Gue denger teriakan Cinta dan akhirnya kepala gue kena pukul benda tumpul. Sebelumnya gue denger mereka ngomong kalau mereka berhasil buat Cinta pingsan dan setelahnya pandangan gue menggelap dan tak sadarkan diri.
***
Bau obat-obatan sangat membuat penciuman gue terganggu, saat membuka mata pertama kali gue lihat atap yang berwarna putih. Gue rasa sekarang gue ada di rumah sakit.
"Akhirnya elo sadar juga, Nath." teriakan Andrew terdengar jelas sekali.
Gue coba buat bangkit dari kasur tapi kepala gue langsung berdenyut sakit. Gue liat Andrew menahan gue supaya tetep pada posisi berbaring di kasur. "Elo ga usah maksain dulu."
Ingatan gue kembali lagi ke kejadian saat gue dikeroyok masal, "Tapi Cinta!" teriak gue langsung keinget keeadaan Cinta sebelum gue pingsan.
"Polisi masih nyari keberadaan adik gue." ucapan Andrew buat gue mematung, gue merasa seakan udara disini menjadi keruh, ga enak buat bernafas.
"Maaf gue ga bisa jagain Cinta."
"Bukan salah elo, lagian elo jadi gini kan gara-gara mau lindungi Cinta."
"Ini ulah musuh keluarga elo kan, Drew?" tanya gue to the point. Dan Andrew hanya mengangguk, sepertinya lelah sekali menghadapi ini.
"Saat gue liat panggilan tak terjawab dari Cinta tadi sore, gue punya firasat aneh." cerita Andrew tentang perasaannya. "Tapi gue telepon balik, Cinta ga angkat telepon gue. Dari situ gue langsung nelusurin jalan buat nyari kalian dan nemu elo terdampar di depan mobil elo." lanjutnya dengan wajah sendu.
Pintu ruangan gue kebuka menunda kelanjutan cerita Andrew, dan Silvi sepupu gue yang manis datang dengan plastik makanan ditangannya, "sorry ganggu tapi kalian sepertinya butuh makanan."
"Masuk aja, ay." jawab Andrew buat Silvi merona. Tidak bisa kah mereka menahan kemesraan dihadapan orang sakit, apalagi keadaan Cinta belum diketahui.
"Sebel ka." ucap Silvi sambil duduk disebalah gue, dan membuka bungkusan yang dia bawa. "Silvi bawain bubur buat ka Nathan." lanjutnnya, dengan tangan sibuk menuangkan bubur ke mangkok.
"Makasih Vi, tapi gue ga lapar."
"Meski ga lapar, harus tetep makan. Kaka tepar udah hampir 13 jam." ucapnya dengan tangan mengaduk bubur dan menyodorkannya di depan mulut gue. "Buka mulutnya ka."
"Ogah, gue masih belum tau keadaannya Cinta gimana. Mana mungkin bisa makan."
'Platak.' sendok milik Andrew mendarat di kepala gue, refleks gue meringis kesakitan, apalagi bagian yang sakit yang dia pukul.
"Drew kena luka gue itu!" protes gue sambil meringis kesakitan.
"Alah luka gini aja sakit sampe kaga makan." ejeknya membuat gue melotot tajam, kepala ya kepala ga ada hubungannya sama perut gue kan. "Elo harus punya energi kalau mau nyelamatin adik gue."
Gue hanya berdecik menatap Andrew jengah, gue tau apa yang diucap Andrew benar, tapi mana mungkin gue bisa makan sedangkan gue tau Cinta mana mungkin lagi makan dengan tenang.
"Tapi.."
"Ga ada tapi-tapian Nath, elo makan tuh bubur bawaan Silvi." perintah Andrew yang begitu tegas, penuh penekanan bahwa dia sama sekali tak mau ditolak.
Akhirnya gue bawa mangkok di tangan Silvi dan dengan terpaksa memakan buburnya, nafsu makan gue benar-benar ga ada, bubur ini serasa hambar yah bisa dibilang ga enak untuk dimakan. "makannya yang bener dong ka Nathan." peringatan Silvi yang liat gue cuma ngaduk-ngaduk buburnya dan hanya memakannya sedikit.
Andrew yang jelas mendengarnya langsung menatap gue horor, oh kaka ipar yang sangat merungsingkan. Tapi untungnya gue mendapatkan keridhoan beliau untuk Cinta, yah meskipun penuh perjuangan.
