Selesai sarapan mereka berdua bersiap-siap, memakai plato dan peralatan musim dingin lainnya. "Aku ingin naik Metro saja, sekaligus ingin berjalan-jalan." Kata Vina yang pandangannya lurus kedepan. Kedua tangannya ia masukkan ke dalam kantong plato miliknya.
"Baiklah, kalau begitu kita harus berjalan cukup jauh. Kau siap?" Tanya Cherry sedikit meledek. Vina mengangguk sambil tersenyum melihat sahabatnya.
"Jadi kita ke stasiun Metro Smolenskaya?" Tanya Vina yang sekarang memasuki lift apartemen bersama Cherry. Cherry mengangguk, kini mereka keluar dari lift dan melewati lobby, berjalan keluar dengan suhu yang lebih rendah lagi. Hawa dingin langsung menusuk tulang mereka berdua. Cuaca kurang bersahabat karena terlihat dari langitnya yang gelap. Mereka berdua berjalan beriringan di trotoar yang saljunya sudah dibersihkan oleh petugas pembersih. Vina berdecak kagum melihat pemandangan kota Moskwa. Orang-orang Rusia sangat tinggi dalam menghargai sejarahnya.
Kira-kira 7 menit kemudian mereka berdua sudah sampai di gerbang stasiun Metro Smolenskaya. Ada logo berwarna merah berupa huruf 'M' di depannya. Bangunan stasiun itu gagah dan berwibawa. Bangunan berwarna coklat muda khas Rusia yang bentuknya di ukir dengan sangat indah.
Vina dan Cherry kini membeli karcis, lalu mereka manaiki eskalator menuju stasiun bawah tanah. Vina sangat takjub di buatnya, stasiun itu seperti istana di bawah tanah. Hampir tiga perempat dinding dan lantai stasiun dibalut marmer. Mereka harus menunggu Metro yang akan mereka naiki. Setelah lama menunggu, akhirnya mereka berdua menaiki metro yang baru datang. Metro itu sesak penumpang, banyak penumpang yang turun, dan banyak pula yang naik.
Metro adalah transportasi paling dicintai penduduk Moskwa. Selain tepat waktu, tidak macet, dan harga tiketnya juga murah. Akhirnya metro yang di tumpangi Vina dan Cherry itu melaju dengan kecepatan tinggi. Sampai di stasiun Arbatkaya, mereka akhirnya turun. Vina kembali kagum saat melihat stasiun stasiun di Moskwa ini. Matanya terpesona melihat mahligai mahligai yang melengkung. Lantai yang bersih, jernih, dari marmer alam berwarna coklat tua. Lampu lampu kristal yang memancarkan cahaya yang meneduhkan. Itu semua memanjakan mata Vina. Mereka berdua harus menaiki metro lagi, karena masih cukup jauh dan mengambil jurusan ke stasiun Biblioteka Imeni Lenina. Mereka pun menaiki metro lagi ke stasiun tersebut. Setelah sampai dan metro berhenti di depan Universitet, semua orang di dalam Metro, termasuk Vina dan Cherry berbondong-bondong menyerbu pintu keluar untuk pergi dari tempat sesak tersebut.
Kedua gadis itupun masuk ke dalam Universitas. Mereka berdua harus berjalan selama 20 menit jika ingin sampai di ruangan Lilian. Setelah lama berjalan, akhirnya mereka berdua menemukan ruangan Lilian dan mengetuk pintunya.
"Masuk." suara lembut itu terdengar dari dalam, dan kedua gadis yang berada di luar itupun masuk ke dalam.
"Vina! Cherry!" Pekik Lilian saat melihat dua orang yang baru masuk itu. Ia langsung berdiri dan lalu memeluk Vina dan Cherry bergantian.
"Oh Lily, lihat dirimu, kau sangat cantik hari ini." puji Vina sambil tersenyum tulus.
"Iya betul, aku saja sampai iri hati melihatmu yang bagai bidadari." tambah Cherry sambil meledek Lilian.
"Trima kasih, kalian berdua juga seperti model yang sangat cantik." jawab Lilian. "Silahkan duduk, aku akan menyuruh Dona untuk membuatkan kalian minum." lanjut Lilian.
Vina dan Cherry pun duduk di sofa maroon yang sangat empuk dan nyaman. Mereka berdua sudah melepaskan perlengkapan musim dingin mereka, dan menaruhnya di tempat yang sudah disediakan. Tak lama Lilian kembali dengan seorang wanita di belakangnya, yang membawa nampan dengan tiga buah cangkir berisi teh melati. Lilian lalu duduk di sofa di seberang Vina dan Cherry, sedangkan Dona langsung menaruh teh tersebut di atas meja dan langsung pergi dari ruangan itu. Dona adalah asisten Lili.
"Jadi, ada hal penting yang harus aku sampaikan padamu Vina." Lilian memulai pembicaraan. Ia membuka sebuah map yang berisi kertas-kertas, yaitu dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan Vina.
"Apa? Apakah itu berhubungan dengan penelitianku di Alaska?" Tanya Vina pada Lili. Sedangkan Cherry hanya diam dan menyimak, tujuan Cherry kesini hanyalah mengantar Vina.
"Sangat, sangat berhubungan. Bahkan penelitianmu harus dipercepat, kau harus berangkat ke Alaska besok lusa." jelas Lili, namun matanya tetap menatap kertas-kertas putih ditangannya.
"Apa? Lusa? Bukankah seharusnya aku berangkat 11 hari lagi?" Tanya Vina sedikit kaget dengan ucapan Lili.
"Jika kau berangkat 11 hari lagi, maka kau akan ketinggalan, dan pastinya Arkeolog-arkeolog dari Belgia dan London sudah menyelesaikan tugas mereka. Bahkan mereka berangkat hari ini, dan kau berangkat besok lusa, itu artinya kau ketinggalan dua hari dan mereka masih harus menunggumu." jelas Lili, masih dalam keadaan menatap berkas berkas-berkasnya.
"Mengapa mendadak sekali? Dan mengapa sangat terburu-buru? Apa yang terjadi?" Tanya Vina dengan wajah tak percaya, karena seharusnya ia masih bisa berjalan-jalan dan menikmati waktunya di Moskwa, tapi ia malah harus berangkat ke Alaska besok lusa.
"Karena berita ini, semua Arkeolog berangkat hari ini, dan kau adalah Arkeolog yang sangat tidak update soal berita Vina, sampai-sampai kau belum tahu hal ini." ucap Lili sambil memberikan dua buah kertas putih kepada Vina. Vina membaca tulisan di kertas-kertas itu dengan seksama.
20 pria dewasa dan 5 wanita remaja yang sedang mendaki, tiba-tiba ditemukan tewas di hutan Alaska dengan tubuh kering tanpa darah dan beberapa cakaran di tubuh mereka, juga terdapat bekas tancapan dua buah benda runcing seperti taring di leher mereka. Terdapat sebuah tulisan kuno di sebuah batu besar di dekat mayat-mayat tersebut.
Vina menelan salivanya saat selesai membaca dan melihat gambar-gambar yang terpampang di kertas tersebut. Mayat-mayat itu sangat mengerikan, dengan tubuh kering tanpa darah. Vina beralih ke gambar yang menunjukkan relief di batu besar. Tulisan di batu itu sangat aneh. Seperti di ukir dengan kuku tajam, jika dilihat dari bekas goresannya.
"Apa mereka mati.. dibunuh monster?" Tanya Cherry tiba-tiba yang ikut-ikutan Vina membaca kertas tersebut.
Vina saling bertatapan dengan Lili, ia sedikit tidak mengerti dengan berita ini. Bekas tancapan taring, cakaran, semua darahnya habis, itu semua tidak sulit diterima akal sehat jika tidak ada relief di dekatnya itu, kalau yang melakukannya hanya hewan buas seperti Serigala atau Beruang, untuk apa mereka mengukir relief itu? Lalu bagaimana cara mereka mengetahui atau mengerti cara menulis tulisan kuno di reliefnya? Bagaimana ia bisa berada di dekat mayat-mayat tersebut? Atau orang-orang itu mati karena melihat relief itu? jadi hewan-hewan itu menyerangnya?
Berbagai pertanyaan muncul di otak Vina, keningnya berkerut dan matanya kembali menatap gambar-gambar itu dengan jeli.
"Apa hewan buas yang melakukan semua ini?" Tanya Lilian pada Vina.
"Bisa jadi ya, bisa jadi bukan." jawab Vina datar. Wajahnya tampak sedang berpikir keras dan mencari hal selogis mungkin untuk menjabarkan semua kejadian ini.
"Lalu?" Kali ini Cherry yang bertanya.
"Kalau bukan hewan buas, siapa yang melakukannya? Monster? Serigala yang bisa menulis di atas batu besar?" Tanya Lilian juga.
"Entahlah.. Ini semua harus diselidiki." jawab Vina datar lalu bersender dan memejamkan matanya, ia memijit dahinya yang terasa sedikit pusing. Baginya ini sangat mengganggu pekerjaannya yang baru saja akan ia mulai. Belum benar-benar terjun kedalamnya saja sudah ada kasus seperti ini, bagaimana nanti.
•••
Minggu, 1 November 2015
KAMU SEDANG MEMBACA
Creature Wolf
WerewolfMenjadi seorang Arkeolog muda yang terus melakukan penelitian. Hingga pada suatu hari, semua rekanku mati akibat sekelompok orang bermata merah dan bertaring yang menyerang perkemahan kami. Pada saat itulah, datang Serigala dengan simbol Bulan di ke...