Sad or Happy

76.9K 5.7K 58
                                    

Author POV

"No.."

"Para anggota ICC membakar rumah mu, dan mereka juga membunuh kedua orangtua mu. Hal itu terbukti dari polisi yang tidak bisa menemukan pelaku kejadian tersebut." jelas Peeta yang membuat air mata gadis dihadapannya mulai berjatuhan.

"Tidak..." lirih gadis itu dengan berlinangan air mata.

"Jasad kedua orangtua mu ikut terbakar" Peeta menatap sedih kearah gadis dihadapan nya yang berdiri dengan tubuh bergetar hebat. Perlahan tubuhnya luruh kelantai dan isakan isakan tangis keluar dari mulutnya.

"NO!!" Teriak Vina histeris sambil mencengkeram rambutnya. "Tidak! Mereka masih hidup! Mereka masih ada di dunia ini!" Vina mulai menangis histeris dan meneriaki bahwa semua kabar itu hanyalah kebohongan.

"Aku masih bisa bertemu mereka kan?! Mereka masih hidup kan?! Jawab aku Peeta!" Peeta hanya bisa menatapnya menyesal dan sedih, "teman temanku, sahabatku, rekanku, keluargaku, mereka semua masih hidupkan!" Gadis itu menjerit tak karuan, tangan rapuhnya terus mencengkeram kepalanya yang terus menggeleng kuat, mencoba melawan kenyataan. Peeta berlutut di depan gadis itu lalu memeluknya erat, sangat erat. Mengusap usap rambut coklatnya dan sesekali mencium tengkuk gadis itu, mencoba menenangkannya. Namun Vina tetap menangis dan terus meronta, membuat laki-laki itu bergetar merasa bersalah.

"Maafkan aku."

*

Peeta memperhatikan wajah gadis yang tertidur di pelukannya, gadis itu hanya setinggi lehernya. Tadi ia berusaha menenangkan gadis itu dan membawa gadis itu kekamarnya. Wajahnya tampak lelah, hidungnya merah, dan matanya agak bengkak. Ia merasa bersalah kepada Vina, karena dirinyalah yang menyebabkan orang tua Vina dibunuh oleh musuhnya. Ia mengusap pipi Vina yang masih lembab bekas air matanya tadi. Perlahan Vina terbangun akibat tidurnya yang memang tidak nyenyak. Mata hazel nya menatap Peeta dengan sendu, namun Peeta membalasnya dengan senyuman yang hangat.

"Kau bangun di tengah malam lagi, huh?" Peeta menatap Vina dengan senyumnya sambil mengelus pipi gadis itu dengan lembut, membuat jantung gadis itu berdetak tak karuan. "Apa kau lapar?" Tanya Peeta menatap Vina yang perlahan mengangguk, ia salah tingkah. "Ikut aku," ajak Peeta lalu berdiri dan menarik Vina ke dapur.

Peeta menghidupkan lampu dapur lalu menyuruh Vina untuk duduk manis. "Okey, sekarang aku yang akan membuatkanmu makanan" ujar Peeta seraya membuka kulkas. Ia menatap kulkas sebentar lalu mengambil sebuah bungkusan macaroni praktis, yang tinggal di rebus dan disajikan dengan saus.
Vina hanya diam memperhatikan sambil bertopang dagu. Wajahnya masih lesu dan ia masih enggan untuk berbicara karena suaranya masih serak habis menangis.

Vina POV

"Jika kau bertanya mengapa aku bisa membuat ini, jawabannya adalah karena aku belajar," katanya dan aku hanya mengangguk angguk sambil menatapnya malas. "Aku belajar karena takut kelaparan di tengah malam seperti ini" hei, Dia menyindirku, aku memutar bola mataku dan mendengus dia memang menyebalkan.

Kuletakkan daguku di meja, dan menatapnya malas, badan ku rasanya lemah, aku sungguh lemas dan lesu. Aku memang sering kelaparan di tengah malam, saat tiba-tiba aku terbangun karena lapar, tapi aku tidak berani membangunkan Peeta, jadi aku menahannya sampai waktu sarapan tiba.

Ia merebus macaroni sekitar 6 atau 7 menit, lalu meniriskannya dan menaruhnya dipiring, dan yang terakhir memberi saus. Ia meletakkan sepiring macaroni dengan saus tomat, dihadapan ku lalu mengambil sendok dan juga botol air minum dari kulkas. Ia duduk di depan ku lalu bertopang dagu dan menatapku. Aku melihat makanan itu agak lama, "kenapa? Jangan berpikir aku akan memberikan racun dimakanan itu," katanya dan aku terkekeh.

Aku mengambil sendok dan mencicipi macaroni itu. "Emm lumayan," gumamku dan ia tersenyum. "Ada yang kurang, apa ya?" Tanyaku dan ia mengedikkan bahu.
"Sebentar." Kataku lalu berdiri dan membuka kulkas, aku mengambil keju dan menutup kulkas. Aku berjalan ke meja dan mengambil parutan keju, lalu mulai memarut keju diatas macaroni ku.

"Sepertinya enak," katanya dan aku tersenyum, "tentu saja." Balasku, "kau mau?" Tanyaku dan ia mengangguk antusias. Aku mengambil sendok lagi dan duduk di sebelahnya.

"Sepiring berdua, okey?"

"Okeey." Jawabnya lalu mulai menyendok macaroni, aku juga mulai memasukkan macaroni kedalam mulut ku.

Tiba-tiba ia berhenti, ia mengunyah makanan di dalam mulutnya, dan menatapku. Tangannya pelan-pelan terulur lalu wajahnya agak mendekat, matanya menatap ke bibir ku, lalu jarinya yang halus mulai mengusap lembut ujung bibirku. Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan ku? Mengapa hal ini membuat jantungku tak karuan, adegan ini seperti di film film percintaan yang sering kutonton. Setelah jarinya mengusap ujung bibirku, ia menatap bibirku lama, jantungku berdetak lebih keras, membuatku lupa bagaimana cara menetralkannya. Ia menatap mataku, tepat kedalam pupilku hingga aku tak bisa mengontrol jantungku. Jika tatapan bisa menusuk, pasti mataku sudah bolong tertusuk tatapannya. Wajahnya mendekat, Oh Tuhan, jantungku sampai sakit karena berdetak sangat keras, rasanya waktu seperti berjalan sangat lambat, dan adegan ini seperti adegan Slow Motion di film film Action. Aku menahan napas dan entah mengapa reflek aku menutup mataku saat wajahnya tinggal beberapa inci di depan wajahku.

Hingga untuk yang pertama kalinya dalam hidupku, sesuatu yang kenyal, lembut, dan halus menyentuh bibirku. My first kiss.






TBC


Hulaaaa^v^ aku sudah berusaha update yaw :v ya walaupun i know ini pendek, tapiiiii aku mau update besok, okey? Setuju gak? Kalo banyak yang comment aku update yaaa hihihi /pengen dikomenin/

Rain.  «26.3.2016»


Creature WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang