"Vin?" Aku tetap diam tak menyaut, aku masih memperhatikan langit malam yang luas dan hitam dipenuhi bintang.
Goulas duduk di sebelahku dan meluruskan kakinya, ia pasti lelah sehabis latihan malam-malam begini.
Tiga hari lagi.
Ya tiga hari lagi Game itu akan berlangsung. Karena Game akan dimulai sebentar lagi, maka seluruh tahanan tidak di perbolehkan kembali ke Sel, mereka bebas di lapangan selama 3 hari ini, asalkan tak melanggar aturan.
Aku telah mendapatkan 'tiket emas' untuk mengikuti Game itu, jadi aku tidak perlu repot-repot ikut penyeleksian. Jika aku ikut penyeleksian, aku yakin aku pasti akan mati dihari pertama seleksi, seperti... Rachel.
"Vin, kau banyak diam semenjak sahabatmu itu mati." Kata Gou seraya mengikutiku menatap langit malam yang kelam. Aku menoleh menatapnya sendu, dan kembali menunduk.
"Jika kau takut mati seperti dia, untuk apa kau hidup?" Ucapnya dan aku mengerutkan keningku.
"Maksudmu?"
"Kau takutkan untuk ikut game itu?" Tanyanya dan aku mengangguk lalu menunduk menghindari tatapannya.
"Hidup itu sudah diatur, begitupun dengan kematian. Memang sudah jalannya temanmu itu mati di hari pertama seleksi, tapi jika dia ditakdirkan untuk tetap hidup, maka dia akan tetap hidup. Kau pasti tau itu Vin." Katanya datar seraya menatap langit dengan mata sendu.
Aku mengangguk lemah. "Tapi aku tetap takut..." Lirihku dan entah mengapa air mataku menetes. Aku begitu takut membayangkan tentang hal bernama kematian itu. Bahkan aku sangat takut membayangkan sebab dari kematianku sendiri, aku belum siap untuk mati, dan tidak mau berakhir di tempat ini.
"Aku tak bisa bertarung dengan benar Gou, latihanku selama ini sia-sia." Ucapku dengan suara parau yang pelan, aku putus asa.
"Hei, tatap aku, dan dengarkan aku baik-baik." Aku mendongak perlahan dan menatap matanya yang tajam dan serius.
"Tak ada usaha yang sia-sia." Katanya meyakinkanku, "sekalipun ada, itu bukanlah suatu kegagalan dalam hidupmu yang mematahkan semangatmu. Kalaupun kau mati, setidaknya kau sudah berusaha untuk mempertahankan kehidupanmu." Lanjutnya.
"Berjuang untuk hidup. Itu lebih baik daripada kau harus menyerah dan mati begitu saja."
"Baiklah.." Jawabku dan mencoba untuk tersenyum seraya menghapus air mataku.
"Besok sepertinya aku tak ada lawan, akan ku latih kau lebih keras." Katanya dan aku mengangguk.
"Hey kalian!" Teriak Jesi yang tiba-tiba datang bersama seorang gadis yang sepertinya ku kenali.
"Jeeona?" Sapaku setengah tidak yakin tapi dia tersenyum riang. "Hay Vina!" Sapanya balik dan aku tersenyum.
"Kalian sudah kenal toh." Kata Jesi dan kami berdua mengangguk.
"Waktu itu aku menabrak Vina dan kami berkenalan." Jawab Jeeona riang.
"Oouh.. Yasudah ayo kita tidur, aku sudah menemukan tempat yang cocok untuk tidur malam ini." Ucap Jesi semangat.
"Apakah itu tempat yang lebih nyaman di bandingkan Sel di dalam sana?" Tanya Gou yang mulai berdiri dari duduknya.
"Tentu saja. Tempatnya itu di bawah pohon Oak besar di ujung sana." Jawabnya, lantas menunjuk kumpulan pohon-pohon Oak yang rindang.
Dan kamipun akhirnya mulai berjalan pergi kesana untuk beristirahat.
•••
Cahaya matahari yang menembus dedaunan pohon membangunkanku yang tertidur diatas daun-daun besar yang tertata rapih. Kuusap wajahku dan merapihkan rambutku yang acak-acakkan. Lima hari sudah aku tidak mandi karena untuk ke tempat yang bernama 'Toilet' saja sangat sulit.
Aku berdiri dari dudukku dan merapihkan pakaianku yang sangat kotor dan kusam. Kulihat sekelilingku dan ternyata Jesi sedang berlatih bersama Gou. Rupanya aku telat bangun.
"Hey!" Aku menoleh saat seseorang menyapaku, itu Jeeona.
Aku tersenyum sebagai jawabannya. "Kau sudah tahu? Hari ini terakhir seleksi, dan nanti sore akan diumumkan 30 orang yang mengikuti game itu." Kata Jeeon dan aku tersenyum masam.
"Aku tahu." Jawabku. "Dan parahnya aku salah satu dari 30 orang itu." Lanjutku dan ia menepuk pundak kiriku.
"Aku berjanji akan menemanimu di game itu! Jadi tenanglah, ada aku disana!" Serunya dengan senyuman cerianya dan mata violetnya yang menyipit.
"Ayo kita latihan!" Ajaknya dan mengambil pedangnya. Aku mengangguk dan mengikutinya berjalan ke tanah yang sedikit lapang. Lalu ia berdiri 6 meter di depanku dan siap dengan ancang-ancang menyerangnya.
"Kau siap?"
"Aku siap." Jawabku dan dia mulai bergerak.
Ia berlari maju dan mengarahkan pedangnya. Aku mencoba menghindari serangannya hingga berkali-kali.
"Cobalah lawan aku!" Pintanya dan aku mengangguk. Ku angkat pedangku dan kuarahkan pada lengan kanannya, tapi hal itu tak berguna. Jeeon menangkisnya dengan mudah dan mendorongku hingga jatuh terduduk kebelakang. Pedangnya kini mengacung tepat di depan hidungku.
"Aku tidak tahu aku akan satu team dengan siapa. Aku berdoa agar aku bisa satu team denganmu dan mencoba melindungimu karena kita teman." Ucapnya dengan mata sayu yang menatapku sedih. "Tapi sayangnya, jika kita tidak satu team, itu artinya kita adalah musuh. Dan jika itu terjadi, aku akan menutup mataku saat aku akan membunuhmu, dan saat itu terjadi, aku berharap kau bisa melawanku Vina." Katanya dengan tulus namun menyedihkan. Aku menunduk dengan pelupuk mata yang sudah basah. Aku memang lemah.
"Aku tidak bisa Jeeon."
"Aku tidak bisa membunuh siapapun."
Ia menjatuhkan pedangnya ketanah. Lalu berjongkok di depanku. Tangan kanannya mengangkat daguku sehingga aku mendongak dan menatapnya.
"Kau tidak ingin mati'kan?" Tanyanya dan aku mengangguk. "Kau sendiri yang bilang kau takut kematian, apa itu benar?" Tanyanya lagi dan aku mengangguk lagi.
"Kalau begitu kau ingin tetap hidup?" Tanyanya dan aku mengangguk lagi.
"Berusahalah dan cobalah melukaiku dengan pedangmu."
•••
"Sshh aww.." rintihku saat Jesi menempelkan daun bunga Jewelrume pada luka-luka di tubuhku.
"Maaf." Jawabnya singkat dan aku membalasnya dengan anggukan.
Tadi aku berlatih mati-matian untuk melawan Jeeon. Tubuhku penuh luka goresan-goresan pedang. Untungnya Jesi bisa mengobatinya dengan daun Bunga liar yang kalau tak salah bernama Jewelrume.
Rasanya semuanya sangat perih dan menyakitkan. Parahnya aku bahkan tidak bisa menyentuh Jeeon saat aku bertarung melawannya.
Bagaimana nanti saat aku di Arena Games...
TBC
By Rainytale
KAMU SEDANG MEMBACA
Creature Wolf
WerewolfMenjadi seorang Arkeolog muda yang terus melakukan penelitian. Hingga pada suatu hari, semua rekanku mati akibat sekelompok orang bermata merah dan bertaring yang menyerang perkemahan kami. Pada saat itulah, datang Serigala dengan simbol Bulan di ke...