P-B [18] :: Again

7.4K 487 7
                                    

Hayo!

Ketemu lagi sama gue kekekeke *ngikik di pohon.
Maaf yeu, manteman gue jarang nongol. Masih dengan kesibukan yang sama dan gue dapet mood yang buruk hari ini. *gak nanya, Dhin-_-*

VIDEO WHAT DO YOU MEAN KELUAR, COEG. EH, PAS NONTON, BIKIN NYESEK SENDIRI. HARUSNYA KAN GUE YANG 'GITU-GITU' SAMA JUSTIN BUKAN MODEL KAMPRET ITU! *maafkan mood gue, gaez.

Oke, gamau banyak bacot dan makin ngomel-ngomel gak jelas, langsung aja,

Check this out!

***

"Anjir. Berasa ngomong sama tembok gue, Je," keluh Rama sambil mendorong kecil tubuh Jeje.

"Ih, apaan sih," dengus Jeje. "Lu ngomong apaan tadi emang? Penting?"

"Gak jadi!" Seru Rama kesal. "Udah gondok duluan gue."

Jeje hanya terkekeh kecil tanpa ingin membalas perkataan Rama (red; mengabaikan). Cewek itu masih asik dengan dunianya sendiri dalam genggamannya. Entah apa, tapi itu cukup merusak mood Rama yang sedang ingin menghabiskan waktu dengan sahabatnya itu.

"Gini deh, nasibnya kecanggihan jaman. Yang jauh di deketin, yang deket di jauhin. Kitati gua."

Jeje mendelik. "Baper banget sih, lo. Kayak apaan aja."

"Lo ngapain sih, daritadi? Sampe gue di cuekin gini?"

Buru-buru Jeje mematikan ponselnya saat Rama ingin mengintip sesuatu di dalamnya. Jeje hanya nyengir lebar sambil berkata, "nothing."

Tak bisa menyembunyikan kecurigaannya, mata Rama tetap memicing pada Jeje. Seperti ada sesuatu yang sedang di sembunyikan cewek itu. Tapi apa? Selama ini, mereka tidak pernah sekalipun saling menjaga rahasia. Mereka selalu terbuka.

Dengan wajah cemberut, Rama segera berdiri dari duduknya. Ia memakai jaket kesayangannya itu, lalu pamit.

"Kalo gitu, gue balik aja deh. Gak guna di sini juga," rajuk Rama.

"Dia sih gitu. Sori deh, Ram."

Rama mengedikkan bahunya acuh, lalu pergi dari kamar Jeje. Jeje meringis dalam hati sambil menatap punggung Rama yang masih bisa di lihatnya. Jeje bergumam pelan,

"Sampai kapan lo terus mendistraksi pikiran gue, Nan?"

***

Seminggu ini, sepertinya hari-hari yang buruk bagi teman-teman di sekitar Jeje. Oh, ralat. Mungkin hanya untuk Ila dan Rama, karena mereka telah di cuekin abis-abisan.

Mau seberapa penting obrolan mereka, Jeje tidak pernah menyimaknya. Bahkan untuk mendengarkan, perlu di sangsi. Tubuhnya memang berada di saat yang sama, tapi tidak dengan pikirannya.

Bagi Ila dan Rama, tentu telah mengetahui sebab dari semua itu hanya karena Keenan. Terluhat dari cara Jeje yang seringkali menatap Keenan dari kejauhan. Atau bahkan mengamatinya saat sedang latihan.

Ekskul voli yang biasanya rajin diikuti, tiba-tiba Jeje izin untuk absen. Ya, kalian tau jawabannya. Hanya untuk melihat Keenan ekskul karate.

Penting banget, gila!

Buat Jeje.

"Katanya sih, mau move on. Tapi, omongan tinggal omongan," cetus Ila saat mereka sedang duduk di kantin.

Jeje menyipitkan matanya. "Gak suka aja sih," cibirnya.

Rama menghela nafas berat. "Je, lo harusnya--"

"Tau diri, dia itu udah punya pacar yang lebih oke dari gue. Mau gimana pun gue ngarepin dia, gak akan pernah terjadi. Karena dari awal, dia gak pernah suka gue. Gitu kan?" Kata Jeje dengan wajah merah padam. "Tepuk tangan untuk gue, bahkan gue sampe hafal kalimat lo itu, Ram."

Perfect BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang