Haris berteriak murka pada kedua temannya itu. Segera ia menyeret kedua pemuda itu ke ruang tengah. Lalu, dengan emosi, ia menyuruh teman-temannya yang lain untuk bubar. Haris terpaksa membubarkan acara ulangtahunnya dengan terpaksa.
Oliv, yang tepat berada di samping Haris hanya bisa menahan lengan cowok itu sambil terus berkata pada Haris agar bisa lebih bersabar.
Mendengar suara ribut-ribut itu, Jeje dan Rama langsung berdiri dari duduknya. Mereka berdua menatap Haris dengan wajah ngeri. Pasalnya, cowok itu sangat menakutkan ketika sedang marah.
Adit dan Keenan yang di seret oleh Haris, di bawa ke ruang tengah. Kini mereka berkumpul di ruang tengah dengan keadaan yang sangat mencekam. Bisa saja habis ini ada sesi bunuh-bunuhan.
Oh, itu hanya ada di dalam khayalan Jeje yang sangat payah dan lebay.
"Ada apa--ADIT!!" Jeje langsung memekik begitu melihat Adit yang babak belur. Ada darah yang masih menempel di sudut bibirnya. Mata Jeje langsung mengarah ke Keenan.
Tiba-tiba perasaannya semakin memburuk karena melihat Keenan yang sepertinya tidak merasa bersalah karena membuat Adit bonyok. Perlakuan Keenan kali ini benar-benar tidak bisa diterima!
"BISA GAK SIH, LO GAK MAIN JOTOS ORANG GITU AJA?!" Jeje membentak. "LO MAIN NONJOK ANAK ORANG TANPA TAU ALASANNYA. COBA LO TANYA CEWEK LO SENDIRI APA YANG SEBENERNYA TERJADI!!"
Lean, yang tidak tau apa-apa, langsung beringsut ke samping Jeje untuk membantu menopang Adit. Mata Lean menyiratkan lo-kenapa-gak-bantu ke Rama. Yang langsung saja cowok itu mengangguk mengerti.
Rama dan Lean mengambil alih Adit dari Jeje dan membawanya duduk ke sofa. Rama berkata, "ambilin obat" pada Oliv tanpa suara. Oliv mengangguk, lalu pergi untuk mengambil obat.
Wajah Jeje masih merah padam menahan emosinya. Menunggu sampai Keenan berkata sesuatu. Yang lebih menjengkelkan bagi Jeje adalah kehadiran Alexa yang sangat tidak membantu. Alexa malah semakin menangis sesenggukkan: entah karena melihat Adit terluka atau Keenan yang sedang dimarahi oleh Jeje.
Such a drama queen banget nih orang, biar gak di salahin. Kampret, batin Jeje gemas.
"Lo gagu? Gabisa ngomong?!" Hardik Jeje pada Alexa. "Gausah cengeng lo, tai. Emang tadi gue ngapain lo sampe lo nangis? Ha? Ayo jawab!"
Keadaan makin ruwet ketika Alexa malah tambah kejer. Haris sudah muak. Ia ingin sekali mengusir mereka semua dari rumahnya--tapi ia masih mengingat kalau mereka adalah teman-temannya.
"Keenan," kata Haris tajam.
"FINE!!" Keenan berteriak, yang membuat semuanya berjengit kaget. Bahkan, Adit sampai meringis kesakitan begitu Rama mengobati luka bibirnya yang sobek, karena menekannya terlalu kencang.
"Gue nonjok Adit karena gue gak terima dia bilang kalo Alexa ini penjilat! Gue tau Alexa gak kayak gitu!"
Tiba-tiba saja Adit berdiri kembali. Melupakan lukanya. "Kenyataannya lo gak 'mengenal' dia lebih baik, Keenan." Adit menunjuk Alexa. "Dia, cewek yang lo bangga-banggain ini, gak lebih dari cewek murahan. Gak tau diri. Egois.
Apa lo tau soal Jeje yang nungguin lo di taman sendirian, hujan-hujanan pula sampe dia sakit?"
Jeje dan Keenan sama-sama terkejut mendengar pernyataan Adit. Jeje langsung menatap Rama dengan galak. Tetapi Rama malah mengangkat kedua tangannya seolah ia sama sekali tidak memeberitahu Adit. Jadi, Adit tau darimana?
Keenan juga menatap Alexa meminta penjelasan. Alexa measih sesenggukan, apalagi ketika ditatap tajam oleh dua orang yang begitu disayanginya. Ya, bagaimana pun sikap Adit terhadapnya, ia masih menyayanginya.
Alexa pun menghela napas panjang. "Maafin aku. Sore itu, pas kita battle ps sama Lean dan Haris, aku diem-diem sms Jeje pake hp kamu. Tapi aku ngelakuin semua ini karena aku gak suka sama dia!"
Mata Jeje membelalak. Emosinya sudah diubun-ubun. Jeje berderap maju untuk menampar Alexa, tapi ditahan oleh Lean yang berada di belakangnya. Cowok itu menggumamkan kata "sabar" di telinga Jeje.
Tapi ia tidak terima!
