Part6

11.1K 662 0
                                    

"Fa gimana nih?" isakku sesegukan.

Sejak membaca pesan dari Silvi aku tak bisa berhenti menangis, perasaan ku bener-bener campur aduk dan lebih untungnya guru yang mengajar berhalangan hadir.

"Kamu dari tadi nangis terus Ta." ucap Rafa, bukannya ngasih solusi malah moyokin nih budak.

"Memang nangis, masa ketawa sih. Kasih solusi ke Fa."

"Ya udah ngomong langsung sama Silvinya, jelasin biar beres semuanya."

Ucapan Rafa memang gampang buat diomongin, tapi kan ga semudah ngebalikin telapak tangan juga nih masalah. Masa mereka putus cuma gara-gara aku sih, ga etis banget suer apalagi mereka baru pacaran sehari.

"Tapi aku niatnya mau marahan dikit."

"Sikap kamu kalau begitu bikin runyem masalah loh Ta." Mendengar ceramahan Rafa, buat aku menangis kembali dan Rafa hanya mengusap punggungku untuk menenangkan.

Memang sedari tadi anak-anak kelas melihat kami penuh penasaran, meskipun ada juga yang cuek bebek. Namun aku pun secuek bebek nangis gitu aja, membuat anak-anak bingung karena aku bukan orang yang cengeng dan memang nyatanya pertama kali menangis dikelas. Teman-teman dikelas kebanyakan menganggapku cuek, padahal mah apa atuh.

Tiba-tiba pintu kelas yang tertutup dibuka dengan kasar oleh ka Nathan. Dia mendekatiku dan Rafa, menarikku dengan tiba-tiba sehingga aku mengikutinya keluar kelas. Sekilas aku melihat muka Rafa sedikit kecewa.

"Ka, mau kemana?" nada suara ku masih terdengar serak karena menangis.

"Ikut kaka, jangan protes." hanya itu yang ka Nathan ucapkan, selebihnya aku hanya mengikutinya dan hening diantara kami.

Setelah jalan lumayan jauh karena kelasku berada dilantai 2, kami sampai ditaman belakang sekolah. Ka Nathan mendudukan ku pada bangku yang ada disekitar kolam, dan dia menatapku dengan seksama setelahnya. Dan sekarang ini seorang ka Natha bersimpuh didepanku.

"Kenapa kamu menangis?" suara ka Nathan begitu lembut ditelingaku, membuat aku kembali menangis.

"Ka, Cinta buat kesalahan."

"Kenapa? Cerita sama kaka."

Aku pun bercerita perkara tadi pagi, sampai masalah pesanpun aku bicarakan. Dan ka Nathan sabar mendengarkanku, kadang kala dia menghapus air mata ku menggunakan jarinya.

"Lebih baik Cinta bicara baik-baik sama Silvi."

"Tapi ka, ini kan gara-gara kaka juga." protesku mendengar saran ka Nathan seenak jidat.

"Loh ko salah kaka?"

Ya ampun sekarang dia membuat wajah tak bersalah, pingin ku remek-remek tuh muka. Jelas banget dia salah, siapa suruh bilang janji jemput Cinta segala sama ka Andrew!! Dan sekarang dia malah ketawa ga jelas, suernya nyebelin.

"Muka kamu lucu deh, Ta." ucapnya diselingi oleh tawa, dan itu tawa yang lama sekali.

"Jangan kelamaan juga kali ketawanya, emang Cinta badut diketawain." omelanku hanya membuat dia tertawa lebih hebat.

"Oke maaf, maaf. Abis kamu lucu sih." ujarnya dan sukses mencubit pipiku.

"Sakit kali ka, maen nyubit segala." dan dia pun terkekeh mendengar protesku.

"Nanti pulang sekolah kita sama-sama ngobrol sama Andrew dan Silvi, oke?" aku hanya mengangguk setuju.

Setelahnya hening, tak ada yang mencoba berbicara, aku mau pun ka Nathan menikmati keheningan ini. Yang terdengar hanya ada suara angin yang berhembus dengan indah. Suara pohon yang tersentuh angin. Suara burung yang mengikuti angin. Semua begitu menenangkan.

"Ta?"

"Hmm.."

"Jujur deh, kamu punya rasa sama Andrew?"

Hah?! Pikiran macam apa yang ada di otak ka Nathan sampai-sampai dia menanyakan hal yang tidak waras.

"Rasa apaan? Strawberry? Mangga? Atau lemon?" jawabku dengan tampang so polos.

"Gue serius, Ta. Kali aja kalian punya perasaan lebih dari sodaraan." seketika aku shok mendengar pendapat ka Nathan yang diluar kendali.

"Kaka kira Cinta apaan. Sesayang-sayangnya Cinta sama ka Andrew, ga sampai sayang yang begituan kali." Ka Nathan tersenyum lebar mendengar protesku, entah kenapa dia lebih ganteng.

"Oh ya, kenapa kaka bisa jadi guru disini?"

"Loh memang ga boleh?"

"Boleh aja sih."

Dan seketika hening, tak ada yang berbicara. Ka Nathan yang bersimpuh dihadapanku sekarang pindah duduk di sampingku. Sampai bel jam terakhir pun kami tetap hening.

Hingga tiba-tiba seseorang memanggilku, "Cinta.."

Spontan aku memalingkan wajahku. Dan disitu ada Silvi yang membuat aku diam seribu bahasa saat ini.

Tbc..

Haiiiiiiiiii...
Part6nya bagaimana?? Maaf kalau ceritanya udah ga beraturan kemana-mana, maklum saja masih pemula =D
Maaf juga lama update, dan maaf alurnya kecepetan atau apapun yang jelek dari cerita ini. Tetep baca, vote dan comment yap ;;)

Protective?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang