Sendiri

603 20 0
                                    

Alika, kamu adalah awal yang indah, memberiku kisah yang indah, sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Suatu anugerah, yang selalu aku syukuri akan kehadirannya. Tapi kenyataan memaksaku untuk tak bisa lagi merasakan itu. Kuratapi kisahku dengan air mata. Ku iringi kisah ini dengan tangis sendu, hati ini sakit karena terlalu mencintamu, serpihan demi serpihan luka kurasa, kepingan demi kepingan tentang kamu ku ingat, semakin ku kenang , semakin hancur hati ini. Tapi mengapa? Aku tak bisa sedikitpun merelakanmu, melupakanmu, berhenti mengharapkanmu. Bilur luka meleleh, harapan cinta mengental, mencoba membudaki tangis, dan menghapus air mata di pipi. Luka ini membuatku makin tak rela. Kapankah air mata ini menjadi air yang bening dan tak keruh? Kapankah derai tangisku terhenti, menjadi setetes dan terakhir. Seharusnya aku tak perlu menangisi, harusnya aku kuat, harusnya tak perlu kepertaruhkan air mata ini, hanya demi satu kenangan dan masa yang telah pergi. Tapi mengapa? sampai sekarang aku tak bisa melupakanmu, hatiku kini menjadi perasa, air mataku terus jatuh, terlalu banyak, dan berderai, terlalu lama menetes, dan terus menumpah. Aku lelah jika harus menghapus jejak, tak semudah saat mengukirnya. Tak pernah kusangka kehadiran Alika bagaikan pelangi, yang indah sejenak lalu pergi berjejak kelam. Kini bagiku, mengharapkan Alika itu bagaikan awan, terlalu lembut untuk kusentuh, terlalu tinggi untuk ku bawa pulang. Aku sendiri bersama keluh kesahku, dan tenggelam oleh suara tangisku bersama serpihan hati yang akan selalu ku bawa sampai nanti.
Beberapa hari setelah kejadian kemarin, aku terus mencoba menjalani hidupku tanpa Alika, menjaga semua agar tetap baik-baik saja meski kupikir itu diluar kemampuanku, aku mencoba kembali ceria, kembali menjalani hidup seolah tak pernah ada Alika di kehidupanku. Kudapati kesulitan di setiap langkahnya.
Meski sekarang tak ada yang melarangku untuk terlibat lagi dengan geng motor, melarangku untuk tidak terlibat lagi dengan keributan, melarangku untuk nakal, aku memang tidak kembali ke masa laluku. Sekarang aku berusaha lebih memilih melampiaskan perasaanku pada hobi-hobi yang positif.
Aku kembali aktif di musik, tapi kali ini aku bukan lagi anggota dari bandku yang dulu. Aku akan memulai lagi dari nol sebagai musisi solo, meski sebenarnya banyak dibantu Aska dalam berbagai hal seperti saat rekaman lagu ciptaanku.
Beberapa bulan kemudian, aku memutuskan untuk mencari kesibukan lebih agar bisa benar-benar lupa semua hal tentang Alika. Aku tinggal di Jakarta bersama Om Hardi. Aku ingin mencari suasana baru. Di Jakarta, aku bekerja di sebuah proyek bangunan besar, aku bekerja sebagai pembuat konsep rangkaian listrik di proyek itu. Aku mulai merintis karirku, ingin membuktikan bahwa tak butuh waktu lama untuk mencapai kesuksesanku.
Di Jakarta, aku tak hanya berkerja di proyek. Di samping itu aku tetap melanjutkan cita-citaku untuk menjadi musisi, aku mulai tampil dari cafe ke cafe, di beberapa acara pensi di sekolah. Aku sudah cukup di kenal saat itu. Aku mulai berjumpa dengan wanita-wanita cantik Jakarta. Aku mulai mencari pengganti Alika, sebagian dari mereka berhasil menyingkirkan Alika dari ingatanku. Tapi semua tak bertahan lama, beberapa hari setelahnya selalu saja Alika menempati posisi paling atas di pikiranku. Sulit memang melupakan wanita seperti Alika, selalu membuatku rindu, selalu membuatku ingin tahu bagaimana kabarnya sekarang, apakah dia sudah di nikahi tentara itu? Semoga jangan, semoga nggak jadi.
Alika memang tak pernah beranjak dari pikiranku, tapi kini aku bisa lebih mengendalikan diri jika sedang merasakan rindu.
Aku memang belum merelakan Alika sepenuhnya, aku masih tidak ingin melepasnya, aku masih mengharapkan Alika. tapi aku harus ingat apa yang aku katakan di hari terakhir aku berjumpa dengan Alika. Aku tak boleh semudah itu menarik ucapanku, aku memang masih labil.
Aku memang masih sering mencari kabar tentang Alika lewat Aska. Katanya Alika baik-baik saja, terlihat bahagia, dan tak pernah terlihat bersedih sedikitpun. Entah karena memang Alika tak pernah bersedih, atau karena dia pintar menyembunyikan kesedihannya.
Yang aku lakukan sekarang, tetap fokus bekerja, mengejar kesuksesan secepat mungkin, berharap Tuhan merubah cerita antara aku dan Alika. Aku memang sudah sangat jauh dengan Alika, tapi setidaknya aku masih berusaha untuk bisa memelihara harapan darinya.
Setelah Lima bulan lebih bekerja di Jakarta, aku ditugaskan untuk mengurus proyek lain di Kota Bandung, kota kelahiranku. Dengan senang hati aku menerimanya, aku berharap bisa mendapat kabar tentang Alika lebih jauh lagi jika aku bekerja di Bandung. Aku juga bisa tinggal satu rumah dengan Ibuku lagi, akulah anak satu-satunya, mungkin hanya aku yang bisa menjaganya.
"Alika, tunggu aku, aku akan segera meraih kesuksesanku, semoga aku bisa membuat orang tuamu berubah pikiran, Kau juga masih ingin bersamaku kan? Ayolah! Jangan munafik. Aku impikan dunia hanya milik kita berdua saja, walau saat terjaga kau sudah menjadi miliknya, aku tak mau jika harus berdoa agar aku tidak pernah terjaga untuk selamanya."

Melepas CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang