Pagi yang cerah, membangkitkan semangat kembali untuk bekerja. Tidak ingin terbawa suasana weekend.
Seperti biasa, Ed yang menjemput dan mengantarkanku ke kantor. Dia benar-benar tidak mengubah keputusannya. Tidak peduli bagaimanapun itu asal usulku.
Turun dari mobil, aku berjalan santai menuju lift yang akan mengantarkanku ke lantai yang aku tuju. Tapi kehadiran seseorang mengusikku. Seseorang yang tidak aku kenali.
Dengan santai, wajah tak berdosanya menghalangi langkahku. Berdiri tepat di hadapanku, memaksaku untuk berhenti. Senyuman lebar bahkan diberikan untukku. Membuatku semakin ingin menendang lututnya dengan ujung sepatuku.
"Apa yang kamu lakukan? Menjauhlah dari hadapanku! Jangan menggangguku!"
Dia sama sekali tidak menggubris perkataanku. Malah dengan santainya mengulurkan tangan, mengajakku kenalan. "Hai. Xander." Senyumnya tidak hilang sedetikpun. "Kamu Ray, kan?"
"Maaf, aku sedang buru-buru. Tidak ada dalam agendaku hari ini untuk mencari teman baru."
Pria yang ternyata bernama Xander itu malah semakin melebarkan senyumannya. "Sayangnya aku juga tidak ingin berteman denganmu. Aku ingin menjadi seseorang yang spesial."
Aku menggeleng kuat. "Tidak, tidak. Maaf. Aku tidak bisa. Sekarang minggirlah, biarkan aku lewat."
"Tidak sekarang, nanti juga tidak apa, Sayang."
Aku malah semakin jijik mendengarnya mengoceh. Pria ini sepertinya sudah tidak dalam pikirannya. Aku harus menghindar darinya, bagaimanapun caranya.
"Minggirlah! Atau aku panggilkan keamanan?" Suaraku sengaja kubuat semakin meninggi. Sangat malas untuk berurusan dengannya lebih lama lagi.
"Tidak perlu, Sayang. Aku akan minggir. Tapi ingat, siang nanti aku akan menunggumu."
Ah. Mood ku jadi hilang seketika. Kehadiran pria tidak waras ini merusak hariku. Padahal dari rumah saja sudah semangat penuh untuk melakukan yang terbaik.
Pria itu mempersilahkanku untuk lewat, tanpa menghapus senyum lebar di wajahnya. Bahkan bersikap seperti seolah penerima tamu. Yang malah membuatku semakin malas.
Kuhentakkan kaki untuk meninggalkannya. Tapi yang kudengar malah dia tertawa puas. Seolah menggodaku adalah hal yang paling menyenangkan baginya.
Kemunculan daddy yang hendak memasuki lift khusus untuknya membuatku berlari kecil mengejarnya. Tidak ingin ketinggalan. Dalam hati berharap, semoga daddy tidak melihatku saat diajak bicara oleh pria aneh tadi. Semoga saja.
"Siapa itu tadi?" Suara berat daddy kudengar dengan jelas.
Aku mematung. Baru saja berdoa dalam hati, eh, malah sudah kejadian.
"Tidak tau, Dad." Aku berkata yang sejujurnya.
"Jadi untuk apa dia menemui kamu?"
Aku menggeleng. "Aku benar-benar tidak mengerti, Dad. Dia telah merusak pagiku."
Daddy hanya berdehem singkat. Aku pikir daddy percaya padaku. Pandangannya fokus ke depan. Raut wajahnya datar. Satu tangannya merapikan dasi yang melingkari leher.
Bunyi denting lift menandakan kalau kami sudah tiba. Sosok daddy kini kembali menjadi bos perusahaan, bukan daddy. Beberapa karyawan terlihat membungkuk sopan saat melihat kehadirannya.
Baiklah. Pekerjaan hari ini akan dimulai. Awal minggu yang sepertinya akan menguras tenaga dan pikiran.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Backless Dress (COMPLETED)
RomanceTidak ada sinopsis. Sequel dari Perfect Two dan Sexy Dad. Edsel Leif Ericson dan Raynelle Zevanna Avshalom. Warning! adult content 18+