"Edsel, aku sangat merindukanmu. Sudah sejak lama kita tidak pernah bertemu." Sekali lagi wanita itu menempel pada Ed.
Seakan tidak ingin terlibat dengan mereka, aku memilih untuk melepaskan diri dari Ed. Lebih baik mundur beberapa langkah dan berdiri bersama sahabatku. Biarkan mereka menyelesaikan masalah mereka sendiri tanpa melibatkan diriku yang sama sekali tidak mengerti bagaimana kejadiannya. Dan sepertinya Ed juga mengerti maksudku. Ia tidak memaksa untuk terus merangkulku.
Ed menolaknya dengan melepaskan tangan dari gamitan wanita itu. "Maaf, Sonya. Aku tidak bisa bersamamu. Tidak sekarang, dan tidak juga di masa mendatang."
Wajah wanita itu tampak kesal. Dia memaksa pandangan Ed untuk tertuju hanya padanya. Kedua tangannya meraih wajah Ed. "Kenapa? Memangnya apa salahku? Bukankah kamu sangat mencintaiku?"
Aku diam saja. Demikian juga dengan Stella. Bahkan untuk menatap ke arah mereka pun sedikit malas. Rasanya ada sesuatu dalam diriku yang memaksa untuk menghindar saja dari mereka. Tapi tak mampu kulakukan.
Ed menggeleng. Melepas tangan wanita itu dari wajahnya. "Aku tidak mencintaimu. Tidak pernah. Sejak dulu, itu tidak pernah terjadi."
Kali ini wanita bernama Sonya itu tampak marah. Wajahnya bahkan memerah dengan mata melotot. "Jadi selama ini kamu anggap aku apa?"
Ed menyunggingkan senyum tipis. "Apa aku pernah mengatakan kalau aku mencintaimu? Apa aku pernah memintamu untuk bersamaku?" Ed memberi jeda. Kepalanya menggeleng. "Tidak, kan? Aku tidak pernah mengatakan hal-hal seperti itu. Hanya saja kamu yang terus-terusan mengikutiku. Kutolak pun tidak akan kamu pedulikan."
"Apa gara-gara wanita itu, kamu jadi bersikap seperti ini padaku?" Dia menunjuk ke arahku. Dan hal itu seakan membangkitkan amarah dari dalam diriku, tapi coba kutahan.
Ed menggeleng, pelan tapi tak terbantahkan. "Tidak ada seorang pun yang merubah diriku. Aku tetaplah aku. Kamu saja yang tidak tau diri."
Wanita itu terdiam. Sorotnya malah sedikit berubah.
Kini Ed menatap tajam padanya. "Dan aku pun tau, kamu juga tidak pernah mencintaiku. Tapi kamu hanya mencintai uangku," desisnya tajam.
Sonya bergeming. Bisa kulihat ada ketakutan dalam dirinya.
Ed mendekatkan wajahnya pada Sonya. "Aku benar, kan?" Meski suaranya begitu pelan, hampir tak terdengar, tapi mampu menusuk ke dalam hati.
Wanita itu tertunduk. Tidak berani menatap Ed, yang kurasa ada di puncak amarahnya.
Ed kembali pada posisi tegaknya. Ditariknya nafas dalam-dalam. "Sekarang kamu ingin belanja apa? Akan aku berikan. Anggap saja sebagai hadiah terakhir. Tapi setelahnya, enyahlah dari pandanganku."
Sonya malah menggeleng. Dalam diam, dia melangkahkan kakinya untuk pergi. Awalnya perlahan, namun hanya sesaat dia sudah sedikit berlari. Aku pikir dia ingin menghindari tatapan aneh pengunjung lain. Satu tangannya bahkan menutup wajah.
Stella menyikut pinggangku, yang masih menyaksikan kepergian wanita itu. Senyumnya coba ditahan, tidak ingin ketahuan oleh Ed.
"Apaan, Stel? Tidak perlu senyum-senyum begitu." Sial bagi Stella, karena tetap ketahuan juga oleh Ed.
Stella berdehem. Membetulkan posisi berdirinya. "Tau deh, yang sedang berjuang demi mendapatkan tempat spesial," ejeknya. Gerakan bola matanya sengaja di putar untuk menggodaku.
"Sudahlah. Kalian sudah selesai belanjanya?"
Stella yang sudah mendapatkan sepatu yang cocok untuk dirinya mengangguk cepat. Sepatu yang ada di tangannya pun diangkat, seakan menunjukkan pada Ed.
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Backless Dress (COMPLETED)
RomanceTidak ada sinopsis. Sequel dari Perfect Two dan Sexy Dad. Edsel Leif Ericson dan Raynelle Zevanna Avshalom. Warning! adult content 18+