Pejuang Rasa

880 25 0
                                    

Pagi ini, suasana hatiku jauh lebih cerah dari cahaya mentari yang membuat aku terbangun dari tidur. Aku masih teringat pada pesan yang Alika kirim tadi malam. Mungkin Alika sudah mulai membuka sedikit pintu hatinya, dan memberiku ruang untuk bisa lebih dekat dengannya.
Dalam posisi masih terbaring di kasur, aku langsung menelpon Alika.
"Halo." Kusapa.
"Iya."
"Hari ini boleh ketemu?" Kutanya Alika.
"Aku kerja." Kata Alika.
"Iya aku tahu, jam istirahat aku kesana." Aku langsung menutup telponnya agar Alika tak sempat menolak keinginanku.
Aku menatap foto-foto Alika sambil senyum-senyum sendiri. Entah mengapa aku merasa Alika akan segera menjadi milikku. Rasa percaya diriku semakin tinggi.
"Pagi-pagi gini udah senyum-senyum sendiri, gila?" Kata Aska yang baru saja terbangun dari tidur.
"Kamu sih belum pernah ngerasain jatuh cinta kaya gini, jatuh cinta menuju gila." Kataku.
"Basi ah, paling juga kalau ceweknya udah dapet, nanti ditinggal, dicuekin, nggak akan lebih dari seminggu kayanya." Kata Aska sambil berjalan ke kamar mandi.
"Nggak! Yang ini beda Lat." Kataku sambil melempar Aska dengan bantal.
Aku memang pernah memperlakukan wanita seperti itu, bahkan sering. Tapi aku berjanji pada Tuhan, jika Ia izinkan aku memiliki Alika, aku tak akan pernah menyakitinya. Aku tak akan melakukan keburukan yang sama pada Alika. Karena aku tak hanya menyukainya, tapi aku cinta dan aku sangat menyayanginya.
Saat Aska kembali ke kamarku, aku masih di posisi yang sama dan masih melakukan hal yang sama, tersenyum sendiri menatap foto Alika.
"Ya ampun Al, masih gitu aja daritadi." Kata Aska.
"Kaya yang nggak tahu jatuh cinta aja kamu ini." Kata Ibu yang tiba-tiba masuk ke kamarku.
"Kulat emang nggak pernah jatuh cinta Bu, makanya nggak pernah ngerasain." Kataku.
"Emang Ibu izinin kamu buat pacaran gitu?" Tanya Ibu.
"Kalo nggak boleh, berarti aku mau langsung nikah." Kataku.
"Silakan, tapi Ibu nggak ikutan." Kata Ibu.
"Mampus!" Aska menertawakanku.
"Biarin, mau cari wali aja." Kataku.
"Nggak akan Ibu restuin. Sarapan dulu sana." Kata Ibu.
Aku tak menjawab apapun lagi, aku hanya terus memandang foto Alika, membuat Aska semakin kesal melihatku melakukan itu.
Saat sarapan, aku meminta Aska untuk ikut denganku nanti siang ke tempat kerjanya Alika. Aska tak pernah menolak.
Di pikiranku saat ini, hanya ada Alika. Entah mengapa dia membuatku jatuh cinta segila ini, tentu saja Alika adalah orang pertama yang membuatku seperti ini.
Siang harinya, aku dan Aska bersiap-siap untuk pergi menuju tempat kerjanya Alika. Aku sudah berdandan rapi, lebih rapi dari biasanya. Aku tampil lebih tampan, lebih tampan dari biasanya. Dan tentunya lebih percaya diri dari sebelumnya.
Sepanjang perjalanan, aku merasa bahwa aku memang sudah gila, tak bisa sedetikpun untuk tidak tersenyum. Kebahagiaan semacam ini bagiku bukan untuk ditunda, harus diperjuangkan agar terus berlanjut.
Aku langsung mencari Alika di Kantin Pak Yudi, karena saat itu sudah jam istirahat. Alika berada disana. Aku langsung menghampirinya.
"Hey." Kusapa Alika. Aku langsung duduk berhadapan dengannya, Aska duduk disebelahku.
Alika hanya tersenyum, menatapku beberapa detik, lalu melanjutkan makan siangnya.
"Aku tunggu sampai kamu beres makan." Kataku.
Alika hanya memberiku sedikit senyuman lagi. Aku dibuat gugup, tak tahu harus berkata apa.
Saat Alika selesai makan, dia menatapku lagi, dan tersenyum padaku lagi. Aku benar-benar tak tahu harus bagaimana untuk memulai perbincangan.
"Nggak akan ngobrol?" Tanya Alika.
Aku terdiam, mencoba berbicara, aku yakin Alika melihatku sedang gugup. Aku tak biasanya seperti ini.
"Boleh nanya?" Tanya Alika lagi.
"Nanya apa?" Kataku.
"Kamu serius suka sama aku?" Tanya Alika.
"Bukan cuma suka. Aku sayang sama kamu, bahkan lebih dari sayang." Kataku. Aku mencoba kegugupanku.
"Kok bisa?"
"Diluar kendali aku." Kataku.
"Kamu kan udah tahu kalau aku punya pacar, kenapa masih berani deketin?" Tanya Alika.
"Cuma pacar kan? Bukan suami?" Kutanya balik.
"Iya, kamu tahu kan resikonya kalau suka sama orang yang udah punya pacar?"
"Tahu banget, tapi nggak bikin aku mundur. Aku masih berhak perjuangin apa yang hati aku mau." Kataku.
"Kalau aku minta kamu buat ngejauhin aku bisa? Itu kan hak aku." Kata Alika.
"Silakan, kalau bisa." Kataku mulai percaya diri.
Aku merasa aneh pada Alika, dari SMSnya tadi malam, aku pikir dia mulai membuka pintu hatinya untukku. Tapi sekarang Alika bersikap seperti memintaku untuk menjauhinya.
"Aku salut sama kamu." Kata Alika.
"Karena?" Kutanya.
"Dari banyak orang yang deketin aku, terus tahu kalau aku punya pacar seorang tentara, mereka semua langsung mundur, cuma kamu yang masih mau maju." Kata Alika.
"Aku nggak takut." Kataku.
"Iya tahu, kamu dididik di geng motor buat nggak takut sama siapapun." Kata Alika.
"Iya, aku emang dididik di geng motor kaya gitu, tapi aku juga diajarin buat ngebedain mana yang harus dilakukan dan mana yang nggak. Aku bukan tukang berontak tanpa pake otak." Kataku.
"Aku baru tahu." Kata Alika.
"Semua orang yang terlibat sama geng motor bukan berarti kehidupan mereka negatif terus. Nggak bisa dijadiin dasar penilaian seseorang. Lagian sekarang aku udah nggak aktif." Kataku.
"Iya maaf, aku nggak nilai kamu kaya gitu kok, aku tahu kamu." Kata Alika.
"Tahu dari mana?"
"Tahu aja."
"Kamu beneran sayang sama aku?" Tanya Alika.
"Sepertinya gitu." Kujawab.
"Aku minta kamu berhenti dari geng motor, aku tahu banget segimana bahayanya hidup di lingkungan kaya gitu." Kata Alika.
Aku terdiam, Aku dibuat bingung oleh Alika. Mengapa dia memintaku untuk berhenti dari geng motor? Siapa dia bisa larang aku seperti itu? Tapi aku mengambil sisi positifnya, mungkin Alika mulai merasa peduli padaku.
"Nggak bisa ya? Berarti kamu lebih sayang sama dunia kamu sendiri dibanding aku." Kata Alika.
"Aku bisa berhenti." Kataku. Aska langsung menatapku saat mendengar aku berbicara seperti itu.
"Bener?" Tanya Alika.
"Apapun yang bikin kamu bahagia pasti aku lakuin. Asal jangan minta aku buat jauhin kamu, aku nggak akan bisa." Kataku.
"Iya, aku cuma pengen tahu aja sejauh mana rasa sayang kamu ke aku." Kata Alika.
"Sejak beberapa minggu kemarin, aku nggak mikirin apapun lagi selain kamu. Aku udah punya rasa sayang sama kamu."
"Aku seneng, makasih kalau kamu emang sayang sama aku." Kata Alika.
"Kamu akan segera ngerasain perasaan yang sama." Kataku.
"Aamiin."
"Aku nggak paksa kamu buat sayang sama aku, jadi kamu juga jangan paksa aku buat berhenti perjuangin kamu." Kataku.
"Iya, boleh kok. Itu hak kamu. Aku masih milik Ibuku. Masih bisa dikejar siapapun, aku masih bisa milih siapa yang benar-benar sayang sama aku." Kata Alika.
"Aku akan lakuin apapun buat dapetin kamu, perasaan yang aku punya lebih dari sekedar kata-kata." Kataku.
"Sebenernya, aku juga sering banget cari tahu tentang kamu. Tapi kebanyakan dari mereka bilang kalau kamu itu anak yang nakal, bengal, sering bikin masalah." Kata Alika.
"Terserah, setiap orang punya cara masing-masing buat nilai aku. Aku ngaku kalau aku emang nakal, makanya aku cari orang yang bisa kasih aku motivasi buat jadi orang yang lebih baik." Kataku.
"Maka dari itu, kalau kamu emang serius sama aku, aku tunggu kamu buat bisa hidup lebih baik lagi. Aku nggak mau kalau nanti kita pacaran, temen-temen aku nggak setuju, karena setahu mereka kamu itu bengal." Kata Alika.
"Gampang." Kataku.
"Sekarang juga aku mulai suka sama kamu, kamu yang paling berani di antara yang lain. Kamu itu yang paling nggak gampang nyerah."
"Aku bisa berjuang sejauh ini juga karena orang yang sekarang aku perjuangin beda banget dari yang lain." Kataku.
"Aku bakal seneng banget kalau kamu bisa ambil hati aku." Kata Alika.
"Makasih, udah kasih aku ruang." Kataku.
"Iya, aku tunggu kamu sampai bisa berubah." Kata Alika.
"Nggak usah tunggu lama-lama."
"Semangat, kamu emang berjiwa pejuang." Kata Alika. Alika langsung berdiri dan pergi meninggalkan Kantin tanpa pamit padaku.
Saat Alika berjalan, Alika berbalik lalu menoleh ke arahku, dan dia tersenyum kepadaku. Hal itu membuatku semakin optimis untuk bisa memiliki Alika. Semakin berani melawan siapapun yang ingin merusak perjuanganku mendapatkan Alika.
Aku tahu bahwa Alika memberiku sedikit tes tentang sejauh mana keseriusanku. Dan aku kira aku berhasil. Aku berhasil membuka satu pintu lagi menuju Alika. Ada beberapa pintu lagi yang harus ku buka, tapi aku yakin aku bisa.
"Terimakasih atas ruang kecil yang kamu sediakan untukku Alika. Sekarang, tugasku adalah memanfaatkan ruang itu, membuatnya semakin luas hingga hanya aku yang tinggal di hatimu. Aku akan berjuang, aku adalah pejuang rasa."

Melepas CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang