Setelah kepulangan Dina, Raina menghabiskan waktu dengan Langit di kamarnya. Tidak heran jika langit dan Raina berada di dalam kamar tanpa dimarahi ataupun merasa canggung oleh kedua orangtua mereka. Karena orang tua mereka tipikal orang tua yang membebaskan anak-anaknya. Telebih mereka memiliki darah luar yang kental hingga gaya barat telah menjadi gaya mereka meskipun tinggal di Indonesia.
"Langit kalau Raina punya pacar, otomatis Raina jarang ketemu Langit. Begitupun sebaliknya" ujar Raina bersahutan dengan suara TV yang menampilkan film action kesukaan Langit.
Langit yang mendengar perkataan random dari Raina seketika mengeryit dahi, memilih tidak menanggapi dan melanjutkan menonton film yang telah Ia tonton lebih dari 30 menit.
"Langit jawab dong!"
"Iya apaan Rain, pertanyaan lo gak berbobot." Ujar Langit kesal namun tetap dengan nada yang lembut karena Ia sangat tahu jika Raina seorang yang mudah menangis.
"Lah dimananya yang gak berbobot, kita kan udah mau SMA jelas-jelas Raina pengen punya pacar"
"Buat apa punya pacar?"
Kali ini Langit memfokuskan pandangannya kepada Raina yang ada di pelukannya. Mendengar jawaban Langit Raina juga merasa sedikit bingung untuk menjawabnya. Untuk apa Ia ingin memiliki pacar? Batinnya selama ini Ia sudah merasa bahagia tanpa adanya seorang kekasih. Namun ia segera menepis pikiran itu sedetik kemudian Ia menemukan jawabannya lalu membalas menatap kearah Langit yang juga menatapnya.
"Ya buat nemenin Raina lah. Misalnya nih kalau pengen beli sesuatu tinggal telpon pacar Raina langsung deh dianterin"
"Gue selama ini udah kayak gitu ke lo, masih kurang?" ujar Langit dengan mengelus lembut rambut pirang Raina.
Sedetik kemudian Raina terdiam sesaat, ternyata pertanyaannya kepada langit malah membuatnya diam seribu bahasa. Tak ingin terlihat aneh Raina pun sebisa mungkin menjawab perkataan Langit.
"Ya-ya be-bedalah Langit! Kita kan gak pacaran" jawab Raina dengan gugup lalu melirikkan matanya kekanan-kiri pertanda jika Ia sedang cemas.
"Jadi lo maunya kita pacaran?" ujar Langit meraih dagu Raina dan menatap kearah mata Raina, tentu saja hal tersebut membuat pipi Raina merasakan panas yang menjalar.
Skakmat! Bibir Raina terasa kelu mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Langit. Sebisa mungkin Raina menarik napas lalu memutuskan tatapan langit yang sangat teduh itu. lalu sedetik kemudian Raina kembali menatap Langit.
"Kita bestfriends oke!" jawab Raina cepat untuk mengakhiri percakapan yang berhasil membuatnya tak bisa berpikir jernih.
***
Hari dimana penerimaan murid baru SMA 5 Bintang Husada telah tiba. Di dalam kamar Raina pun bersiap memakai seragam junior high school nya. Ketika Ia mengancingkan seragam yang dipakainya tiba-tiba pintunya terbuka menampilkan Langit yang sudah siap dengan bawaan atribut yang dimintanya. Raina pun terkejut dan membalikkan badan mengancing seragamnya dengan tergesa-gesa.
"Langit! Sana keluar dulu. Raina masih pakai seragam" Langit pun menuruti ucapan Raina dengan berjalan lurus kearah balkon kamar Raina. Langit pun meraih rokok yang ada disaku seragamnya, menghirupnya perlahan menikmati udara pagi melihat beberapa orang yang sedang sibuk beraktivitas, lalu Ia menatap kearah sisi kiri yang menampilkan kamarnya dan Ia melihat bundanya yang kesal berjalan kearah balkon menatap Langit dengan amarah.
"Kamu ya Langit, pagi banget kerumah Raina, kasian Raina masih tidur! Ayo kamu pulang sarapan dulu jangan merepotkan Mama Papa Raina"
"Raina udah bangun Bunda, udah sana" usir Langit mengkibaskan tangan dengan senyum yang manis agar bundanya itu tidak marah.

KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT RAINA
Teen FictionWarning 18 (+) Langit dan Raina telah bersahabat sendari kecil. Namun benar jika tidak ada sahabat antara laki-laki dan perempuan, pasti salah satu atau bahkan keduanya saling tertarik entah itu si lelaki atau si perempuan. Begitu pula yang terjadi...