BBD - 13

3.7K 397 19
                                    

Pagi sekali, sosok Ed sudah muncul lagi di rumah. Sudah dengan pakaian rapi. Padahal aku baru saja keluar kamar.

Kutemui mommy yang masih sibuk dengan kegiatan dapurnya. "Kenapa dia sudah muncul sepagi ini, Mom?" Aku bertanya sembari mengambil potongan kecil tempe dalam masakan mommy. Memasukkannya ke dalam mulut.

Mommy tersenyum. Menghentikan aktivitasnya yang menata makanan di atas meja makan. "Katanya mau antar jemput calon istri."

Aku tersedak mendengar kalimat mommy.

"Kamu ini, bukannya jumpai dia malah jumpai mommy di dapur."

Aku tersenyum masam. Menghentikan tangan yang hendak mencomot tempe lagi. Walau mulut meminta tambah karena masakan mommy selalu menjadi kesukaan.

Entah bagaimana caranya dulu mommy belajar masak. Tapi kalau menurut cerita daddy, semasa lajangnya mommy tidak pernah menyentuh yang namanya dapur. Bahkan takut kalau makanan yang ia masak akan meracuni dirinya sendiri. Tapi kini, masakan mommy selalu ditunggu oleh semua anggota keluarga.

Langkahku terlihat jelas begitu malas saat menemui Ed. Tapi kulihat senyum indah di bibirnya.

"Pagi-pagi, muka sudah ditekuk," katanya saat aku mendekat. "Apa kamu kurang tidur?" Lanjutnya lagi.

Aku menggeleng. "Tapi kenapa harus antar jemput aku? Aku kan bisa sama daddy?"

"Hanya ingin saja." Jawaban yang singkat.

"Boros."

Dia tersenyum lagi. "Tak apalah, sedikit pengorbanan."

"Tapi aku masih mau sarapan. Kamu sudah sarapan belum?" Mau tak mau aku menawarkan.

Ed mengangguk. "Sudah. Kamu sarapan lah dulu. Aku tunggu."

Sebelum balik badan untuk kembali sarapan, aku bisa melihat kalau Ed mengambil ponsel dari sakunya. Sepertinya dia akan memainkan benda pipih itu sembari menunggu.

Di meja makan, kulihat mommy dan daddy sudah menunggu. Dan Revan tentu saja. Adikku yang satu ini semakin rajin saja pulang ke rumah. Entah apa yang merasukinya belakangan ini.

***

Kebiasaan kecil Ed yang selalu mengantar jemputku untuk bekerja, ternyata membuatku semakin terbiasa. Bahkan dirinya selalu mengajakku untuk makan siang bersama. Jarak yang terbilang jauh dia tempuh setiap harinya. Hanya untuk melakukan itu.

Benar-benar sebuah pengorbanan.

Dan tidak terasa, kini aku menjadi ketergantungan padanya. Sekali saja dia tidak muncul, membuatku mencari-cari keberadaannya. Bahkan resah memikirkan dirinya.

Apa yang dia lakukan? Bersama siapa? Kemana perginya? Apakah dia baik-baik saja?

Aku bingung. Sangat bingung.

Inikah yang dinamakan cinta? Karena terbiasa?

Stella memandangiku dalam diam. Membuatku sedikit gugup. Kali ini dia tiba-tiba mengajakku makan siang. Karena kebetulan Ed tidak muncul, jadilah aku menerima ajakannya.

"Orang yang lagi kasmaran memang," kata Stella. Membuatku terkesiap.

"Apaan sih, Stel?"

Sahabatku itu tertawa. "Tapi aku benar kan? Orang yang lagi jatuh cinta memang seperti itu. Tidak ketemu sehari saja, mikirnya udah kemana-mana."

Aku mendengus sebal pada Stella. Dia seolah bisa membaca pikiranku saat ini.

"Tenang saja, Ray. Dia tidak akan selingkuh. Aku tau betul dia orangnya seperti apa."

Black Backless Dress (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang