BBD - 9

16.5K 1.1K 52
                                    

Bulan berlalu tanpa terasa, seolah waktu sedang berlari meninggalkanku. Tanpa meninggalkan kenangan manis untuk dikenang. Karena selama itu tak ada yang spesial yang terjadi padaku. Semuanya biasa saja. Dan ya, selama itu pula aku tak melihat sosok Ed yang sebelumnya seakan mengikutiku dalam diam. Selalu saja muncul setiap ada kesempatan. Tapi hal itu tidak terjadi lagi belakangan ini.

Tidak, tidak. Aku bukan sedang merindukannya. Hanya merasa seperti ada yang hilang. Tidak sepenuhnya kehilangan sih, hanya saja... Ah, entahlah. Aku tidak mengerti.

"Apa dia tidak pernah menghubungimu selama ini?" Stella yang duduk di sebelahku bertanya.

Aku hanya menggelengkan kepala. Bukan wajah sedih. Biasa saja. "Memangnya kenapa?"

Stella terkekeh. "Bukannya kau murung karena hal itu?" Dia kembali menyedot jus mangganya.

"Hei, memangnya siapa yang murung?"

Kali ini sahabatku itu tertawa. Tangan kirinya ia gunakan menepuk dada, seperti sedang tersedak. "Baiklah. Kau memang tidak sedang murung. Tapi kepikiran kan sama Ed?" Senyum jahilnya diperlihatkan.

"Kak."

Rehan yang tadi mengantarkanku ke tempat ini demi bertemu Stella, muncul dan langsung duduk di sebelahku. Berkat dirinyalah aku bisa keluar dari rumah di waktu senggang seperti ini. Karena dirinya sedang ada libur, dia menyempatkan untuk pulang meski hanya beberapa hari.

Sejak kejadian malam itu, daddy tidak pernah mengizinkanku untuk keluar tanpa ada yang menemani. Sekalipun alasan yang aku berikan adalah bertemu sahabatku. Menjengkelkan, tentu saja. Tapi kalau diingat-ingat, itu semua karena salahku juga. Jika saja malam itu aku tidak lupa waktu, pasti hal ini tidak akan terjadi.

"Ada apa?" Keningku mengerut ketika memperhatikan wajah tampan adikku terlihat seperti kelelahan. Nafasnya bahkan terburu.

"Kakak masih lama?"

"Memangnya kenapa?" Padahal tadi dia mau menemaniku karena memang dia tidak punya rencana apa-apa.

"Temani aku sekarang," katanya tanpa memberi penjelasan.

Ada apa dengan adik jahilku ini?

"Kemana?" Dan aku belum bisa menghilangkan rasa penasaran.

"Stel, maaf yah. Aku harus bawa kak Ray." Dia dengan Stella juga dekat. Tak pernah mau menyebut sahabatku itu sebagai kakak.

"Gimana kalau Stella juga ikut?"

"Tidak apa, Ray." Stella mengalah.

"Kalau mau ikut, boleh." Rehan berdiri cepat, seakan memaksa kami untuk bergegas.

Mobil yang dikemudikan Rehan melaju cepat meninggalkan restoran. Otakku berpikir, memangnya sudah sampai kemana tadi pria ini?

Perjalanan tiga puluh menit akhirnya membawa kami tiba di tempat tujuan. Entah dimana ini, aku tidak mengerti. Sejauh yang aku lihat, ada dua gerombolan anak muda yang sepertinya sedang dalam ajang pamer mobil mewah.

"Ini ada apa, Re?" tanyaku bingung.

Rehan menghembuskan nafas jengah, yang aku tau itu bukan untukku. Kemudian pandangannya beralih padaku. "Kakak bisa tunggu di sini. Tidak akan lama," katanya.

"Kamu belum jawab Kakak. Ini ada apa?" Kali ini aku tidak bisa menyimpan rasa penasaranku lagi.

"Akan aku jelaskan nanti setelah masalahnya selesai." Dia segera keluar. Seluruh tatapan mata mengarah padanya. Kehadirannya seolah sebuah magnet yang menarik perhatian semua orang.

"Aku curiga," bisik Stella dari bangku belakang. Memaksaku menoleh padanya, sesekali masih melirik langkah Rehan. "Sepertinya mereka mau balapan. Dugaanku sih, aku tidak tau pastinya." Ia melanjutkan.

Black Backless Dress (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang