Ed menyeret koper di tangan kanannya. Sementara tangan kiri menggandeng pinggang istrinya dengan mesra. Tentu saja tak ingin istrinya menjadi objek pandangan penuh khayalan oleh pria lain yang juga berada di bandara.
Saat ini pasangan pengantin baru itu akan bertolak ke Bali untuk perjalanan bulan madu. Ini memang tidak sesuai dengan rencana awal mereka. Bunda Kiara lah yang telah memaksa mereka untuk segera bulan madu. Dengan alasan sudah tidak sabar ingin menimang cucu.
Padahal rencana awal mereka, bulan madu akan dilangsungkan bulan depan. Dan Bali bukanlah tujuan mereka. Ternyata Ray sangat memimpikan bulan madu yang romantis di Paris. Kota yang terkenal akan keindahan menara Eiffel-nya.
Tapi sayangnya, semua berubah tiba-tiba. Bunda Kiara telah memesan tiket untuk mereka. Dan rasanya tidak tega untuk mengecewakan orang tuanya. Bahkan bunda Kiara juga mengatakan tidak masalah jika bulan depan mereka tetap berangkat ke Paris. Hanya saja akan sangat mubajir jika tiket ini dibiarkan hangus. Walau nilainya memang tidak seberapa bagi Ed.
Di ruang tunggu, beberapa kali Ed menyaksikan pandangan lelaki lain pada wanitanya. Hal itu membuatnya menggeram kesal. Ingin rasanya bagian menunggu ini di-skip saja. Kalau bisa, ia ingin langsung tiba di hotel saja. Bukan karena tidak sabar ingin segera menikmati waktu berdua di hotel sebagai pengantin baru. Tetapi lebih ingin menghindarkan wanitanya dari tatapan lelaki lain.
Ray menyadari raut wajah suaminya yang sedikit masam. Ia bingung, apakah suaminya tidak suka dengan perjalanan ini.
"Ed?"
Ed menoleh. "Iya? Ada apa, Sayang?" Ia berusaha mengulum senyum pada Ray.
"Muka kamu kok masam gitu? Kamu gak suka perjalanan ini? Kalau tidak suka, kita masih bisa kembali ke rumah dan menjelaskan pada Bunda."
Ed mendengus kecil. Didekatkannya wajahnya pada telinga Ray. "Bukan tidak suka perjalanan ini, Sayang. Tapi tidak suka melihat tatapan lelaki lain pada dirimu sejak tadi." Ed mengatakannya dengan gamblang. Membuat Ray segera menyapukan pandangannya ke seluruh bagian ruangan.
Tapi ia tidak menemukan apa yang baru saja dikeluhkan oleh suaminya itu. Ia melihat semuanya biasa saja.
"Maksud kamu yang mana, sih?" Ray mengerutkan keningnya. Ia benar-benar tidak tau.
"Sudahlah. Tidak perlu diperpanjang lagi. Sekarang sudah waktunya untuk boarding." Ed segera berdiri. Diulurkannya tangannya untuk membantu Ray yang sebenarnya tidak kesulitan sama sekali. Ia hanya ingin menunjukkan sisi romantis dirinya.
Ray yang sebenarnya masih bingung, sekali lagi menoleh sekeliling. Dan tetap saja tidak menemukan yang dimaksudkan suaminya. Namun tangannya yang ditarik Ed memaksanya untuk berjalan lebih cepat, menyamai langkah Ed. Ia menggelengkan kepala, sekedar mengusir pikiran buruk.
Keduanya telah duduk di kursi bisnis yang memang dipesan bunda Kiara. Ed tersenyum senang menyadari tidak banyak pria di kelas bisnis kali ini.
Perjalanan udara yang mereka lakukan tidak memerlukan waktu yang cukup lama. Tidak sampai dua jam, mereka telah tiba di pulau Dewata, yang menjadi ikon pariwisata negeri ini.
Dan seorang sopir telah tiba untuk menjemput mereka. Pria berusia enam puluhan tahun yang sudah dikenal Ed sejak ia masih kecil. Setiap kali ia berkunjung ke pulau ini, baik untuk perjalanan bisnis maupun hanya sekedar jalan-jalan seperti sekarang ini, pria inilah yang selalu menjemputnya.
"Apa kabar, pak Udin?" sapa Ed.
Pria itu tersenyum lebar. Majikannya ini selalu ramah padanya. "Baik, Mas. Sudah lama Mas tidak berkunjung ke sini," kata pak Udin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Backless Dress (COMPLETED)
RomanceTidak ada sinopsis. Sequel dari Perfect Two dan Sexy Dad. Edsel Leif Ericson dan Raynelle Zevanna Avshalom. Warning! adult content 18+