BBD - 8

15.8K 1.1K 22
                                    

Astaga!

Mimpi apa aku semalam sampai harus mengalami hal gila seperti ini?

Ya, Ed membawaku ke rumah orang tuanya, bertemu dengan seluruh keluarganya. Ada papanya —om Evans, bundanya —tante Kiara, dan adiknya —Kay. Semuanya terlihat ramah, menyambut kehadiranku dalam rumah mereka.

Untungnya, topik pembicaraan kami hanya hal-hal ringan, diselingi guyonan lucu dari Kay. Aku lihat, dia gadis periang. Otak cerdasnya menyimpan banyak pengetahuan.

Suara nyaring dari ponselku menghentikan sesaat pembicaraan kami tentang kuliahnya Kay. Nama daddy lah yang terpampang di sana. Setelah meminta maaf atas gangguan kecil ini, aku menjauh untuk menerima panggilan daddy. "Hallo, Dad."

"Ray? Kamu dimana? Kenapa belum pulang juga? Ini sudah larut."

Oh my God! Aku lupa waktu. Kulihat layar ponselku, ini sudah jam sepuluh. Kutepuk dahiku tanpa sadar. Bisa-bisa daddy tidak akan mengizinkanku lagi untuk keluar.

"Cepat pulang, Ray!" perintah daddy tanpa bisa kutolak. Nadanya bahkan terdengar sangat dingin.

Ya, aku harus segera pulang, sebelum semuanya jadi masalah besar.

"Iya, Dad. Aku pulang sekarang. Maaf, Dad, sudah lupa waktu," kataku masih menyempatkan diri untuk meminta maaf.

Hanya deheman singkat yang terdengar sampai telfon itu terputus.

Aku kembali bergabung dengan keluarga Ed yang masih setia duduk di tempatnya masing-masing. Otakku berpikir keras untuk mencari alasan apa yang harus aku berikan agar aku bisa pulang secepatnya.

Ed bangkit dari duduknya. "Maaf, Ray. Tadi aku hanya meminta waktumu setengah jam, tapi nyatanya ini sudah hampir dua jam. Ayo, aku akan mengantarkanmu pulang." Sepertinya Ed mendengar apa yang aku bicarakan dengan dad tadi. Dan kini ia memasang wajah bersalah dan penuh penyesalan. Tapi, syukurlah kalau begitu. Aku tidak perlu mencari alasan lagi.

Om Evans dan tante Kiara pun ikuyan bangkit. "Maaf ya, nak Ray. Terlalu asyik mengobrol membuat kita lupa waktu," sesal tante Kiara. Om Evans mengangguki hal itu.

"Tidak apa, Tante."

"Ya sudah, Ed. Cepat antarkan Ray. Dia pasti sudah ditunggu keluarganya. Bila perlu, kamu meminta maaf karena sudah membuat Ray pulang larut," lanjut tante Kiara. "Tapi tetap hati-hati. Jangan sampai terluka."

Ed mengangguki perintah bundanya. Mengajakku setelah aku berpamitan pada semua keluarganya.

"Maafkan aku, Ray. Jika nanti ada masalah dengan daddy mu, biar aku bantu jelaskan." Ed meminta maaf lagi dalam perjalanan kami.

Tapi apa katanya? Membantuku? Bukannya akan meringankan kemarahan daddy, tapi yang ada daddy pasti akan semakin marah jika melihat dirinya. Tentu saja bukan karena penampilannya. Tapi karena dia seorang pria dan berani membawaku sampai jam segini.

"Oh, tidak apa-apa. Aku bisa menghadapi daddy sendiri," tolakku.

"Benarkah? Tapi aku juga tidak masalah kalau harus membantumu."

Aku tersenyum tipis dan menggelengkan kepala. "Tidak akan ada masalah serius," kataku meyakinkan. Dan kali ini ia memilih untuk menyerah. Syukurlah dia tidak memaksa.

Saat mobil yang aku tumpangi memasuki halaman rumah, sosok daddy ada di teras rumah. Sepertinya daddy benar-benar berniat untuk menungguku. Dan apa yang harus aku lakukan sekarang? Bagaimana kalau daddy malah menyelidiki sosok yang mengantarkanku ini? Hal itu akan lebih sulit dihadapi dibanding daddy menginterogasiku.

Black Backless Dress (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang