Aku pikir aku sudah gila. Ya, gila karena cinta.
Bayangan bidadariku dalam balutan dress hitamnya yang backless —saat pesta ulang tahun Stella itu— selalu saja menghantui pikiranku. Wajah polosnya dengan tatapan terpesona mampu membuatku tersenyum sendiri.
Hanya karena itu juga aku nekat menemuinya ke tempat dia bekerja yang tak lain adalah kantor milik ayahnya sendiri. Setelah membujuk Stella tentu saja, untuk memberitahuku alamat kantor itu.
Tidak mendapat alamat rumahnya, kantor juga bukan masalah. Dan di sana bertatap muka langsung dengan sosok yang kata Stella itu sangat protektif terhadap anak gadisnya. Memang benar seperti itu yang aku saksikan. Sangat mengintimidasi. Membuatku teringat akan seseorang di masa lalu.
Tak habis akal, aku juga membujuk Stella untuk memberikan nomor ponselnya. Ah, benar-benar bukan diriku sama sekali.
Tapi sepertinya takdir masih berpihak padaku hari ini. Karena tanpa sengaja kami bertemu di salah satu klub milik teman lama. Entah bagaimana mataku bisa langsung tertuju padanya. Mungkin hanya dia yang bersinar disana.
"Kakak." Kudengar suara bunda memanggil. Beliau pasti tau aku baru saja tiba di rumah.
"Iya, Bun." Aku menuju ke ruang tamu, yang sepertinya bunda punya tamu kali ini. Sebelumnya aku masuk melalui pintu samping karena baru saja dari garasi.
Ternyata tante Joanna yang ada di sana. Bersama om Alan dan kedua anak mereka —Alin dan Alex. Tante Joanna dan om Alan itu adalah sahabat bunda sejak masih kuliah dulu. Dan sampai sekarang mereka masih saja bersahabat.
Setelah salim pada bunda, aku menyapa mereka. Tersenyum tipis.
"Ed sudah mapan sekali sepertinya. Lama tidak terlihat, kamu juga semakin tampan." Tante Joanna berkata.
"Tante bisa aja. Tante juga awet muda," balasku. "Oh ya, Tante apa kabar?"
Tante Joanna tersenyum. "Seperti yang kamu lihat. Tante baik-baik saja. Semuanya baik." Ia melirik bunda sejenak. "Oh ya, Ed kapan rencana mau nikah?"
"Masih muda, Tante. Belum buru-buru sekali. Lagian papa sama bunda juga nggak mendesak."
"Kata siapa?" Bunda malah tidak mendukung jawabanku.
"Ih, Bunda."
Helaan nafas tante Joanna terdengar. "Kamu seperti Alin juga ternyata. Tapi kalau cowok sih memang bukan masalah mendekati kepala tiga. Tapi gimana sama cewek, emang masih ada yang suka nanti?"
"Mama apaan sih." Kali ini Alin yang protes pada mamanya.
Gadis yang sejak kecil seringkali dijodoh-jodohkan denganku itu memang belum menikah sampai sekarang. Dimana usia kami sudah dua puluh tujuh tahun. Dia juga mempunyai jawaban yang sama sepertiku tadi, 'masih muda'. Entah sampai kapan jawaban itu sanggup kami berikan.
"Kenapa tidak kalian berdua saja yang jadi pasangan?" Om Alan seolah mendukung istrinya. Dan anehnya kalimat itu malah mengingatkanku pada bidadariku. Kalimat seperti itu baru aku berikan padanya, sayangnya aku mendapatkan penolakan.
"Ini bukan zaman Siti Nurbaya kali, Om. Pake acara dijodohin segala. Kalau emang kami mau, sudah sejak dulu, kan?" Nada bercanda aku keluarkan. Tapi apa yang aku maksudkan adalah suatu keseriusan. Tujuanku sekarang ini hanyalah bidadariku. Tanpa ada rencana kedua.
"Tapi sepertinya Bunda membaca sesuatu yang lain." Bunda menyipitkan mata untuk mengintimidasiku.
"Yap, Bunda benar banget." Sosok yang seperti hantu —karena suara langkah kakinya tak terdengar— itu muncul begitu saja. Masih dengan kebiasaannya tanpa mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Main nyelonong begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Backless Dress (COMPLETED)
RomanceTidak ada sinopsis. Sequel dari Perfect Two dan Sexy Dad. Edsel Leif Ericson dan Raynelle Zevanna Avshalom. Warning! adult content 18+