Bahkan tidak ada sama sekali alasan logis mengapa Alexa membencinya. Alexa anak baru, dan Jeje pun tidak terlalu dekat dengannya. Kenal saja pun engga. Alexa juga lebih cantik dan lebih 'kecewean' daripada Jeje. Jadi, apa yang patut dibenci dari Jeje? Gak mungkin banget seorang Alexa iri sama Jeje.
"Setan lo ya!!!" Maki Jeje. "Lo pikir lucu ngerjain gue kayak gitu?!"
"Keenan milik aku. Dan itu terbukti kan kalo kamu masih ngarepin dia?" Alexa menatap Jeje dengan wajah menantang.
Jeje menyumpah serapah dalam hati. Demi apapun, Jeje tidak akan mau lagi berurusan dengan cewek seperti Alexa lagi. Kalau bisa, Jeje sekalian pindah sekolah daripada harus satu sekolah dengan cewek setan kayak Alexa.
Dalam hati, Keenan berusaha sebisa mungkin untuk menahan senyumnya. Kenapa ia baru sadar sekarang kalau ternyata dirinya memang sudah 'jatuh' untuk Jeje. Namun, sisi keegoisan dirinya yang terus-menerus mengabaikan hal itu.
Dan kini, Keenan harus menelan kenyataam, bahwa setelah ini berakhir, tidak ada lagi yang tersisa untuk dirinya. Jeje tidak mungkin lagi masih mengharapkannya. Keenan sudah terlalu menyakitinya. Dan Keenan pun tau, seorang cowok brengsek seperti dirinya tidak pantas mendapat cewek sebaik dan setulus Jeje.
Keenan bodoh!
"Kak Adit, aku gak suka Kakak deket sama Jeje juga karena aku cemburu. Aku cemburu kakak bisa lebih perhatian ke Jeje daripada aku. Padahal aku ini adik kakak!"
"Lo masih mau gue anggep sebagai adik setelah yang lo dan nyokap busuk lo itu perbuat ke nyokap gue? Ngaca, Lexa! Lo yang bikin keluarga gue ancur! Nyokap gue? Dia sekarang di rumah sakit jiwa karena stres. Lo mikir gak gimana perasaan gue selama ini?!" Napas Adit memburu saking emosinya. Setelah mengatakan itu, Adit segera bergegas keluar dari rumah Haris.
Tanpa disuruh, Jeje berlari mengejar Adit keluar.
Di ruang tengah itu kini tinggal Haris, yang masih berdiam diri berusaha mencerna semua yang telah terjadi di rumahnya; Oliv, yang setia di samping Haris sambil mengelus-elus lengan Haris; Lean, yang tidak tau apa-apa hanya bisa duduk terdiam; Alexa yang mencoba berbicara dengan Keenan dan di tanggapi dengan dingin; dan Rama yang masih menatap Keenan dengan wajah mengeras.
Perlahan, Rama mendekati Keenan dan dalam satu pukulan, Keenan kalah telak.
"Itu buat Jeje."
Sebelum pergi, Rama sempat mengacungkan jari tengahnya untuk Keenan yang masih terduduk di lantai.
♤
Jeje menghampiri Adit yang sedang merunduk di atas stang motornya. Bahunya terguncang, dan Jeje tahu pasti apa yang tengah Adit lakukan. Ia mendekat ke arah Adit, dan menepuk bahunya.
Adit menoleh, dan langsung mengusap wajahnya. Seketika, ia malah terkekeh begitu menatap Jeje. "Gue cengeng, ya?"
Jeje menggeleng. "Enggak kok. Wajar kali kalo lo nangis. Lo kan juga manusia."
Adit mengacak rambut Jeje dengan gemas. Lalu ia berkata, "gue ... boleh peluk lo?"
Tanpa menjawab, Jeje pun memeluk Adit. "Besok-besok, kalo mau cerita, cerita aja sama gue, Dit. Gue pasti dengerin kok. Apapun masalah lo, kalo gue bisa bantu, bakal gue bantu. Karena lo temen gue."
Hati Adit mencelus. Padahal tadinya, ia sudah mengira kalau pada akhirnya Jeje bisa menyukainya. Tapi kenyataannya tidak. Jeje hanya menganggapnya teman. Tidak pernah lebih, dan tidak akan pernah.
Kenapa, bukan gue aja yang di posisi Keenan di hati lo, Je? Tentu gue gak akan pernah nyia-nyiain lo, batin Adit.
"Makasih, Je. Lo emang cewek baik. Gak salah gue suka sama lo."
Jeje tersenyum di balik punggung Adit. Ia pun berpikir, kenapa ia tidak bisa menyukai Adit saja? Yang lebih baik beribu persen daripada Keenan. Dan yang pasti, tidak akan menyakiti Jeje seperti yang di lakukan Keenan.
Sayangnya, perasaan Jeje masih sama, untuk orang yang sama.
Mereka pun melepaskan pelukannya. Kemudian mereka pun memutuskan untuk pulang ke rumah.
-
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Boyfriend
Teen FictionOrang gila mana sih yang gak pengen punya pacar yang perfect? Kalo kalian gak merasa, mending periksain diri ke dokter jiwa! Dia, si cowok paling perfect seantero sekolah. Saking perfectnya, sampe php sana-sini. Gue pun kena php-annya. Sial! Berkat...