Saat gue masih dengan asiknya mengaduk bubur yang tanpa selera untuk di makan, tiba-tiba pintu ruangan gue dibuka dengan kencang, menampilkan sosok yang saat ini tak ingin gue liat sama sekali. Dia membuat firasat gue buruk.
"Hay Nathan, gimana keadaan kamu sayang?" ucapnya dengan menghamburkan diri kearah gue.
"Ngapain elo ada di sini, Laura?" yah wanita yang membuat hari gue kacau untuk bersama dengan Cinta, dan yang menjadi alasan Cinta marah sama gue. Tak bisa kah dia menghilang(?) rasanya kesabaran gue habis atas perbuatannya.
"Kamu sama sekali tak bersikap ramah padaku sayang." lagi-lagi panggilan itu membuat bulu kuduk merinding, dan liat tatapan jijik Silvi, apalagi tatapan Andrew yang sepertinya bisa mengamuk kapan saja.
Silvi udah benci sejak gue cerita kelakuannya yang melewati batas, apalagi peristiwa Laura menampar Cinta dihadapannya membuat dia protes tanpa henti untuk menjauhkan Laura. Sedangkan Andrew menatatap tajam seperti itu karena dia tau bahwa adek kesayangnya terluka karena kelakuan Laura, padahal sebelumnya dia bisa bersikap biasa meskipun terkadang mengomentar hal negatif kelakuan Laura.
"Gue ga perlu berbicara ramah sama elo."
"oh sayang, kamu nyakitin aku." ucapnya membuat gue merinding karena rasa nya begitu menjijikan.
Tiba-tiba Silvi tertawa keras, membuat gue dan Andrew serta Laura menatap nya penuh minat, gue ga ngerti juga kenapa sepupu gue ketawa.
"Ka Nathan masih ngurus nenek lampir kaya dia, belom diusir juga ternyata." ucapnya buat gue ngerti kenapa dia ketawa tiba-tiba kaya tadi, dan gue langsung liat raut muka Laura berubah kejam, yah memang dia satu spesies dengan nenek lampir jahatnya.
"Apa lo anak kecil?!" teriak Laura sanarkis, gila teriakannya kenceng amet.
"Apa lo nenek lampir?!"balas Silvi, yah setidaknya dia tak sekencang Laura.
Tapi mereka segera dipisahkan oleh Andrew, jika tidak pasti udah maen jambak-jambakan dah, "Udah ay, jangan diladenin." ucap andrew buat Silvi nurut.
"Laura kalau elo cuma maen teriak di sini, mending elo pergi deh." usir gue seketika.
"Engga!"
"Elo ganggu gue, mending pergi atau gue panggil satpam." ancaman gue sukses buat wajah Laura panik.
"Ya udah deh sayang hari ini aku pulang cepet, dadah." dan pergilah orang itu.
Benar-benar menjijikan, geli, menjijikan, geli. Entah kenapa dia menjadi wanita centil seperti itu, padahal saat di Bali dulu dia tak seperti itu. Orang memang bisa berubah dengan cepat.
"Ahh!!! Jijik banget tadi, untung nya segera pergi tuh nenek-nenek." omel Silvi penuh kelegaan, gue juga merasakan sih.
"Udah ay, udah pergi jangan jadi kamu yang berisik." keritikan Andrew buat Silvi tenang kembali, tapi masih jelas wajah kesalnya.
"Drew." panggil gue saat tau ponsel andrew bergetar, tanpa gue lanjutin dia ngerti maksud gue dan segera liat ponselnya.
Dan seperti mendapat hal penting, Andrew segera menjawab panggilan tersebut, sepertinya itu hal penting sehingga dia meninggalkan ruangan gue.
"Vi, telepon dari siapa tuh?"
"Ga tau."
Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dengan kasar, dan sekarang giliran Andrew yang melakukannya, tak bisa kah tidak membuat kebisingan.
"Nath polisi udah nemuin tempat Cinta disekap!"
Tbc..
Assalamualaikum.
Maaf telat, maaf cuma bisa segini, maaf kalau ga rame, dan makasih masih setia baca.
Akhir-akhir ini aku galau, aku lagi pingin bikin cerita baru, ide udah ada. Jadi mohon dukungannya hehehe..
Tinggalkan jejak voment kalian;;) Loveeeee
KAMU SEDANG MEMBACA
Protective?
Romancepunya kaka yang over protective itu memang merepotkan, segala urusanku diurusnya. tapi untuk temannya yang satu ini kaka ku mempercayainya, beda dengan biasanya. semuanya berhubungan dengan kejadian itu.. Copyright © nnamaul Sampul by @Stanley Shunp...