Siang ini, Jeje ada latihan Voli. Karena 2 minggu lagi ada event khusus yang di buat sekolahnya dalam merayakan ulang tahun SMA Atlantica.
Event itu akan berlangsung 3 hari. Hari pertama dan kedua, adalah sparing antar sekolah yang di undang. Dan hari ketiga sebagai puncak perayaannya. Ada berbagai Bazaar, stan-stan makanan, dan acara live musik yang akan diadakan.
Kini, Jeje dan teman-temannya sedang melakukan pemanasan. Sebenarnya, Jeje sudah sangat letih setelah rapat osis tadi. Namun, ia tidak bisa meninggalkan tanggung jawabnya sebagai kapten tim voli sekolahnya.
Usai latihan, Jeje baru saja ingin menelpon Rama sampai satu suara menginterupsinya.
"Keenan mana, Je?" Itu Ila, teman satu timnya.
"Dia kan latihan Karate sama Basket juga," jawab Jeje sekenanya. Jeje memasukkan kembali ponselnya kedalam tas. "Gue duluan ya, La?"
"Lo di jemput Rama, gak?" Jeje menggeleng dan menyahut dalam hati, tadinya. "Gue pulang bareng lo, deh."
"Tapi gue lagi gak bawa si Pinby."
Ila melongo. "Pinby? Siapa?"
Jeje mendecak. "Skuter gue, namanya Pinby. Singkatan dari Pinky Baby."
Penjelasan Jeje kontan membuat Ila tertawa. Tidak menyangka seorang Jeje yang tomboy masih bisa menyukai warna merah jambu dan menamai Skuter cantik miliknya, dengan nama yang terlalu girly.
"Lo gak selaki yang gue kira, Je," tukas Ila di tengah-tengah tawanya. Hal itu membuat Jeje mendengus.
♤
"Jadi, menurut lo, Keenan bisa serius sama lo?" Mata Ila menatap Jeje lekat. "Kali ini?"
Jeje hanya mengangkat bahunya acuh. "Gue sendiri gak yakin. Maksudnya, apasih dalam diri gue yang bisa bikin Keenan 'melihat' gue?"
"Banyak," jawab Ila tegas. "Lo baik, berbakat, cantik, manis. Dan yang terpenting, lo gak jaim."
"Karena gue gak jaim itu sumber masalahnya," Jeje menghembuskan napas dalam. "Gue malah terkesan ... malu-maluin." Jeje tertunduk lesu.
Kontan, Ila tertawa kencang. "Aduh, Zhesya... siapa sih, yang bilang lo malu-maluin? Emang pernah gue, Rama atau Keenan risih deket-deket sama lo karena lo malu-maluin? Enggak, kan?"
"Yah," Jeje mencoba mengelak. "Itu karena kalian temen dan pacar gue."
"Oh, ehm, 'pacar', ya?" Ila makin menggoda Jeje.
"Gausah ngeledekin gue, kalo sebenernya lo sendiri jealous." Jeje memutar kedua bola matanya, sedetik kemudian tersenyum kemenangan.
Ila mengedikkan bahunya acuh. "Setidaknya, gue naksir dia, gak seberat lo naksir dia."
Wajah Jeje memerah. Benar-benar sudah menjadi rahasia umum, ia menyukai sosok Keenan. Naasnya, sebentar lagi akan berakhir seperti mantan-mantan Keenan yang lain.
Memikirkan itu, air wajah Jeje berubah murung.
"Udah, Je," Ila menepuk pundak cewek tomboy tersebut. "Kalau dia beneran suka sama lo 'nantinya', dia akan mempertahankan lo."
Mendengar penuturan Ila, Jeje berjengit. "Ish, menye-menye banget gue. Udah ah, yuk naik. Bisnya udah dateng, tuh."
Memang, sedari tadi mereka mengobrol di halte dekat sekolahnya. Karena mereka sama-sama tidak membawa kendaraan, berakhirlah mereka disana.
Ketika bisnya sudah mulai dekat, bunyi klakson yang sangat memekakkan telinga, membuat mereka menoleh. Disanalah Keenan, duduk diatas motornya. Cowok itu membuka helmnya, dan menatap Jeje lekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Boyfriend
Fiksi RemajaOrang gila mana sih yang gak pengen punya pacar yang perfect? Kalo kalian gak merasa, mending periksain diri ke dokter jiwa! Dia, si cowok paling perfect seantero sekolah. Saking perfectnya, sampe php sana-sini. Gue pun kena php-annya. Sial! Berkat...