P-B [04] :: Planner

9.5K 594 15
                                    

"Ya, lo bego, langsung nembak Jeje gitu aja. Pasti di tolak lah!"

"Lo tuh gak ada bantu-bantunya sama sekali tau gak!" Keenan bersungut menatap Lean tajam.

"Benerlah, kata Lean. Lo konyol!" Timpal Haris menyetujui ucapan Lean. "Walaupun Lean jomblo abadi, dia pasti tau cara nembak cewek yang bener. Lo asal tancep gas aja. Motor aja perlu di panasin dulu baru di pake." Haris mencibir.

"Gue kan pengen pake cara yang anti-mainstream. Kalo mesti pake pedekate dulu mah kelamaan," elak Keenan.

"Suka suka lo deh ya, gue mah gak ngerti lagi." Lean memijit pelipisnya perlahan. Merasa jengah dengan Keenan. Apa-apaan itu main nembak orang seenaknya? Emang gak butuh proses?! Keenan ganteng-ganteng tolol. Oke, kayaknya bagus di jadiin judul sinetron. Bhahaha.

Haris menggelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, menatap Keenan frustasi. "Lo tau, Jeje gak kayak cewek lain di sekolah ini. Mungkin yang lainnya kalo lo tembak langsung mau tanpa pikir panjang. But, back to earth. Ini Jeje, Man."

"Ah elah, sama aja. Judulnya sama-sama cewek," elak Keenan ngocol. Dasar cowok pala batu ya, kayak Keenan. Di bilangin gak pernah di denger, dablek.

"Lo kenapa jadi bego banget urusan cewek cuma gara-gara Jeje? Ck," Lean menimpali.

Keenan tak memusingkan ucapan sarkastik dari Lean tersebut. Yang ia pikirkan adalah bagaimana bisa membuat Jeje jatuh kepadanya. Yang Keenan tau pasti adalah satu hal, membutuhkan perjuangan.

Okay, here's the plan. Phase one started.

*

Jeje masih merengek manja di hadapan Rama yang malah membuat cowok itu pusing sendiri. Melihat tingkah Jeje yang tidak biasanya memberengut dan terus memaki tidak jelas. Bahu Rama rasanya seperti ingin copot, karena terus di pukuli Jeje tanpa henti.

"Gue gedek, gue gigit beneran lo, Je!" Ancam Rama sadis. Jeje meringis.

"Temen lo gila! Psycho! Sinting!"

Rama mendelik tajam. "Dia yang gila, psycho, sinting, napa marahnya ke gue?" Jeje makin merengut. "Lagian, bukannya lo suka sama dia? Kenapa gak lo terima?"

"Iyasih suka, tapi kan cuma sebatas 'suka'. Kalo emang mau jadiin gue pacar, gue mesti ngerasain apa itu yang namanya 'sayang' dulu lah. Semua butuh proses."

"Jadi kode? Nanti gue bilangin," sahut Rama datar. Ia mulai meijit pelan bahunya yang serasa baru saja rontok akibat ulah Jeje.

"ARGH! RAMA NYEBELIN!" pekik Jeje kencang sebelum pergi dari lapangan. Ya, sedari tadi cowok itu memang di lapangan, melihati adik kelas yang sedang bermain basket.

"Semoga lo gak jadi mainannya Keenan, Je. Gue sayang lo." Pikir Rama sambil menatap punggung kecil milik Jeje yang lama-lama menghilang diantara siswa yang berlalu lalang di koridor.

Setelah itu, Rama beranjak dari duduknnya dan berniat untuk mencari sosok Keenan. Walaupun Keenan sahabatnya juga, tentu Rama lebih memprioritaskan Jeje diatas Keenan. Rama hanya tidak mau Jeje kembali terluka, setelah selama ini berhasil move on.

"Ris, Keenan mana?" Tanya Rama begitu mendapati Haris dan Lean yang sedang duduk-duduk santai di pinggir koridor.

Haris celingukan ke kanan dan kiri. "Lha, gatau gue. Dia merat gitu aja tadi," jawab Haris seraya mengedikkan bahunya acuh.

"Dia lagi mikir betapa konyolnya dia kali," Lean menimpali membuat Rama sontak terkekeh. Tentu ia tau maksud 'konyol' yang dibilang oleh Lean.

Tawanya mereda, Rama membuka suara. "dia serius kali ini?"

Haris dan Lean tampak saling bertukar pandang. Merasa bingung juga dengan sikap Keenan yang saat ini. Lean pun menjawab, "Keenan lebih ribet untuk dipikirin daripada rumus Isaac Newton sekalipun."

"Lagipula dia bilang, dia mau kiat kedepannya gimana nanti antara dia dan Jeje. Siapa yang merubah pandangan dulu," sambung Lean.

"Maksud dari 'merubah pandangan'?" Rama menaikkan sebelah alisnya.

"Lo tau lah gimana Keenan dan Jeje masing-masing. Pasti lo ngerti dengan 'merubah pandangan' tersebut." Jelas Haris yang diangguki oleh Rama. Ia rasa ia mengerti dengan maksud merubah pandangan tersebut; ialah siapa dulu yang bisa merubah satu sama lain.

"Terus, Keenan punya rencana?"

"Gue rasa punya. Liat aja besok."

*

Keenan menulis-nulis sesuatu di papan tulis miliknya yang berada di kamar. Menuliskan berbagai rencana yang akan mulai ia jalani esok hari. Ia sudah menyiapkan 3 fase pendekatan.

Nah, masing-masing fase itu yang ia tidak tau seperti apa.

"Anter-jemput? Ah, gak mungkin. Gue aja lupa rumahnya dimana," gerutu Keenan sedari tadi.

Ia masih bingung bagaimana cara mendekati Jeje selama tiga hari itu yang-ia-rasa-cukup-untuk-membuat-Jeje-jatuh. Satu hal yang pasti melintas diotaknya mengenai Jeje; sesuatu yang berbeda yang ia beri dari pada gadis lainnya.

•••

Perfect BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang