Makan Malam

776 17 0
                                    

Sore itu, Alika baru saja pulang kerja, kali ini Alika membawa kendaraan sendiri, jadi tidak pulang naik angkot. Alika tidak langsung pulang ke rumah, Alika sengaja datang ke rumahku.
Pada saat itu aku sedang mencuci motorku bersama Aska di halaman rumah. Aku kaget melihat Alika yang tiba-tiba datang.
"Hey." Sapa Alika.
"Eh, tumben nyamperin."
"Kalau nggak boleh aku mau pulang lagi." Kata Alika.
"Eh jangan, sini masuk, tapi temenin aku beresin cuci motor ya." Kataku.
"Sekalian cuciin motorku." Kata Alika.
Alika lalu masuk ke halaman rumahku, menemani aku dan Aska mencuci motor. Aku senang Alika datang ke rumahku, meski tak tahu tujuannya apa, yang penting Alika bersamaku sore ini.
"Kemarin ada yang cerita sama aku, katanya ditampar sama kamu." Kataku sambil terus sibuk mencuci motor.
"Siapa?" Tanya Alika.
"Tuh." Kataku menunjuk Aska.
"Hehe maaf, abisnya kesel kamu minum gitu bukannya dilarang." Kata Alika tertawa. "Maaf ya Aska."
"Harusnya bukan aku yang ditampar." Kata Aska.
"Mau nampar Alvi kan dianya nggak sadar, jadi percuma." Kata Alika tersenyum. "Kamu kenapa sih sampai minum-minum gitu?" Tanya Alika.
"Awalnya aku ngerasa kamu bohongin aku, bilangnya ada kerjaan di rumah, nggak akan kemana-mana, eh taunya lagi pacaran, pegang-pegangan tangan juga." Kataku kesal.
"Ih, aku emang ada kerjaan, terus dia dateng. Aku nggak tahu dia lagi pulang dari tugas." Kata Alika.
"Terus harus pegang-pegangan tangan depan aku?"
"Aku kan nggak tahu kamu ada disitu, sampai mukul pagar segala."
"Itu reflek, aku kesal."
"Sekesal itu? Kok bisa?" Tanya Alika.
"Siapa yang nggak kesal lihat orang yang paling disayang disentuh sama orang lain." Kataku.
"Kamu kok bisa segampang itu bilang sayang sama aku?"
"Yang susah itu buat berhenti sayang sama kamu." Aku menatap Alika. "Tapi kamunya tukang bohong."
"Aku bohong apa sama kamu? Aku nggak pernah bohongin kamu." Kata Alika membela diri. "Kamu mau tahu kapan aku bohongin kamu?" Tanya Alika.
"Kapan?"
"Sekarang. Aku benci sama kamu, aku nggak cinta kamu, aku nggak sayang kamu, aku pengen kamu hilang dari kehidupan aku, itu kebohongan pertama aku buat kamu." Kata Alika.
Kata-kata itu membuat aku terbang setinggi-tingginya. Itu adalah pertama kalinya Alika mengatakan perasaannya, meskipun yang Alika ucapkan adalah kebalikannya, tapi aku sangat mengerti apa yang Alika maksud. Aku sendiri tak menyangka Alika bisa mengucap kalimat itu, yang aku tahu Alika bukan orang yang mudah mengatakan kalimat seperti itu, tapi aku tak peduli, yang penting sekarang aku sudah benar-benar tahu bahwa Alika menyayangiku, begitupun aku.
"Ciye, ehem." Aska mengejekku.
Aku melempar Aska dengan lap basah dan ember kosong. Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, aku dibuat bisu oleh Alika, mungkin saat itu wajahku memerah, tapi aku tak bisa menutupi kebahagiaanku saat itu.
Saat itu, Ibu baru pulang dari pengajian. Untung saja, kalau tidak, mungkin saat itu aku terus disiksa rasa grogiku. Lalu Ibu menyapa Alika.
"Hey, ada si cantik." Sapa Ibu.
"Halo Bu." Alika mencium tangan, pipi kanan dan pipi kiri Ibu.
"Sudah lama Al?" Tanya Ibu pada Alika.
"Belum Bu." Jawab Alika.
"Heh, kamu ini ada tamu bukannya kasih minum." Kata Ibu padaku.
"Nanti biar aku kasih air sabun Bu." Kataku tertawa.
"Dasar kamu." Kata Ibu. "Alika sudah makan belum? Temenin Ibu masak buat makan malem yuk, nanti kita makan bareng." Ajak Ibu pada Alika.
"Siap Bu." Kata Alika.
"Alvi, Aska, cepet beresin, udah sore ini, mandi sana." Kata Ibu.
"Siap Ibu ketua." Kataku dan Aska. Aku dan Aska memang sering memanggil Ibu seperti itu, karena kalau Ibu lagi galak, seremnya bisa lebih dari ketua geng motorku.
Ibu dan Alika masuk ke dalam rumah untuk memasak, sedangkan aku dan Aska terus mencuci motor. Aku merasa seperti sudah beristri melihat Ibu dan Alika memasak untukku. Setiap Alika berada di dekatku, selalu saja Alika membuatku berimajinasi.
Aku bernyanyi-nyanyi senang di depan Aska, aku memang tak bisa menutupi rasa bahagiaku saat itu, aku mengejek Aska yang masih saja berstatus jomblo di umurnya yang hampir kepala dua. Aku juga memang berstatus jomblo saat itu, tapi tak akan lama lagi sepertinya.
Setelah motorku dan motor Aska cukup mengkilat, Aska langsung mandi di kamar mandi atas di samping kamarku, sedangkan aku mandi di kamar mandi bawah yang berdekatan dengan dapur, Aku melihat Alika dan Ibu sedang memasak bersama sambil menertawakan sesuatu, membuat aku sangat penasaran dengan apa yang mereka perbincangkan.
Aku mandi lebih cepat dari biasanya, karena aku ingin cepat bergabung dengan perbincangan Alika dan Ibu.
Setelah selesai mandi, aku tidak langsung ke kamar untuk mengganti bajuku, aku duduk di ruang makan masih memakai baju yang tadi kupakai, dengan handuk melilit di pundakku.
Ibu dan Alika membawa semua hidangan makan malam ke ruang makan. Aku sudah terbiasa memakan masakan Ibu, dan aku tahu masakan Ibu selalu enak. Tapi aku penasaran dengan masakan Alika, ini pertama kalinya aku makan masakan Alika, kalau tak enak, aku akan membalas ejekannya dulu. Lalu Ibu memintaku memanggil Aska untuk segera ikut bergabung.
"Tumben lengkap." Kataku.
"Emang biasanya ngga gini?" Tanya Ibu.
"Iya, apalagi kalau Ibu lagi marah, cuma ngasih makan nasi sama garam doang." Aku dan Alika tertawa.
Aku, Ibu, Alika dan Aska makan malam bersama sambil berbincang banyak hal tentang aku.
"Bu, Alvi itu gimana sih waktu kecil dulu?" Tanya Alika pada Ibu.
"Iya gitu, nakal, susah diatur." Kata Ibu. "Dulu waktu kecil, Alvi pernah hilang."
"Hah? Hilang dimana Bu?" Tanya Alika.
"Di tempat wisata di ciwidey, waktu Alvi masih lima tahun." Kata Ibu. Aku diam saja membiarkan Ibu menceritakan tentang aku.
"Kok bisa?"
"Abis susah dibilangin, Ibu mau ke toilet, Ibu minta Alvi tunggu sama neneknya. Malah ngikutin, tapi Ibu nggak tahu, pas Ibu balik lagi Alvi nggak ada, kata neneknya tadi ngikutin Ibu."
"Terus gimana Bu?" Tanya Alika penasaran.
"Ibu cari kesana kesini, taunya lagi nangis di ruang informasi, baru aja mau ada pemberitahuan anak hilang." Kata Ibu. Alika dan Aska tertawa sangat puas.
"Nyesel nggak Bu nemuin Alvi lagi?" Tanya Aska.
"Nyesel, kalau tahu gedenya nakal gini nggak akan Ibu cari dulu." Kata Ibu becanda. "Katanya Alvi juga paling jahil ya di Sekolah?" Tanya Ibu kepada Aska.
"Iya Bu, aku yang paling sering jadi korban." Kata Aska mengadu.
"Pernah dijahilin apa aja sama Alvi?" Tanya Alika.
"Fotoku pernah diedit jadi pocong, terus dia cetak, dia pajang di mading pake tulisan arab juga." Kata Aska. Aku tertawa mengingat kejadian itu. "Pas waktu itu aku nggak sekolah karena lagi sakit, pas masuk sekolah lagi banyak yang nyangka aku mati beneran."
"Jangankan temennya, waktu dulu tinggal serumah sama Kakeknya, kakeknya juga pernah dia kerjain." Kata Ibu sambil terus makan.
"Dikerjain gimana Bu?" Tanya Aska yang memang belum tahu tentang cerita itu.
"Kakeknya Alvi kan pemegang kunci Mesjid, Jadi Kakenya Alvi yang suka adzan. Waktu itu Kakenya Alvi lagi tidur, semua jam dinding di rumah Alvi lebihin satu jam, pas jam tiga Kakenya Alvi bangun langsung ke Mesjid mau adzan, padahal masih jam dua, pas Kakenya Alvi adzan, warga langsung rame pada keluar." Ibu bercerita panjang lebar.
"Dimarahin nggak Bu?" Tanya Alika.
"Iya, dipukul Kakeknya pake sapu lidi, bikin malu aja katanya." Kata Ibu.
Malam itu aku sangat senang sekali, makan malam ditemani semua orang yang aku sayangi. Kalau saja makanan yang aku makan rasanya tidak enak, akan tetap terasa enak asalkan aku makan sambil menatap senyum Alika. Alika itu segalanya untukku.
"Cerita lagi dong Bu." Pinta Alika.
"Cerita apa lagi ya?" Ibu berpikir. "Oh iya, Alvi pernah ngerjain saudaranya." Kata Ibu.
"Oh, iya aku tahu cerita yang itu." Kata Aska.
"Gimana?" Tanya Alika.
"Kan saudaranya Alvi punya pacar dua, terus handphonenya dipinjem Alvi, dia tuker kontaknya. Jadi pas SMSan nggak nyambung, sampai ketahuan sama kedua ceweknya kalau saudaranya Alvi punya pacar dua, putus deh dua-duanya. Langsung marah, ngadu ke Ibu." Kata Aska.
"Aku nggak suka orang yang nggak setia, harus dikasih pelajaran." Kataku.
Aku memang orang yang nggak suka sama orang yang suka mainin cewek, meskipun itu adalah saudaraku sendiri. Siapapun itu, aku tidak akan setuju dengan apa yang dilakukannya. Itulah sebabnya aku suka berteman dengan Aska, karena Aska bukan tipe orang yang nggak setia, gimana mau punya pacar dua, satupun Aska belum pernah. Dan aku sendiri belum pernah melakukan hal seperti itu, bagiku itu lebih kejam dari pada kejahatan macam apapun, karena kesetiaan itu urusannya dengan hati, sakit di hati itu lebih terasa dibandingkan dengan sakit yang bisa terlihat dan dengan mudahnya diobati. Ibuku tak pernah mendidikku untuk menjadi orang tak setia.
"Kamu kok bisa deket sama Alvi?" Tanya Ibu pada Alika.
"Nggak tahu, pertama kenal sih ngerasa keganggu juga, tapi malah jadi penasaran." Jawab Alika lalu menatapku.
"Alvi cuek banget sama cewek, baru kaya gini ke kamu, makanya Ibu aneh." Kata Ibu.
"Abisnya Alika itu kelewatan Bu." Kataku.
"Kelewatan apa?" Tanya Alika.
"Cantiknya kelewatan." Kujawab. Lalu wajah Alika memerah.
"Ih gombal banget." Kata Alika.
"Tadinya Ibu belum bolehin Alvi pacaran, tapi kalau tahu ceweknya secantik dan sebaik Alika ya Ibu dukung aja." Kata Ibu.
"Kita belum pacaran Bu." Kata Alika.
"Sebentar lagi." Kataku.
"Tapi kalau Alvi masih nakal jangan mau deh sama Alvi." Kata ibu.
"Iya Bu, lihat nanti aja." Alika tersenyum.
Aku merasa semakin dekat dengan Alika, aku merasa hanya butuh beberapa langkah lagi untuk memiliki Alika. Melihat kedekatan Ibu dan Alika, membuat aku merasa seperti punya anggota keluarga baru. Hidupku akan sangat lengkap dan bahagia, cukup Ibu, Alika, dan Aska.
Saat semua selesai makan, aku pergi ke kamar untuk ganti baju, Aska mengikutiku, sedangkan Ibu dan Alika mencuci piring-piring kotor.
Saat selesai ganti baju, aku kembali ke bawah. Aku mendengar Ibu dan Alika sedang membicarakan sesuatu. Aku mencoba untuk mendengarkannya.
"Alvi itu sebenernya anak yang baik Al." Kata Ibu.
"Iya Bu, aku tahu." Kata Alika sambil terus mencuci piring.
"Tapi Ibu bilang gitu bukan karena Ibu mau kamu jadian sama Alvi."
"Iya Bu, lagian aku juga sayang sama Alvi, tanpa diminta siapapun." Kata Alika. Aku tersenyum mendengar apa yang Alika ucap. Dia sangat serius dengan ucapannya.
"Kayanya Alvi juga beneran sayang sama kamu." Kata Ibu. "Lihat aja di kamarnya, foto kamu semua."
"Beneran Bu? Alvi ngga pernah bilang kalau dia pajang fotoku di kamarnya."
"Pas Ibu pertama lihat juga kaget. Ibu nanya, siapa ini?" Kata Ibu.
"Terus Alvi jawab apa?"
"Alvi nggak langsung jawab, malah nyuruh Ibu shalat sama ngadain syukuran. Ibu tanya lagi, buat apa? Terus kata Alvi, Ibu harus terimakasih sama Allah karena udah dikasih calon menantu secantik kamu." Kata Ibu. Ibu dan Alika tertawa.
"Haha, ada-ada aja." Kata Alika.
Aku kembali ke kamar, aku tak mau Ibu dan Alika tahu bahwa aku mendengar pembicaraan mereka. Aku memamerkan rasa bahagiaku pada Aska.
Tak lama setelah itu, Ibu teriak memanggilku karena Alika mau pulang. Lalu aku menghampiri mereka di bawah.
"Mau kemana?" Kutanya Alika.
"Pulanglah."
"Jangan, nginep aja disini tidur sama aku." Kataku becanda.
"Hus, kemana aja kalau ngomong. Belum waktunya." Kata Ibu. Alika hanya tersenyum.
"Aku pulang dulu ya Bu, terimakasih banyak buat makan malamnya." Kata Alika pamit. Alika mencium tangan Ibu.
Aku mengantarkan Alika sampai ke gerbang. Ingin sekali aku menahannya untuk pulang, tapi aku belum punya hak apapun untuk melarangnya pulang.
"Kalau aku minta kamu buat nggak pulang sekarang boleh nggak?" Kutanya Alika yang sudah berada di motornya.
"Aku juga pengen lebih lama disini, tapi udah malem, takut Ibu marah." Kata Alika.
"Hm, ya deh. Makasih udah dateng kesini, udah nemenin makan malem bareng."
"Iya sama-sama, aku pulang ya."
"Iya, hati-hati di jalan."
Saat Alika sudah melajukan motornya, aku berteriak memanggilnya.
"Alika!" Teriakku.
"Apa?" Alika memberhentikan motornya dan berbalik.
"Kalau jatuh pura-pura push up aja." Kataku tertawa.
"Ih! Nyebelin, plagiat dasar!" Alika kesal.
"Ya sudah, hati-hati sana, kalau udah sampai rumah kabarin." Kataku.
Alika pun pulang, meninggalkan aku yang sebenarnya masih ingin bersamanya. Tapi aku coba untuk sabar, karena aku yakin akan ada hari esok yang lebih membahagiakan dari ini.
"Terimakasih Alika, makan malam yang sangat mengesankan, hati-hati di jalan, aku masih rindu dan akan selalu rindu. Aku sayang kamu."

Melepas CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang