. Aku harap kita berjodoh," katanya dengan cengiran bodohnya.
Aku menelan ludah sambil terpejam sesaat, mencoba meredam emosi yang ingin meletup-letup karena dirinya. Kupandangi wajahnya yang tak merasa berdosa. "Tolong, berhentilah menggangguku. Dan berhenti juga mengucapkan doa konyolmu itu. Aku tidak ingin mendengarnya sekalipun."
"Hei," Dia ingin menyentuh tanganku namun kutepis. "Setiap orang berhak untuk berdoa dan membuat permintaan kan?"
Mataku semakin melotot padanya. "Tapi aku tidak ingin ada dalam doamu!" Suaraku bahkan sedikit meninggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Backless Dress (COMPLETED)
RomanceTidak ada sinopsis. Sequel dari Perfect Two dan Sexy Dad. Edsel Leif Ericson dan Raynelle Zevanna Avshalom. Warning! adult content 18+